Bakda maghrib, hujan masih cukup lebat. Terdengar suara ketukan di pintu depan, rupanya ada tamu, entah siapa. Â Ndreres Quran pun harus kuakhiri meski baru dapat dua rukuk.
"Assalaamu'alaikum.....," terdengar suara salam begitu kubuka pintu. Ternyata Sasa sudah duduk manis di kursi depan.
"Teruskan saja dulu ngajinya, Om. Saya tak nyadhong ganjaran ikut nyimak di sini," kata Sasa
"Sudah selesai kok, Sa, besok lagi," jawabku sambil ikut duduk. "Dari mana hujan-hujan begini?"
"Dari rumah, Om. Memang sengaja ke sini habis maghrib biar bisa ketemu Sampeyan.
"Ngopi, Sa?"
"Siap, Om. Dingin-dingin begini memang enaknya ngopi."
Kebetulan ini hari Sabtu, Cahya anakku lanang pulang dari Jogja sore tadi. Ketika kupanggil untuk menyalami Pakdhe Sasa,  dia pun paham apa yang harus dilakukannya: membuatkan unjukan kopi kental manis. Tak berapa lama, dua gelas kopi pun sudah tersaji di hadapan kami.
"Monggo diunjuk, Pakdhe."
"Yho, Cah Bagus. Sini, duduk sini dulu ikut ngobrol sama Pakdhe."
Cahya pun ikut duduk. Kami menikmati suasana yang terasa tintrim karena hujan lebat sejak sore sambil ngopi. Aku paham, pasti Sasa pengin ngobrol seputar kegelisahannya, tapi sengaja aku diam menunggu dia membuka obrolan. Cahya pun hanya diam sambil membuka-buka HPnya.