Terhitung hari ini pemerintah resmi melarang para perantau untuk mudik pada lebaran Idul Fitri 1442 H, sontak kebijakan ini dinilai banyak pihak tak logis apalagi populis begitu juga yang dirasakan oleh penulis yakni tragis.
Alasan mudik dilarang karena 'sipemudik' dituding bakal menjadi klaster baru penyebar virus corana yang kehadirannya dulu cukup mencekam di awal maret tahun 2020 setahun lalu.
Ketika itu, setiap kita dihinggapi rasa takut berlebihan apalagi pasca menonton dan membaca pemberitaan ganasnya serangan virus yang pertama lahir di Wuhan, Tiongkok dan itu dulu, ya dulu. Â
Kita semua disiplin, bermasker, rajin cuci tangan, jaga jarak, bersalaman pun enggan sekali dan nyaris kita tak pernah kontak fisik dengan manusia manapun, bahkan tanpa terkecuali dengan anak istri.
Keluarga yang datang dari luar daerah terlebih dahulu 'dizolimi' selama 14 hari, eh maksudnya diisolasi. Kedatangannya disambut semprotan cairan disinsfektan, pokoknya kelakuan kita ketika itu lebay banget-lah.
Setiap kita pulang ke rumah langsung mandi dan seluruh pakaian diganti, melepas masker saja ketika diluar rumah tak berani bahkan serasa diganjar dosa besar, saking takutnya kita kala itu.
Berjalan waktu ada hal yang paling mengenaskan dari isu Corona itu yakni perekonomian warga yang porak poranda, diluluhlantakkan oleh si Corona jahanam tersebut, kita dipaksa 'stay at home' alias di rumah saja.
Subsidi pemerintah memang ada, namun selain menjadi konflik baru ditengah masyarakat ya namanya bantuan mana cukup, akhirnya warga mulai nekat tetap beraktifitas di luar rumah demi memenuhi kebutuhan isi perut.
Melihat kondisi tersebut, pemerintah-pun 'gaduh' maka keluarlah kebijakan 'new normal' atau tatanan kebiasaan baru, pada tatanan kehidupan baru inilah 'stay at home' dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Roda perekonomian jalan prokes tetap di tegakkan.
Aktifitas terpaksa nyaris seperti kondisi semula namun masih diikat dengan yang namanya protokol kesehatan alias Prokes. Namun diawal-awal launching 'new normal' prokes masih jalan, berkerumun-pun masih di bubarkan polisi.
Berita penambahan kasus konfirmasi kala itu masih kita ikuti hari perhari, dan penambahan kasus selalu mendebarkan, bahkan mendengar keterangan pers Achamd Yurianto selaku jubir gugus tugas Covid-19 Nasional secara seksama kita nanti.