Mohon tunggu...
Wahyu Heriyawan
Wahyu Heriyawan Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Belajar untuk lebih kritis

Selanjutnya

Tutup

Money

Upaya Mitigasi BI Dalam Melindungi Pasar Domestik

18 Oktober 2011   12:09 Diperbarui: 26 Juni 2015   00:48 164
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bisnis. Sumber ilustrasi: PEXELS/Nappy

Hasil rapat dewan gubernur (RDG) 11 oktober lalu menyatakan untuk menurunkan suku bunga acuan BI ke tahap 6,5% turun 25 basis poin dari 6,75%. hal tersebut harus kita sambut dengan apresiasi yang tinggi, pasalnya penurunan bunga acuan tersebut mampu menggerakkan sektor riil. Kebijakan kali ini merupakan keputusan yang cukup tepat untuk bertindak ahead the curve, karena BI cukup kapok dengan kebijakannya yang behind the curve pada februari 2011 silam. Keputusan ini saya yakini sangat tepat, timing-nya sangat pas. Saat krisis eropa mulai terendus pemerintah langsusng bergegas memulihkan perekonomian bangsa. Dari sikapnya yang cukup protektif, BI berkomitmen untuk terus menstabilkan nilai tukar rupiah dan juga surat utang Negara yang sudah dilelang baru-baru ini (September 2011).

BI yakin bahwa para investor rasional yang orientasi jangka panjang-menengah tetap percaya dengan pasar Indonesia, pasalnya BI sudah dapat menilai dengan baik bahwa fundamental perekonomian kita masih kuat. BI yakinkan tidak akan ada rush atas modal modal asing yang ditanam di Indonesia. Capital mereka akan masih aman disini. Namun, perlu kita cermati bersama bahwa kebijakan ini cukup beresiko, bahkan beberapa analis mengatakan riskannya penurunan suku bunga acuan tersebut apalagi turun hingga 25 basis poin. penurunan tersebut sebenarnya sedang melawan arus global yang menaikkan bunga untuk menghadapi pelemahan ekonomi global. Bahkan IMF pun bersikeras memaksa BI untuk tidak menurunkan suku bunga acuan, karena beresiko. Saya kira, tidak. BI memang perlu menurunkan BI rate untuk mendongrak geliat ekonomi domestik. Keacuhan BI terhadap IMF saya acungi jempol. Mantap gan…

Analisa saya mengatakan bahwa BI sedang mewanti-wanti dan mewaspadai tingginya resiko dan ketidakpastian di pasar keuangan global akibat krisis eropa. Disisi lain, tekanan inflasi mulai mereda, meski inflasi Negara emerging market (negara-negara dengan atau bisnis kegiatan sosial dalam proses yang cepat pertumbuhan dan industrialisasi, wikipedia) masih relatif tinggi, sehingga terjadi pergeseran respons kebijakan moneter ke arah normal/ atau saya istilahkan akomodatif. Dalam laporan bulanannya BI menilai bahwa kecenderungan menurunnya pertumbuhan ekonomi Negara maju sehingga melambatkan volume perdagangan dunia dan menurunnya harga komoditas global. Untuk sisi keuangan, BI melihat tingginya ekses likuiditas global persepsi risiko investor masih akan mendorong tetap derasnya modal asing masuk ke Negara-negara emerging economies, termasuk Indonesia dalam bentuk PMA/portofolio. Dalam website resminya BI menyatakan bahwa fundamental ekonomi dan perbankan nasional masih tetap kuat tercatat selama triwulan IV-2011 akan tinggi dan mencapai pertumbuhan sebesar 6,6%.

Penurunan BI rate ke basis poin 25 saya kira masih belum cukup untuk mendongrak perekonomian domestik, harus ada elemen lain yang mendukung hasrat baik BI itu. Diantaranya adalah perlunya pemerintah untuk mengantisipasi dampak penurunan kinerja ekonomi global, kekuatan permintaan domestik perlu dimaksimalkan sambil mengoptimalkan peluang internasional. Selanjutnya, saya mengutip saran dari pak priyo dalam kajian moneternya yang dahsyat, pemerintah perlu melakukan kebijakan stimulus fiskal dan moneter dengan meningkatkan investasi yang diharapkan mampu mengimplementasikan proyek infratruktur di daerah daerah. Bukan tidak berharap, bahkan sangat berharap bahwa penurunan suku bunga acuan tersebut dapat menurunkan suku bunga perbankan yang masih tinggi, penurunan BI rate akan mendorong harga saham dan biaya bunga obligasi semakin menarik. Pertumbuhan ekonomi yang diharapkan naik sebesar 0,20%.

Penurunan BI rate perlu diikuti dengan penurunan dengan suku bunga kredit, lebih efektif lagi kalau spread antara suku bunga deposito dan kredit juga dapat diturunkan. Hal ini cukup penting mengingat, suku bunga kredit sangat berpengaruhterhadap aktivitas sektor riil. Erwin aksa (ketua HIPMI) dalam beberapa kajian ekonominya mengatakan bahwa jumlah DPK yang dimiliki perbankan hingga juli 2011 adalah Rp 2464 T, dan kredit yang baru disalurkan baru Rp 1997 T, sehingga undisbursed loan (yang belum terpakai) masih ada 623 T. penurunan bunga kredit selain akan membantu bergeraknya sektor riil, penurunan tersebut juga akan memperingan para pengusaha dan mengurangi default. Erwin mengatakan bahwa bunga kredit perbankan kita masih tinggi dibanding dengan Negara lain sebesar 15-20% per tahun, padahal biaya dana (cost of fund) perbankan hanya 6% dan idealnya bunga kredit bisa ditekan hingga 10-12% per tahun. Perbankan seharusnya tidak perlu takut untuk menurunkan bunga kreditnya, mengingat fundamental ekonomi kita masih kuat. Pendapatan nonoperasional perbankan hingga juli Rp 89,9 T meningkat 50,5 % dibanding juli 2010 sebesar Rp 59,7 %. Tidak ada cara lain, BI perlu melakukan pendekatan khusus terhadap perbankan karena usaha BI dalam menurunkan suku bunga acuan akan sia sia bila tidak dibarengi oleh industry perbankan.

Sejatinya BI sudah menempuh langkah pendekatan tersebut, yaitu dengan pengaturan suku bunga dasar kredit (SBDK). Analisa terhadap laporan yang disampaikan perbankan juga telah dilakukan. Bahkan dalam rilis beritanya BI telah memanggil perbankan untuk menjelaskan tingginya spread dan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Kedepan, Bi perlu meminta komitmen perbankan terhadap langkah-langkah yang perlu dilakukan untuk menurunkan spread tersebut dan ada baiknya dimasukkan kedalam rencana bisnis bank (RBB). Demikian analisa singkat ini, bagaimana dengan pendapat anda?

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun