Mohon tunggu...
Wahyu Budi Santoso
Wahyu Budi Santoso Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Mahasiswa

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Psikologis dan Homoseksualitas di Kalangan Kaum Santri Pondok Pesantren

15 Juli 2022   20:03 Diperbarui: 15 Juli 2022   20:13 4086
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Psikologis Dan Homoseksualitas
Dikalangan Kaum Santri Pondok Pesantren

Ageng Syaif Muchanaf, Wahyu Budi santoso, Muhammad Irfan Maulana

Universitas Islam Nahdlatul Ulama Jepara Indonesia
syaifjpr@gmail.com, budiwahyu3217@gmail.com, irfandisclose6@gmail.com
 
 
Abstrak
Penelitian ini berupaya untuk mengungkap perihal perilaku santri homoseks yang ada dipesantren. 

Penelitian ini menggunakan metode penelitan kualitatif untuk mendeskripsikan mengenai santri yang berperilaku homoseks seperti halnya istilah mairil dan nyempet yang ada dipesantren. 

Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwasanya santri yang berperilaku homoseks itu tidak terlahir seperti seorang gay, 

akan tetapi santri berperilaku seperti itu dikarenakan proses seorang santri dikalangan pesantren melalui melihat, mengenal, mengamati dilingkungannya sehingga menirukan santri yang terindikasi homoseks. Hal ini tentunya dapat mempengaruhi santri yang lain. 

Kemudian tidak bercampurnya antara pesantren putra dan putri, atau adanya aturan yang ketat, dimana santri putra tidak boleh bertemu dan juga melihat santri putri, yang pada akhirnya mereka melampiaskan rasa penasarannya dengan sesama jenis. 

Perilaku homoseks yang sering dijumpai pada kalangan santri antara lain mencubit pipi, mencium pipi ataupun leher, 

dan adapun yang menjerumus keaktivitas seksual seperti kalau dalam bahasa jawanya disebut kelon dan nyempet ( menyelipkan/menggesek-gesekkan alat kelamin ke paha ataupun ke pantat ). 

Hal-hal tersebut sudah biasa dikalangan santri dan sudah menjadi tradisi. Walaupun dipesantren sudah banyak peraturan larangan tentang homoseks tetapi masih banyak yang melanggarnya.  

Kata kunci : homoseksual, pesantren, santri.
 
Abstract
This study seeks to reveal the behavior of homosexual students in Islamic boarding schools. This study uses qualitative research methods to describe students who behave homosexually as well as the terms mairil and nyempet in Islamic boarding schools. 

The results of this study indicate that students who behave homosexually are not born like gays, 

but students behave like that due to the process of a santri among Islamic boarding schools through seeing, knowing, observing their environment so that they imitate students who are indicated to be homosexual. 

This of course can affect other students. Then there is no mixing between male and female pesantren, or there are strict rules, where male students are not allowed to meet and also see female students, which in the end they vent their curiosity with the same sex. 

Homosexual behavior that is often found among students includes pinching the cheeks, kissing the cheek or neck, and those that lead to sexual activity, such as in Javanese it is called kelon and nyempet (sliding / rubbing the genitals to the thighs or to the buttocks). 

These things are common among students and have become a tradition. Even though the Islamic boarding school has many prohibitions on homosexuality, there are still many who violate them.

Keywords : homosexual, pesantren, santri.


Pendahuluan

Secara sederhana homoseksual  merupakan seks sejenis. Maksudnya seseorang yang memiliki kecenderungan atau ketertarikan  seksual dengan sesama jenisnya. Misalnya laki-laki tertarik kepada laki-laki, atau perempuan tertarik kepada perempuan. 

Orientasi seksual yang seperti ini tentu saja bertentangan dengan orientasi seksual masyarakat pada umumnya. 

Umumnya masyarakat menganut orientasi seksual pada lawan jenisnya. Sebagaimana diketahui, perilaku homoseksual merupakan hal yang dianggap biasa dan wajar bagi masyarakat barat. 

Pernikahan sesama jenis diakui dan dilegalkan di sana. Kemudian gencarnya pandangan yang menyuarakan bahwa homoseksual merupakan sebuah perilaku seksual yang wajar sebagaimana  halnya perilaku seksual lainnya (Sidik Hasan dan Abu Nasma : 2008)

Homoseksual pada era kekinian perkembangannya semakin mengkhawatirkan, apalagi pengaruh budaya barat yang sudah sampai pada tahapan  "melegalkan perkawinan sejenis" semakin menjadikan pengaruh homoseksual terhadap kaum remaja, 

muda atau tua di Indonesia perlu diwaspadai secara penuh. Sebab apabila dibiarkan begitu aja, tanpa pengendalian diri, akan menjadikan pengaruh homoseks semakin meluas, yang pada akhirnya tidak bisa di kendalikan lagi, dan menyebar pada generasi-generasi muda selanjutnya.

Meskipun homoseksual di negara timur yang khususnya di Indonesia tidak terlihat terang-terangan tetapi sesungguhnya percintaan sesama jenis masih tetap berjalan sampai sekarang. 

Pelaku homoseksual melakukan hubungan-hubungan percintaannya dengan sembunyi-sembunyi dikarenakan mereka belum berani menampakkan kepada publik yang artinya mereka belum berani menyuarakan kepada pemerintah untuk melegalkan pernikahan sesama jenis. 

Hal ini dikarenakan perilaku homoseksual merupakan perilaku yang tidak wajar, atau menyimpang dikalangan masyarakat atau dikalangan umum. 

Tetapi seiring berjalannya waktu, mereka mulai berani menampakkan perilaku homoseksual pada medsos, kemudian juga mengkampanyekan tentang homoseksual dengan tujuan agar masyarakat umum menerima perilaku tersebut dan juga terbiasa akan perilaku tersebut. 

Dengan demikian, perilaku homoseksual tersebut sangat mengkhawatirkan jika dibiarkan, perlu adanya sikap serta upaya untuk meminimalisir kemunculannya agar tidak menyebar luas.

Di Indonesia, digemparkan dengan muculnya seorang pria yang menyita perhatian publik, bernama Ragil Mahardika yang sekarang menetap di Jerman, karena perilakunya yang blak-blakan mempertontonkan praktik LGBT pada publik. 

Ragil Mahardika mengaku bahwa dia adalah seorang gay dan mempunyai pasangan pria asal Jerman yang bernama Fred Vollert. 

Berita tentang ragil menjadi kontroversial. Dari hal tersebut banyak netizen menghujatnya, namun tak sedikit juga membrikan dukungan kepada mereka, bahkan banyak netizen yang penasaran dan kemudian mencari informasi tentang profil Ragil Mahardika.

 tvonenews.com di akses pada tanggal 06 juli 2022 11:48 WIB)

Perilaku homoseksual juga terjadi pada lembaga pendidikan, salah satunya di pondok pesantren (ponpes) yang merupakan tempat para santri untuk menimba ilmu agama dan identik dengan budaya religius.

Namun, ada cerita-cerita miring terkait perilaku yang belum banyak di ketahuai publik, yakni perilaku homoseksual dikalangan santri pria. 

Contohnya penelitian yang dilakukan oleh Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Diponegoro Semarang pada 2014 yang membahas topik tersebut. 

Salah satu mantan santri mengetahui mairil dan nyempet sejak masuk ponpes sekitar umur 12-13 tahun. Korban perilaku mairil ini mengaku sulit untuk menolaknya karena tidak berani. Sementara pelaku atau sering disebut dengan istilah warok biasanya santri senior berumur 17-20 tahun.
 
Metode penelitian

Penelitian ini menggunakan penelitian kualitatif yaitu penelitian lapangan (field research). 

Penelitian kualitatif adalah suatu proses penelitian untuk memahami fenomena-fenomena manusia atau sosial dengan menciptakan gambaran yang menyeluruh dan kompleks yang dapat disajikan dengan kata-kata, 

melaporkan pandangan terinci yang diperoleh dari sumber informan, serta dilakukan dalam latar setting yang alamiah. 

Dengan demikian prinsip yang digunakan merupakan prinsip-prinsip lapangan. dengan menggunakan metode observasi atau interview kepada pihak yang bersangkutan .

tujuannya agar mendapatkan data  atau informasi yang akurat . sasaran interview ini adalah para ustadz yang mengajar diberbagai pesantren besar untuk mengumpulkan data. (Walidin, Saifullah, dan Tabrani, 2015: 77)

Penelitian lapangan yang digunakan akan berupaya untuk melakukan penggalian lebih dalam terkait homoseksualitas santri di pesantren, dengan harapan bisa dijadikan sumber rujukan untuk penelitian selanjutnya. Kajian pada artikel ilmiah ini berbasis literatur dengan dasar penelitian lapangan.
             
 
Hasil dan Pembahasan Penelitian

Perilaku-perilaku homoseksual yang ada dibeberapa pesantren Jawa Timur

Dari hasil pengamatan, wawancara yang mendalam dan survey langsung lapangan pada beberapa pondok pesantren dijawa timur, ditemukan adanya  santri-santri yang melakukan tindakan-tindakan yang menjerumus pada perilaku homoseksual. 

Perlunya tindakan dan perhatian khusus agar bisa meminimalisir perilaku homoseksual.

Homoseksual  adalah suatu bentuk kegiatan seksual yang bertujuan untuk menyenangkan diri sendiri dan pasangan sejenisnya (laki-laki dengan laki-laki). 

Homoseksual juga dapat diartikan perilaku yang tidak pada umumnya, perilaku yang tidak normal, atau perilaku yang menunjukkan ketertarikan sejenis, mereka menyukai tubuh, alat kelamin,  dan juga berimajinasi yang lebih terikat dengan kawan jenisnya.

Dari pengertian di atas memperlihatkan bahwa homoseksual masuk golongan perilaku abnormal, sebab percintaan sejenis, atau hubungan seksual sejenis. 

Perilaku tersebut merupakan perilaku yang tidak wajar dan tidak biasa dalam masyarakat. Selain itu, perilaku tersebut masih belum diterima oleh masyarakat sosial secara keseluruhan.

Hal yang paling mengkhawatirkan lagi adalah apabila pengaruh homoseksual mewabah pada dunia pesantren. Sebuah institusi kelembagaan yang notabene kental nuansa spiritual keagamaan. 

Ada hal yang menjadi celah kemungkinan masuknya virus homoseks ini ke dunia pesantren. Beberapa celah tersebut dapat dilihat dari beberapa faktor. 

Diantaranya yaitu pertama, beragamnya sifat, kebiasaan, dan perilaku para santri yang tentunya bisa mempengaruhi santri lain apabila salah satu atau lebih dari mereka mempunyai perilaku homoseks, 

jika tidak di tangani sejak dini pengaruh tersebut bisa menjadi celah merebaknya virus homoseks di kalangan santri. 

Kedua, tidak bercampurnya antara pesantren putra dan putri, atau adanya aturan ketat dimana mereka (para santri putra) tidak boleh melihat atau bertemu dengan para santri putri, 

sehingga menjadikan para santri putra sejatinya sedang berkembang libido masa remanjanya, pada akhirnya melampiaskan rasa penasarannya dengan para santri yang imut-imut, cakep, dan manis, 

meskipun itu adalah sesama satri putra. (Wawancara dengan ustadz Muhammad Najib Al-Fathoni, Kediri tanggal 8 Mei 2022)

Kekhawatiran di atas sejalur dengan adanya beberapa temuan dari hasil penelitian tentang homoseksualalitas di dunia pesantren. Hasil menelitian menyatakan bahwa salah satu dari pondok pesantren di Jawa Timur terdapat banyak pelaku penyimpangan seksual berupa perilaku homo. 

Bentuk perilaku homo yang terjadi adalah selalu bersama dalam melakukan segala aktivitas, cemburu, saling kirim surat.

Faktor yang mendorong munculnya perilaku homo adalah adanya aturan-aturan yang membatasi interaksi sosial dengan kaum hawa dan sistem pembagian kamar yang tidak disertai dengan pengawasan tegas oleh pesantren. (Wawancara dengan ustadz Jamal Akbar, Kediri tanggal 9 Mei 2022)

Ustadz Jamal Akbar menyatakan bahwa perilaku homoseksual itu tertutup, praktiknya dilakukan secara sembunyi-sembunyi. 

Hasil penelitian menunjukkan bahwa partisipan pada awal kali masuk pesantren sempat menolak bahkan benci diorientasikan sebagai mairil, tetapi kemudian mereka menerima sebagai mairil, hal ini dikarenakan mereka merasa senang karena mendapatkan kepuasan seksual. 

Dunia pesantren memang terdapat kebiasaan-kebiasaan kaum santri yang di khawatirkan apabila di biarkan begitu aja akan mengarah pada penyakit homoseksual bagi para santri. 

Beberapa kebiasaan tersebut di antranya adalah; kobel, mojok, kelon, nyempet, mairil. (Wawancara dengan ustadz Jamal Akbar, Kediri tanggal 9 Mei 2022)

Hal yang menjadi kekhawatiran selanjutnya adalah banyaknya pesantren yang tidak menyadari bahwa di wilayahnya mudah sekali terserang virus homoseks kaum santri ini. 

Banyak pesantren yang lengah, dan tidak melakukan pengendalian dini, atau pencegahan diri atas kasus homoseks terhadap santri ini. 

Akibatnya, ada pesantren-pesantren yang kecolongan, faktanya, adanya para santri yang ketahuan melakukan praktek homoseks di dalam peantren, dan pada akhirnya mereka di keluarkan dari dalam pesantren.
 
Upaya untuk Meminimalisir Perilaku Homoseksual

Pada dasarnya, menurut ustadz Jamal Akbar, para pendiri dan pengelola pondok pesantren mengetahui permasalahan-permaslahan yang akan timbul dari banyaknya para santri dan juga ketatnya aturan yang ada di pondok pesantren. 

Salah satu permasalahan yaitu tentang perilaku homoseksual yang terjadi di pondok pesantren.

Dalam hal ini, pendiri dan pengelola pondok pesantren melakukan cara untuk mengantisipasi agar perilaku homoseksual tidak merebak luas dan tidak menjangkit di kalangan para santri yang lain. 

Ada beberapa hal yang dilakukan pihak pesantren dalam mengantisipasi perilaku tersebut, diantaranya ada beberapa metode untuk meminimalisir perilaku homoseksual santri.

Pertama, diberlakukan pengkajian kitab. Hal ini merupakan pengkayaan kajian kitab, baik itu kitab yang berisi akhlak, tafsir, hadist, tasawuf, maupun fiqih. Yang dikaji dari kitab-kitab tersebut adalah tentang larangan-larangan berbuat dzalim kepada diri sendiri dan juga orang lain. 

Antara lain yaitu homoseks, pada saat pengkajian tentang homoseks itu diperbanyak penjelasannya karena agar para santri mengerti lebih mendalam tentang perilaku melakukan dzalim apapun itu jenis perbuatannya merupakan perbuatan dosa. 

Biasanya pengkajian ini aktif dilaksanakan pada waktu setelah sholat dzuhur dan setelah sholat magrib.

Kedua, spiritual berbasis rohani. Hal ini merupakan pengkayaan untuk para santri tidak hanya secara pikiran tetapi juga dengan kejiwaan, yaitu dengan cara mengolah batin dan mengolah rasa. Hal yang dilakukan dikarenakan para santri harus dicerahkan batin dan kejiwaannya. 

Karena kejiwaan dan batin yang ada dihati merupakan inti yang menjadi pondasi para santri sebagai perilaku yang menjadi penentu baik dan buruknya sikap perilaku. 

Adapun beberapa kegiatan dalam pemaksimalan untuk mencapai pencerahan batin dan kejiwaan antara lain pelaksanaan shalat tahajud, shalat hajat, dan shalat dhuha, selain itu di adakannya sholawatan bersama.

Ketiga, takziran (hukuman). Hal ini diberlakukan kepada para santri di pesantren sebagai penyeimbang dengan spiritual yang berbasis rohani. Yang diartikan sebagai olah jiwa dan rasa bagi para santri itu wajib tetapi takziran juga ditegakkan. 

Seperti halnya jika ada seorang santri yang melakukan aniaya terhadap diri sendiri maupun orang lain akan tetap di kenakan takzir. 

Adapun takziran-takziran yang diberikan kepada para santri sesuai dengan apa yang telah dilanggar dari peraturan-peraturan pesantren. 

Adapun takziran kusus bagi santri yang terindikasi memiliki hubungan sejenis atau homoseks mendapatkan takziran seperti gundul kepalanya, dipermalukan diruang publik sebagai efek jera jika sudah melewati batas akan dikeluarkan dari pondok pesantren. 

Dengan demikian harapannya para santri tidak melakukan dan melanjutkan hubungan sejenis atau homoseks setelah diberikannya takziran tersebut.

Keempat, yaitu dengan diberlakukannya pencerahan jiwa. Dengan cara ini selaras dengan perlakuan spritual yang sama-sama mempuyai maksud untuk memurnikan jiwa santri, memutihkan perilaku santri dan meluruskan santri.

Pondok pesantren memberlakukan cara ini agar para santri yang terkena kasus, tergolong nakal ataupun yang bermasalah, termasuk kepada para santri yang terindikasi perilaku homoseks, supaya para santri bisa selaras kembali pada jalur kebaikan. 

Beberapa perlakuan pencerahan jiwa yang dilakukan diantaranya yaitu muhasabah, tadzkiroh, halaqah yang berkaitan dengan kewajiban para santri.

Kelima, pengawasan tanpa putus. Dengan cara ini merupakan cara yang bersifat mengawasi secara langsung dari kegiatan dan perilaku para santri.

 Adapun beberapa kegiatan tersebut diantaranya yaitu mengawasi pada saat para santri tidur, yang dilakukan oleh pengurus kamar dan keamanan pondok pesantren, dimana para pengurus kamar dan keamanan pondok pesantren akan mengelilingi kamar para santri. 

