Pabrikan pesawat Boeing memang menjadi perhatian banyak pihak sejak beberapa tahun terakhir ini dan masih berlangsung dengan banyaknya hal hal yang terungkap dan bertubi tubi.
Dari semua hal yang terjadi, persaingan menjadi  dasar bukan dengan kecurangan namun justru dengan melalaikan keselamatan yang menjadi hal yang utama, prioritas yang tak bisa di kompromikan dengan apapun.
Keselamatan dalam hal ini pada produknya yang justru seharusnya melambangkan komitmen pabrikan pesawat akan keselamatan penerbangan khususnya penerbangan komersial.
Semua yang terjadi pada Boeing bisa dikatakan bermula ketika pesaingnya yaitu Airbus mengeluarkan produk A-320 Neo dengan menggunakan mesin yang dapat mengirit penggunaan bahan bakar hingga 50% tapi mesin itu berukuran lebih besar dari mesin sebelumnya.
Bagi Airbus memasang mesin dengan ukuran besar tersebut karena pada dasarnya pesawat A-320 memang agak tinggi dibanding Boeing B-737.
Pihak Boeing pun melihat hal tersebut sebagai ancaman terhadap produk mereka pada keluarga B-737 dan mengeluarkan mesin yang sama pada generasi terbaru mereka pada keluarga B-737 yang diberi nama Max.
Namun permasalahan timbul karena jarak antara permukaan dengan rentang sayap yang tidak cukup tinggi untuk memasang mesin yang berukuran lebih besar itu, maka pihak Boeing memutar otak dalam waktu yang terus berjalan.
Pada akhirnya mereka memutuskan untuk memasang mesin di bagian atas sayap, tidak seperti pada pesawat mereka lainnya yang berada dibawah sayap, hal ini yang justru menjadi biang kerok.
Pemasangan mesin pada bagian atas pesawat akan membawa beban lebih berat kepada pesawat ketika takeoff dan ini akan membuat pesawat terangkat ke belakang dan bisa mengakibatkan hilangnya daya angkat dan mengakibatkan pesawat pada kondisi stall.
Pihak Boeing pun menyadari itu yang kemudian memasang software dengan nama Maneuvering Characteristics Augmentation System (MCAS) yang berfungsi untuk menjaga supaya badan pesawat tidak terangkat ke belakang tadi itu.