Indoktrinasi dogma-dogma kekerasan tersebut secara simultan akan melekat pada kepribadian seseorang. Pada taraf ini seseorang akan lebih tempramen, dan sulit untuk diubah.
Ini adalah kondisi psikologi akut, di mana dogma-dogma kekerasan itu telah mendarah daging dalam dirinya. Baginya, semuanya adalah salah, yang benar adalah "pemahaman saya semata".
Jika dalam kondisi psikologis akut seperti itu, apa kemudian langkah yang bisa kita lakukan kepada orang-orang yang terpapar doktrin radikal?
Pertama dengan pendekatan psikologi, melalui pemberian paham moderasi, mengajaknya untuk lebih dekat melihat realitas sosialnya, tujuannya adalah untuk membuka pandangan atau pemikiran agar lebih luas dan terbuka.Â
Berikan stimulus ringan, melalui dialog seputar kebangsaan atau norma-norma moderasi, dalam hal ini misalnya tentang Islam dan demokrasi, Islam rahmatan lil alamin dan lain sebagainya.
Libatkan juga tokoh-tokoh agama yang memiliki pemahaman luas seputar agama, sehingga doktrin kebenaran tunggal tadi terdistorsi melalui dimensi agama yang universal dan plural.
Upaya Mencegah Paham Radikalisme
Kita harus melacak faktor dominan timbulnya paham radikal ini. Apakah dimensi sosial-budaya, ekonomi atau agama.
Apabila paham radikalisme ini lahir dari kondisi sosial, maka yang musti diperbaiki adalah masalah-masalah sosial; soal ketimpangan, keadilan, dan kelompok-kelompok tersubordinasi, terpinggirkan secara sosial dan politik.Â
Maka, pemerintah musti berperan dalam menciptakan stabilitas sosial sekaligus berupaya melahirkan kehangatan dalam berwarga negara. Namun, jika radikalisme lahir dari paham agama yang keliru, maka yang perlu diperbaiki adalah pemahaman agamanya.
Bagi saya, selain upaya pendekatan sosial-keagamaan, cara untuk mencegah berkembangnya paham radikal yaitu dengan memperbanyak literasi atau bahan kepustakaan.Â
Semakin banyak anda membaca literatur dunia, maka semakin terbuka pikiran kita dalam melihat dunia, semakin mempertajam tanggung jawab kita dalam sosial.Â