Selain itu, pada saat kegiatan sehari-hari selain malam hari yaitu mata-mata akan di sebarkan oleh para pengurus pondok pesantren, sebagai bentuk pengawasan kepada para santri. 

Harapannya, dengan adanya mata-mata untuk mengawasi para santri yang menyimpang akan segera terobati, dan mendapatkan takziran yang selaras dengan kesalahan yang diperbuat.

Keenam, diberlakukannya pemisahan tempat tidur para santri. Artinya para santri diberikan fasilitas tempat tidur dengan satu ranjang untuk satu orang. 

Hal ini diberlakukan supaya para santri tidak lagi tidur bersama-sama dalam satu ranjang atau satu tempat tanpa adanya pembatas untuk para santri tersebut.

Menurut Ustadz Jamal Akbar, dalam penanganan yang diberlakukan dibeberapa pesantren merupakan penanganan yang biasa yang artinya tidak terlalu khusus.

Yang diharapkan supaya para santri yang mempunyai perilaku menyimpang agar kembali menuju jalan yang lurus (Wawancara dengan Ustadz jamal Akbar, Kediri tanggal 9 Mei 2022).

Dapat dilihat dari penjelasan di atas, bahwa perilaku homoseksual santri atau perilaku yang mengarah ke homoseksual santri meski masih pada skala ringan sejatinya tetap merupakan perilaku yang "tidak pantas" dan "tidak etis". 

Hal tersebut karena tidak selarasnya dengan nilai moral dan norma positif yang ada di masyarakat (Kamanto Sunarto,1993) Serta menyimpang dari aturan-aturan yang diberlakukan secara hukum agama, positif dan adat. 

Di sisi lain, perilaku homoseksual akan berdampak negatif baik itu di masa para santri berada di pondok pesantren, maupun para santri itu setelah mereka ke luar dari pondok pesantren (Kartini Kartono: 1992).
 
Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa munculnya perilaku homoseks diakibatkan oleh beberapa faktor, yaitu pertama, beragamnya sifat, kebiasaan, 

dan perilaku para santri yang tentunya bisa mempengaruhi santri lain apabila salah satu atau lebih dari mereka mempunyai perilaku homoseks, jika tidak di tangani sejak dini pengaruh tersebut bisa menjadi celah merebaknya virus homoseks di kalangan santri.

Kedua, tidak bercampurnya antara pesantren putra dan putri, atau adanya aturan ketat dimana mereka (para santri putra) tidak boleh melihat atau bertemu dengan para santri putri, 

sehingga menjadikan para santri putra sejatinya sedang berkembang libido masa remanjanya, pada akhirnya melampiaskan rasa penasarannya dengan para santri yang imut-imut, cakep, dan manis, meskipun itu adalah sesama santri putra.

Dalam hal ini, pendiri dan pengelola pondok pesantren melakukan cara untuk mengantisipasi agar perilaku homoseksual tidak merebak luas dan tidak menjangkit di kalangan para santri yang lain. 

Ada beberapa hal yang dilakukan pihak pesantren dalam mengantisipasi perilaku tersebut,

diantaranya ada beberapa metode untuk meminimalisir perilaku homoseksual santri yaitu diberlakukan pengkajian kitab, spiritual berbasis rohani, takziran (hukuman), pengkayaan dan pencerahan jiwa, dan pengawasan tanpa putus. 

Dengan adanya cara ini ditujukan agar perilaku homoseks tidak merebak luas dan juga diharapkan agar tidak ada lagi perilaku tersebut.
 
 
 
Daftar Pustaka
Hasan, Sidik dan Abu Nasma. 2008. Let's Talk about Love. (Solo; Tiga Serangkai).
Kartono, Kartini. 2009. Psikologi Abnormal dan Abnormalitas Seksual, Bandung: CV. Mandar  
Maju
Sunarto, Kamanto. 1993. Pengantar Sosiologi, Jakarta: Lembaga Penerbit FE-UI
Ustadz Jamal Akbar, diwawancarai oleh Ageng Syaif Muchanaf, Kediri pada tanggal 9 Mei 2022.
Ustadz Muhammad Najib Al-Fathoni, diwawancarai oleh Ageng Syaif Muchanaf, Kediri pada
tanggal 8 Mei 2022.
Walidin, Saifullah, dan Tabrani. 2015. Metodologi Penelitian Kualitatif dan Grounded Theory.
FTK Ar-Raniry Press.
www.tvonenews.com, yang di akses pada tanggal 06 juli 2022 11:48 WIB. Sama Seperti Ragil
Mahardika, Empat Musisi Tampan ini Juga Blak-blakan Ngaku Gay.


Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun