Mohon tunggu...
wahy
wahy Mohon Tunggu... -

twitter @wahysaleh

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Naik ke Puncak Demokrasi Bersama Fahri "Sang Marbot" Capres 2019

28 Januari 2018   20:42 Diperbarui: 28 Januari 2018   21:31 1185
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dari orang-orang Yunani ke founding fathers sampai ke ilmuwan politik modern, demokrasi telah disalahpahami sebagai latihan rasionalitas. Pemilih digambarkan sebagai individu yang dibebani intelektualitas, seperti melihat masalah dan menimbang kepentingan mereka, karena memiliki kemampuan untuk memahami "kebenaran" dan melihat melalui "distorsi". Tapi ini sama sekali bukan cara kerja masyarakat.

Pemilih tidak memutuskan siapa yang harus dipilih dengan menimbang biaya dan manfaat obyektifnya. Mereka tidak menghitung mesin, tapi emosional manusia dan moral. Mencari sebuah makna untuk memahami kehidupan politik, menyusun naluri besar di mana mereka berada, di mana posisi mereka berada sekarang, dan ke mana mereka akan pergi di masa depan.

Kandidat capres adalah tokoh dalam drama sosial ini, menempatkan diri mereka sebagai protagonis heroik dan idealis, Masyarakat yang menilai pertunjukan perubahan bentuk ini, membuat identifikasi, tanpa berhitung. Mereka mendukung karakter yang tampaknya memberi penegasan dan harapan hidup tanpa menjadi deutragonis yang memberi besar peluang protagonis untuk menipu, karena ketidakmampuan mendeteksi & menilai kandidat yang hanya dari tampaknya berbahaya & jahat atau benar-benar jahat & berbahaya.

Kandidat yang mengikuti audisi Presiden bertujuan untuk menjadi representasi kolektif, simbol yang mewujudkan kualitas terbaik warga negara dan bangsa. Jika seorang kandidat berhasil melambangkan "Indonesia" dengan baik, izinkan dia untuk menyelenggarakan pemerintaha.

Naik saja Fahri

Jadi kita kembali ke tempat kita memulai mendaki pasca reformasi, hukum kita gagal mendaki karena tebang pilih pohon di jalur pendakian yang membuatnya jatuh tergelincir, untuk mengatasi ketidakadilan yang kita dihadapi saat-saat ini, maka teruslah berusaha naik, atau setidaknya menahan diri untuk tidak ikut tergelincir jatuh lebih jauh lagi dengan rezim ini.


Tapi jika kita tidak bisa melepaskan diri dari cita-cita politik yang aneh seperti pencitraan, maka akan sulit bagimu untuk hanya sekedar berkeinginan untuk naik karena merasa nyaman dibawah, tanpa tahu telah tergelincir, Seperti KPK yang memberi mimpi surga dengan OTT nya itu melenakan kita untuk sekedar berani bermimpi memberi pembanding apakah akan ada yang lebih baik dari KPK dengan OTT nya?

Melepaskan diri dari yang kita bayangkan baik memang sulit, dibandingkan dengan idealitas murni, keadilan yang sempurna, status quo pasti selalu terlihat sangat baik, dan barangkali tanpa henti begitu selama berkuasa, memposisikan dirinya sedang naik padahal tanpa mendaki, dan terus menyarankan bahwa segala sesuatunya akan menjadi lebih buruk apabila mereka turun.

Itu membawa kita kembali kedalam pilihan moral yang dihadapkan dalam pemilihan presiden nanti, Bagi mereka yang terpesona oleh visi utopia, pilihannya mungkin tampak tidak signifikan. Sekali lagi kita dihadapkan pada pertanyaan: Apa perbedaannya begitu besar antara preman otoriter rasis dan teknokrat imperialis? Apalagi yang layak kita simpan dalam sistem yang dicurangi secara menyeluruh dan benar-benar tidak adil?

Tapi sebenarnya sistem kita tidak sepenuhnya benar-benar tidak adil. Dan inilah sifat dari kebenaran yang menjelaskan perbedaan antara preman dan teknokrat, kurang lebih mungkin Bung Fahri representasi kolektif dari fungsi Masyarakat terhadap, beragam, saling toleransi, yang bebas mengamati.

Itulah sebabnya kami ingin berhasil mendapatkan ketinggian saat mendaki menuju keadilan yang lebih besar bersama Fahri. kita ingin naik lebih tinggi lagi, dengan mempertahankan keterbukaan yang kita dapatkan nanti. Tetapi kita tidak bisa melakukannya, jika kita gagal mengenali musuh sedari awal yaitu pemimpin yang secara terbuka memusuhi keberagaman dan toleransi, itu adalah ancaman serius bagi keterbukaan Masyarakat, dan itu menuntut tanggapan khusus.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun