Mohon tunggu...
Veronika Gultom
Veronika Gultom Mohon Tunggu... Programmer/IT Consultant - https://vrgultom.wordpress.com

IT - Data Modeler; Financial Planner

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup

Berbagi Data Pribadi

20 Oktober 2017   00:18 Diperbarui: 20 Oktober 2017   01:30 394
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Baru-baru ini saya membaca lagi ulasan tentang bahayanya meng-upload tiket pesawat atau boarding pass ke media sosial karena ada barcode yang memungkinkan terbukanya informasi dibalik barcode tersebut. Menurut pengertian saya, sebenarnya bukan cuma barcode itu saja yang dapat membuka informasi, tetapi data yang lain yang terdapat dalam boarding pass tersebut pun dapat membuka informasi lebih banyak. Setahu saya, barcode adalah bentuk lain data agar dapat dibaca oleh scanner yang menggantikan keyboard. 

Jika scanner tidak dapat membaca barcode tersebut, mungkin karena scanner bermasalah, tentunya petugas masih bisa menginput data yang sama lewat keyboard. Data yang sama itu pastinya bukan berbentuk barcode, namun dalam huruf alphabet atau angka-angka biasa yang terbaca, yang juga terdapat dalam boarding pass. Berarti bukan bagian barcode itu saja yang dapat mengungkap informasi. Jadi menurut saya, sebaiknya tidak perlu memamerkan boarding pass kepada dunia lewat media sosial. 

Selain itu, terkadang seseorang tidak menyadari bahwa dia membuka personal data yang seharusnya tidak perlu atau "jangan" di media sosial, lewat foto atau pun statusnya. Misalkan mengunggah foto ulang tahun lengkap dengan kue dan lilin angka yang menunjukan usia dengan ucapan yang membuat dunia media sosial tahu tanggal ulang tahun dan tahun kelahiran. Sadarkah Anda bahwa tanggal lahir adalah salah satu data yang dipakai oleh bank untuk memverifikasi data perbankan Anda?

Demikian pula dengan foto batu nisan, acara pemakaman yang menunjukan nama, tanggal lahir, tanggal wafat orang yang meninggal. Jika itu ibu kita...nama ibu kita adalah juga salah satu yang ditanyakan oleh bank untuk meyakinkan pihak bank dalam verifikasi data.

Selain itu, sering saya jumpai orang-orang tua yang begitu bangganya menceritakan kesuksesan anak2nya pada orang yang baru dikenal. Tanpa disadari mereka sudah membuka data keluarga pada orang asing. 

"Anak saya yang pertama tinggal di Amerika, yang kedua tinggal di Singapore, yang ketiga di Australia. Mereka semua pulang setahun sekali di hari lebaran saja" 

"Oh jadi Bapak hanya tinggal berdua dengan istri saat ini?"

"Betul, cuma berdua saja. Saya senang kalau anak2 saya datang dihari raya"

Bukankah dari pembicaraan tersebut, orang menjadi tahu kondisi sehari-hari di rumah Bapak tersebut?

Suatu hari Ayah saya yang sudah tua menerima telpon pada tengah malam dari orang tak dikenal yang menyatakan salah satu saudara laki-laki saya ditangkap karena narkoba. Saking paniknya ayah saya bertanya,"Siapa, si Agus?" Padahal orang disebrang telpon sebenarnya tidak tahu nama saudara laki-laki saya, namun karena kaget, ayah saya menyebutkan nama. Untunglah saya ambil alih telepon sehingga 'data' yang tersebar tidak lebih banyak lagi. 

Begitulah terkadang orang tidak menyadari bahwa dia sendiri yang membuka 'pintu' bagi orang yang berniat tidak baik terhadap dirinya dan keluarga. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun