Mohon tunggu...
Mauraqsha
Mauraqsha Mohon Tunggu... Wiraswasta - Staff Biasa di Aviasi.com

Penggemar Aviasi namun terjun di Pariwisata, berlayar pilihan pertama untuk liburan, homestay dan farmstay piihan pertama untuk penginapan.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Apa Kabar ASEAN Open Sky Policy?

2 Juli 2022   13:39 Diperbarui: 2 Juli 2022   14:20 2303
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bendera negara anggota ASEAN (foto : eco-business.com)


Tidak semua bandara di Indonesia diberlakukan  pada kebijakan ini melainkan hanya 5 bandara yaitu bandara Soekarno-Hatta, Ngurah Rai, Kualanamu, Juanda dan Sultan Hasanuddin sehingga maskapai negara negara ASEAN hanya bisa terbang ke lima bandara ini dalam penerapan kebijakan ini tanpa adanya kerjasama atau persetujuan antar Pemerintahan (referensi 3).


Tambahan lain adalah walaupun bisa terbang ke lima bandara tersebut, maskapai maskapai di negara ASEAN akan bergantung pada ketersediaan slot pada lima bandara ini dengan melihat kapasitas masing masing bandara.


Dengan melihat ini, Indonesia masih belum membuka kota kota non utama kepada maskapai maskapai asal 9 negara ASEAN lainnya, hal yang sama dilakukan oleh Filipina dan Laos.


Apakah dampak dari catatan tambahan ini ? yang jelas bahwa ini dimaksudkan untuk melindungi maskapai nasional pastinya dalam memberikan pelayanan penerbangan khususnya pada rute rute domestik.


Apakah ini dapat dilihat sebagai belum siapnya maskapai nasional untuk bersaing dengan maskapai negara lain di rumahnya sendiri? jawabannya diserahkan kepada masing masing individu.


Pada sebuah forum seminar yang diadakan oleh Kementrian Perhubungan pada tahun 2010 yang lalu terdapat beberapa penolakan atas kebijakan langit terbuka ASEAN ini diantaranya dengan dasar kesiapan bandara dan maskapai nasional yang di dominasi dengan pesawat tua serta menganjurkan untuk memberlakukan kebijakan yang adil baik pada maskapai nasional yang hendak terbang ke negara ASEAN maupun maupun maskapai negara ASEAN yang hendak melayani penerbangan ke Indonesia.


Pertanyaan kemudian timbul, segitu ragu kah maskapai nasional untuk bersaing dengan maskapai lain negara negara ASEAN, padahal maskapai nasional kita dapat dikatakan sudah dapat berbicara di persaingan dunia dan bahkan salah satu maskapai kita dengan bangga mendapatkan rating bintang 5 dari Skytrax.


Pertanyaan lainnya adalah bukankah dengan adanya persaingan akan menciptakan persaingan harga dengan tetap mengacu pada tarif batas atas dan bawah selain dari banyaknya pilihan maskapai  kepada pengguna serta mengakhiri duopoli penerbangan nasional ?.


Beberapa pihak memang menilai bahwa maskapai yang akan diuntungkan dengan kebijakan ini adalah maskapai yang berbiaya rendah atau LCC, namun bukankah kita juga sudah memiliki beberapa LCC dan jumlahnya bertambah kini ?.


Namun dari semua pertanyaan semua diatas, ada sebuah pertanyaan yang lebih utama lagi sebelum kita memberikan penolakan atas kebijakan ini yaitu apakah jumlah armada pada maskapai nasional kita sudah cukup mengakomodasi permintaan dengan lonjakan yang dapat terjadi di masa mendatang pada kursi kursi penerbangan ke seluruh bandara di Indonesia ?


Jika sebelum Pandemi sebuah maskapai dapat mendapatkan porsi 40% dari total kursi pada penerbangan domestik, apakah maskapai tersebut masih dapat meraih itu dengan banyaknya armada pesawat mereka dikembalikan ke pihak leasing ?.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun