Mohon tunggu...
Wahyu Aji
Wahyu Aji Mohon Tunggu... Administrasi - ya begitulah

Insan yang suka mendeskripsikan masalah dengan gaya santai

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

"Lockdown" nya Logika dalam Menyikapi Informasi

23 Maret 2020   19:11 Diperbarui: 23 Maret 2020   19:27 127
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Seperti sebuah tradisi dalam penggunaan media sosial Whatsapp atau WA, kabar beredar yang tak diketahui keasliannya dan tak bisa dipertanggungjawabkan selalu hadir. 

Beberapa jam setelah diumumkannya pasien positif Covid-19 di Provinsi saya untuk kasus pertama, muncul notifikasi dari grup WA. Satu grup kecil beranggotakan tiga orang yang lama tidak aktif, kembali hidup. 

Kali ini salah satu teman saya, membagikan sebuah gambar. Bukan gambar yang berisi informasi terkini masalah Covid-19 ataupun kesehatan lainnya, melainkan sebuah tafsiran. 

Jika zaman dulu, Ibnu Katsir menafsirkan Al-Qur'an ataupun Socrates manafsirkan komunitas sosial, teman saya ini malah ikut menafsirkan tentang wabah Covid-19. 

Layaknya seorang mufasir, gambar itu memuat penjelasan satu persatu huruf yang merangkai "Covid-19". Seperti, C untuk Cuci tangan dan seterusnya. Malah seperti sebuah adegan komedi jadinya (A!!! Anaknya suka nabung; sahut penonton, S!!!...).

Tak berselang lama, grup bapak-bapak komplek beserta istri di WA juga ikutan rame. Bahasannya sangatlah meyakinkan. Kali ini bersumber dari sebuah screenshot dari laman Facebook. Isinya juga begitu meyakinkan tentang penyemprotan racun Covid-19 yang akan dimulai dari jam 11 malam. 

Oleh karena itu, alangkah bijaknya masyarakat setempat tidak keluar rumah pada jam yang ditentukan. Demi menyelematkan kehidupan galaksi ini, saya pun mesti crosscheck keabsahan informasi tadi. 

Pada halaman informasi kemenkes pusat ataupun BNPB, tidak ada intruksi tersebut. Singkatnya, informasi seleweran dari Facebook tadi dipastikan hoax. Tapi sempat beredar beberapa jam. Menyedihkan.

Sudah berapa kali setidaknya saya menemukan informasi ataupun hal yang berkenaan dengan situasi sekarang yang ternyata tak dapat dibuktikan kebenarannya. Dua kasus diatas yang saya jabarkan hanyalah sebagian kecil dari banyaknya kasus lainnya yang beredar di dunia maya. 

Akses informasi yang tak terbatas, membuat siapapun berhak untuk "melegalkan" pikirannya. "kebohongan yang dikatakan terus menerus akan menjadi sebuah kebenaran", pernyataan tersebut sepertinya sangat relevan kini.

Jika sebuah kebohongan yang terus dipublikasikan nantinya akan dianggap sebuah kebenaran, maka seharusnya ada tahapan yang dilalui oleh sang penafsir lebih dulu yang mana dalam hal ini yaitu orang yang menerima informasi. 

Pada sebuah kesempatan, kita seringkali menganggap diri sendiri adalah kebenaran. Dilansir dari Psychology Today, bahwa terdapat kecenderungan kita menerima informasi yang membenarkan pikiran kita sendiri dan menolak segala yang bertentangan. Masalahnya adalah, orang seringkali lupa dan tidak ingin merasa salah ketimbang mengakui kelemahannya tersebut.

Alasan lainnya yang memungkinkan kita seringkali percaya kabar bohong adalah kemalasan untuk mencari jawaban. Akses luas dan banyak melalui internet, membuat orang lebih suka membaca headline ketimbang isinya. 

Maka jangan salahkan orang yang sering membuat konten click bait, karena memang kitanya saja yang suka diberi makan konten tersebut. Wajah buruk rupa, cermin yang disalahkan.

Padahal, jika ingin sedikit menggunakan pikiran, seharusnya pada setiap berita tidak hanya mendapatkan sebuah jawaban, mesti perlu juga menimbulkan sebuah pertanyaan. 

Dari mana ini berasal? siapa yang membuatnya? untuk apa ini? apakah ada pendapat lainnya?, nyatannya pertanyaan tersebut tidaklah muncul, yang muncul justru anggukan dan cercaan untuk orang yang berpendapat beda.

Ada sebuah keuntungan psikologi juga ketika mendapati situasi sekarang. Orang-orang yang terlampau panic akan menerima apapun yang dihadapannya, termasuk berita yang tidak dapat dipertanggungjawabkan. 

Panik terkadang tak selalu muncul dengan ekspresi fisik, ia hadir dalam pikiran. Ia dapat diarahkan kesini dan kesana oleh suara-suara yang menuntunnya yang bahkan tidak diketahui rupanya dan asalnya darimana. 

Namun bagaimanapun juga, panik adalah emosi yang lazim dirasakan oleh setiap manusia. Tetapi apalagi saran yang paling bagus untuk mengatasinya selain mencoba untuk tenang dan cobalah gunakan logika dan penalaran.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun