Mohon tunggu...
Syaripudin Zuhri
Syaripudin Zuhri Mohon Tunggu... Administrasi - Pembelajar sampai akhir

Saya senang bersahabat dan suka perdamaian. Moto hidup :" Jika kau mati tak meninggalkan apa-apa, maka buat apa kau dilahirkan?"

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Ahok Setelah Jadi Gubernur “Ngarep” Menjadi Presiden

29 Januari 2016   10:22 Diperbarui: 29 Januari 2016   11:41 18
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Sumber gambar: http://klear.com/profile/invictusnews"][/caption]Basuki Tjahaya Purnama, yang lebih dikenal dengan sebutan Ahok, adalah gubernur DKI yang keren habis, berani pasang badan buat rakyat yang dipimpinnya, wajar kalau Ahok ingin menjadi Presiden. 

Masih tentang Ahok, Gubernur langkah yang fenomenal, persis pendahulunya, Jokowi, yang sekarang menjadi Presiden RI ke7. Hanya gayanya yang berbeda, Ahok meledak-ledak, kalau Jokowi kalem, tapi menghanyutkan, keduanya sama-sama bergerak untuk rakyat, dan berani pasang badan buat rakyat, jarang pejabat atau pemimpin seperti mereka berdua, jikapun ada, masih dalam hitungan kedua jari tangan di Indonesia.

Bayangkan segitu banyak gubernur, bupati, wali kota di seluruh Indonesia, namun yang muncul di permukaan yang mendapat porsi berita begitu banyak, hanya beberapa orang saja, yang menjadi media darling seperti Jokowi saat menjadi wali kota dan gubernur, tak banyak. Yang muncul adalah Ahok, Ridwan Kamil, Bu Risma dan Ganjar. Merekalah gubernur dan wali kota yang sepak terjangnya membuat rakyat suka dan pembangunan di daerah masing-masing maju pesat.

Kembali ke Ahok yang pada Pilkada 2017 mendatang kelihatannya akan maju lagi, dan akan dideklarasikan pada 1 Mei 2016 mendatang, kita lihat nanti. Mengapa Ahok maju lagi? Seperti yang saya tulis kemarin dengan judul” Bila Ahok menang 2017, maka Ahok capres 2019” ini bukan omong kosong atau mengada-ada. Tulisan kemarin itu berkaitan dengan acara Kick Andy tahun 2015 yang lalu, ketika Ahok menjadi narasumber Andy, dengan becanda Ahok mengatakan ” ngarep jadi presiden, bolehkan”. Ini omongan politikus tulen dan itu dibuktikan oleh Ahok.

Ahok sebenarnya polikus “kutu loncat” juga, pindah dari satu partai ke partai lain, dan yang terakhir di Gerindra, sehingga Ahok bersama Jokowi dicagubkan pada Pilkada 2012 lalu dan menang. Sekarang Ahok sudah keluar dari Gerindera dan menabuh “genderang perang” tidak akan maju di Pilkada 2017 mendatang lewat jalur partai, Ahok akan maju lewat jalur independent dengan cara mengumpulkan tanda tangan sebesar, kalau tak salah, 27 persen dari jumlah pemilih. Jadi Ahok membutuhkan tanda tangan, tak kurang dari kurang lebih 500 ribuan tanda tangan, dan konon oleh teman Ahok sudah melebihi batas tersebut, namun targetnya sampai 1 juta tanda tangan pemilih, dan itu akan tercapai, kata teman Ahok lagi, akhir 2016 nanti, benar tidaknya, ya kita lihat saja nanti.

Namun yang jelas Pilkada DKI 2017 memang akan seru, karena begitu banyak kandidatnya, yang entah bernafsu menjadi orang nomor satu di DKI atau karena memang benar-benar punya niat membela kepentingan rakyat Jakarta, untuk yang satu ini saya tak tahu, karena tersembunyi di hati masing-masing. Namun kalau dilihat sepak terjang Ahok selama ini, ya oke-oke saja, hanya memang Ahok kalau mau menang telak dalam Pilkada 2017, ya kurangi marah-marahnya, kurang emosinya, kurangi gaya koboinya, kurang marah-marahnya di depan umum, mengapa? Karena Ahok itu gubernur dan gubernur itu bukan hanya pejabat negara, tapi juga pemimpin rakyat, dan seorang pemimpin betapa pun bagus kenirjanya, kalau mulutnya, maaf, “ember” ya kurang elok juga, iya kan?

Walau ada yang mengatakan” melarang Ahok marah-marah, sama sulitnya dengan mengatakan agar anggota DPR jujur”, waduh inikan sudah menjadi stigma yang negatif jadinya. Ahok jelas ketika marah ada sebabnya, marah tanpa sebab, memangnya orang gila! Begitu juga anggota DPR, tak semuanya buruk, banyak juga yang baik. Jadi kalau Ahok itu marah, pasti ada sebabnya, dan sebab itu macem-macem. Bisa karena Ahok dibohongi anak buahnya, bisa karena memang Ahok disudutkan, bisa karena memang watak dasarnya Ahok, bisa karena data yang diterima Ahok sudah dimanipulasi dan lain sebagainya.

Siapa bilang Ahok jahat? Kalau Ahok jahat tak akan menjadi Gubernur, tak jadi Bupati, tak dipercaya menjadi anggota DPR dan lain sebagainya. Ahok dinilai jahat, ya oleh pejabat-pejabat yang korup, oleh pejabat-pejabat yang dipecat Ahok, dan Ahokpun tak serta merta memecat bawahannya tanpa kesalahan, sebab kalau Ahok memecat bawahannya tanpa ada sebab kesalahan bawahnya itu melanggar HAM, hak asasi manusia di bagian politik, hal tersebut dilindungi oleh UUD 1945 di pasal 28, yang isi pasal tersebut dari point A sampai J, isinya tentang HAM semuanya. Jadi anak buahnya yang dipecat bisa menuntut kepengadilan tata usaha negara ( PTUN), namun sejauh ini, saya tak pernah membaca, ada anak buah Ahok yang dipecat lantas membela diri, karena merasa benar ke PTUN, tanya kenapa?

Jadi Ahok terlepas dari gaya koboinya, sudah benar kinerjanya, dan siap pasang badan untuk Jakarta, bahkan Ahok sudah “mewakafkan” jiwa raganya demi bangsa negara, keren habis! Dan itu tak main-main, Ahok sudah mengasuransikan harta bendanya, jika terjadi apa-apa pada dirinya, keluarganya tak perlu kwatir, karena sudah diansuransikan, aman! Coba itu, mana ada pejabat yang sampai bertindak sejauh itu, sampai sudah siap mati, demi jabatan yang diembannya, sampai-sampai urat takut Ahok sudah hilang. Itulah Ahok.

Jadi siapa bilang Ahok tak punya ambisi kekuasaan? Bohong besar. Mengapa? Karena Ahok juga politikus, seorang polikus tulen, yang untuk mengejar ambisinya itu Ahok sampai harus lompat dari satu partai ke partai lain, bukankah ini berarti Ahok politikus “kutu loncat” juga? Kalau istilah ini dikenakan pada politikus lainnya bisa berarti negatif, tapi ketika istilah ini ditempatkan pada Ahok, teman Ahok bisa diam seribu bahasa, dan bisa saja dibalik, itu bukan yang negatif, itu “kutu loncat” yang bagus, karena lompatan cepat dan menarik, hingga akhirnya Ahok menjadi Gubernur.

Jadi istilah buat politikus “kutu loncat”pun bisa positif, bisa negatif, tergantung siapa yang menggunakannya. Kalau lawan yang menggunakan jelas itu negatif, tapi kalau teman yang menggunakan tentu saja menjadi positif. Hal tersebut berlaku pada Ahok juga, siapa teman Ahok dan siapa lawan Ahok mulai terlihat. Dan karena ini politik, bisa saja ada pemutar balikan fakta, yang tujuannya agar bisa menang dalam pilkada.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun