Mohon tunggu...
Wachid Hamdan
Wachid Hamdan Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Sejarah, Kadang Gemar Berimajinasi

Hanya orang biasa yang menekuni dan menikmati hidup dengan santai. Hobi menulis dan bermain musik. Menulis adalah melepaskan lelah dan penat, bermusik adalah pemanis saat menulis kehidupan.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Secangkir Kopi Hitam

24 April 2023   14:29 Diperbarui: 26 April 2023   08:06 293
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

 Sebuah warung kecil berdiri di pojok kampung bernuansakan persawahan itu tidak pernah sepi. Mulai yang datang untuk nongkrong, merenung, dan ada juga yang menjauh dari amukan istri, datang ke warung dan memilih duduk mojok di bangku paling ujung, tampak lucu dengan wajah merengutnya. Desain yang di dominasi dari bahan bambu itu membentuk kedai yang kental sekali dengan nuansa klasik. Tulisan, "Kedai Kopi Togar," tampak gagah di bentuk dari lukisan tangan. Kopi yang diracik si empu kedai laksana teman karib bagi pelangganya. Tidak buka sehari saja, ia akan banyak mendapat pertanyaan: Mengapa tidak buka? Apakah kau sakit, Togar? Dan sejenisnya.

Bulir kopi tampak hancur saat Togar mengayunkan tumbukan yangterbuat dari batu kali itu. Saat air panas mencumbu bubuk kasar, aroma pekat kopi Mengudara bebas, terbang bersama dinginya angin malam. Atap kedai dari terpal itu banyak menyimpan kisah dari orang-orang yang datang. Tingkah laku yang jamak di temui, Togar menyerahkan gelas kopi; si pembeli menerima dan menghirup uap kopi; senyuman yang tersungging dari para pembeli akan kalian lihat di tiap-tiap malam yang di hiasi kartu remi. Di sebelah meja kasir, berdiri gagah replika jam gadang setinggi dada orang dewasa. Simbol khas kota Bukittinggi, Sumatra itu akan berdentang menyelingi tawa para pengunjung.

 "Mantap nian, Bang! Racikan kopi kau ini," puji Suheni langganan tetap kedai sambil menyeruput cangkirnya dengan mata terpejam.

Bang Togar hanya tersenyum ketika di puji seperti itu. Semuanya di sini dapat menikmati kopi satu rasa. Ya, Togar hanya membuat menu kopi hitam pekat saja di kedainya. Tetapi sungguh! Tiada bandingan racikan khas dari kedai ini. Pisang goreng, kacang, singkong rebus, dan tempe mendoan adalah pemanis lain dari tempat ini. Di belakang, Togar hanya memperkerjakan Slamet. Seorang anak yatim piatu, yang ia rawat karena ditinggal kedua orang tuanya. Anak kecil itu hanya di bagi tugas untuk mencuci dan mengurus camilan yang di jual.

***

Terlahir di Daerah Bukittinggi, membuat Togar menjadi pria dengan watak tegas dan keras khas orang Sumatra. Ia sama seperti tetangganya, yaitu penikmat kopi. Memang, daerah tempatnya tinggal komoditas kopi dapat di temukan secara mudah. Di lereng-lereng bukit dapat kalian temui ratusan pohon kopi dengan biji merahnya yang eksotis.

"Mamak, Togar mohon izin merantau keJawa!"  pamit Togar di suatu hari.

"Ada apa memang, Nak? Bukannya kebun kopi kita itu masih cukup untuk memenuhi kebutuhan kita?" timpal mamak yang paham arah pembicaraan Togar.

Keduanya kini tengah duduk di teras rumah panggung. Dua cangkir kopi dan singkong rebus menemani obrolan mereka. Sebenarnya sudah sejak seminggu lalu, togar meminta izin untuk merantau ke ibu kota. Ia ingin mendapatkan pengalaman baru dan mencoba berkarier di Jawa. Mendapati jawaban mamak, Togar terdiam. Ia bingung harus berkata apa.

"Iya, Mak! Tetapi di sana aku ingin meraih cita-cita dan mencoba kehidupan baru, belajar lebih mandiri," tutur Togar akhirnya.

Kening mamak berkerut, ditatapnya lekat wajah Togar. Sontak Keheningan tercipta di antara mereka. Angin sore berhembus lembut mengusap-usap ketegangan yang ada. Di samping kiri rumah, ricik kali kecil memberikan suasana damai. Merasa ada keinginan kuat dan tekad yang membara di mata anaknya, mamak akhirnya memilih mengalah, "yasudah, Nak! Kalau memang itu untuk menggapai cita-citamu, Yang penting kamu harus selalu ingat tanah kelahiranmu ini. Nanti mamak bicarakan dengan bapakmu."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun