Mohon tunggu...
Wadji
Wadji Mohon Tunggu... Dosen - Ketua Umum Perkumpulan Ilmuwan Sosial Humaniora Indonesia (PISHI)

Love4All

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Artikel Utama

Nadiem adalah Ujian bagi Zaman Kalabendu

4 Agustus 2020   21:05 Diperbarui: 5 Agustus 2020   08:41 1518
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Nadiem Makarim (Dok. Kemdikbud)

Mundurnya tiga ormas besar itu disinyalir karena seleksi pemilihan Program Organisasi Penggerak tersebut dinilai tidak jelas.

Belakangan, sekalipun Nadiem telah menyatakan permohonan maaf, ormas-ormas tersebut masih bersikukuh untuk tidak bergabung dalam program ini.

Sebagai seorang pejabat negara, Nadiem Makarim telah menunjukkan sikap kerendah-hatiannya, sebuah sikap yang jarang muncul dari pejabat negara.

Terlepas dari benar salahnya kebijakannya yang menuai kontroversi itu, Nadiem telah berusaha untuk menurunkan ketegangan publik. Nadiem telah menunjukkan unggah-ungguh sebagai anak muda kepada orang tua, apa yang selayaknya diperbuat oleh yunior kepada seniornya.

Polemik tentang Nadiem Makarim hingga kini masih terus bergulir. Berita-berita panas tentang petualangan Djoko Tjandra tak mampu menutupi hangatnya perbincangan tentang Mas Menteri, panggilan akrab Nadiem Makarim. Ada yang teriak lantang agar ia mengundurkan diri dari jabatannya sebagai Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, tetapi tidak sedikit pula kalangan yang membelanya.

Caci-maki tidak hanya datang dari "oposisi" pemerintah saja, tetapi datang pula dari "orang dalam", bak dihinggapi penyakit latah beramai-ramai menyerangnya pula. 

Motif politik di baliknya pun amat kentara ke permukaan. Seakan memancing di air keruh, Mas Menteri telah menjadi umpan yang menarik bagi segolongan orang yang hobi duduk di "pinggir kolam pemancingan". Jagat pendidikan kita telah diramaikan oleh hiruk pikuknya kepentingan, yang barangkali jauh dari dunia pendidikan.

Sejak kemunculannya sebagai pejabat publik, Nadiem memang telah menuai kontroversi. Situasinya pasti akan berbeda, bila Nadiem Makarim adalah sosok yang diusung oleh partai politik, atau direkom oleh ormas besar. 

Nadiem adalah ujian bagi presiden yang mengangkat menteri dari kalangan profesional. Nadiem adalah ujian bagi presiden yang harus mengabaikan tekanan terhadap sosok yang "ontang-anting" tanpa memiliki cantolan partai politik dan dukungan ormas besar. Nadiem adalah ujian di zaman ketika mayoritas bisa menggunakan kekuatannya secara sewenang-wenang, bahkan jika perlu, pemerintah pun harus didekte.

Nadiem adalah ujian di zaman ketika minoritas tak mendapatkan panggung yang layak untuk bersura, sebagaimana lantangnya mayoritas berteriak, entah benar entah salah, namun dianggap sebagai patron kebenaran, dan membius sebagian pikiran publik yang pada dasarnya memang suka membeo. 

Nadiem adalah ujian di zaman ketika orang masih terbius ungkapan "Enak jamanku to" dan suka bernostalgia dengan masa lalunya. Nadiem adalah dikotomi baru dan lama. Yang lama selalu dianggap lebih layak dan berjasa, dan yang baru selalu dinilai sebelah mata.

Akhirnya, Nadiem adalah ujian di zaman kalabendu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun