Kita tenggelam bukan karena air, tapi karena arus keserakahan dan kebisingan dunia yang menelan suara hati. Dan ironisnya, kita tidak sadar sedang hanyut.
Siapa yang Membangun Kapal Hari Ini?
Kisah Nuh selalu berakhir dengan pertanyaan reflektif: kalau zaman itu diulang sekarang, siapa yang akan membangun kapal? Dan siapa yang akan menertawakannya?
Mungkin kapal hari ini bukan dari kayu, tapi dari nilai.
Kapal kejujuran di tengah arus korupsi.
Kapal kesederhanaan di tengah budaya pamer.
Kapal kasih di tengah kebencian yang viral.
Kapal empati di tengah komentar yang menyakitkan.
Setiap orang bisa jadi Nuh kecil di lingkungannya masing-masing --- tetap membangun sesuatu yang benar, meski dunia menganggapnya aneh.
Penutup: Kapal Itu Masih Berlayar
Kisah Nuh tidak berhenti di banjir. Setelah air surut, muncul pelangi --- tanda kasih Tuhan dan harapan baru bagi bumi. Begitu juga dengan kita.
Setiap krisis, setiap "banjir nilai" dalam hidup, selalu menyisakan peluang untuk membangun ulang diri dengan lebih baik.
Mungkin kita tak bisa menghentikan hujan, tapi kita bisa menyiapkan kapal.
Dan mungkin, di tengah dunia yang menertawakan hal-hal baik, menjadi orang yang tetap percaya dan setia --- itulah bentuk iman yang paling berani.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI