Mohon tunggu...
Syaripudin Zuhri
Syaripudin Zuhri Mohon Tunggu... Administrasi - Pembelajar sampai akhir

Saya senang bersahabat dan suka perdamaian. Moto hidup :" Jika kau mati tak meninggalkan apa-apa, maka buat apa kau dilahirkan?"

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Orang Gila di Negara Tetangga

14 Februari 2018   21:36 Diperbarui: 14 Februari 2018   21:41 846
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Nah repotkan menjelaskan tetang kegilaannya orang gila. Sumber;antonsaputrakelana.blogspot.com

Konon di negeri tetangga banyak sekali aturan yang menyebabkan rakyat sukar bergerak, konon negeri tetangga ini punya pasal dalam undang-undang dasarnya yeng menjamin kebebasan bersuara, berkumpul, mengeluarkan pendapat, mimbar bebas dan lain sebagainya. Namun konon pula negeri tetangga sangat peka dengan yang namanya kritik. Kritikan seperti barang yang menjijikan yang harus dibuang jauh-jauh.

Untuk berbagai alasan menahan laju kritik yang katanya kebablasan, negeri tetangga itu sampai harus membuat undang-undang agar anggota dewan, yang katanya dihormati, di negeri tersebut terjaga marwahnya, terjaga wibawanya, jadi sebenarnya siapa yang harus dihormati di negeri tetangga tersebut? Wakilnya atau yang diwakilkan? Konon pula katanya mereka punya sebuah dewan yang mewakili rakyatnya, jadi rakyat  tak boleh mengkritik dewan yang mewakilinya, dewan negeri tetangga ini sampai lupa, bahwa mereka adalah wakil rakyat, bukan rakyat yang mewakili mereka.

Aneh memang negeri tetangga sebelah ini, menjelang Pilkada di negara tetangga ini terjadi teror terhadap para ulamanya yang mewakili agama tertentu. Dan bila pembuat teror yang menyebabkan kematian ustad dengan gampang dijawab pembuat teror itu adalah orang gila, dan lucunya menurut pihak berwajib di negara tetangga peneror ulama atau ustadz rata-rata orang gila. Lucunya juga orang gila kok bisa punya rencana untuk meneror, sampai harus menunggu bermalam di tempat ibadah menunuggu suasana sepi.

Orang gila kok bisa punya rencana? Bukankah orang gila tak tahu dirinya gila, jangankan mengenal orang lain, ulama atau ustadz, mengenal dirinya sendiri orang gila tidak kenal, itu kalau gila beneran, itu yang diketahui umum. Namun di negara tetangga ini, orang gila secara beruntun muncul di tengah-tengah gejolak pilkada di negara tetangga ini. Katanya tak ada scenario, ini kriminal murni. Namun anehnya kok seperti ada benang merah yang dilakukan oleh orang gila-orang gila ini, kok sasasarnya ustadz, ulama atau para santri?

Sehingga negara sebelah sampai heran, kok bisa ya orang gila meneror dan yang diteror kok agama tertentu, kenapa ya? Negara tetangga ini seperti sedang menjadi sasaran untuk dibuat kacau menjelang Pilpres di negaranya. Sangat disayangkan negara tetangga ini, padahal negara besar, negara yang begitu kaya dengan sumber daya alamnya sampai bisa diacak-acak sedemikian rupa, sehingga diantara sesama anak bangsanya jadi saling curiga. Para pemeluk agama saling curiga satu sama lain, karena para tokohnya dijadikan sasaran terror, bukan lagi dengan kata-kata ancaman, tapi benar-benar dibacok dan dibunuh.

Tempat ibadah mereka pun dijadikan sasaran terror, jadi aneh bukan, tempat ibadah yang suci kok dijadikan sasaran amarah. Di negera tetangga ini Masjid , Gereja, Wihara dan lain sebagainya menjadi sasaran terror, ujung-ujungnya bila tidak waspada bisa-bisa antar ummat agama di negara tetangga ini akan saling bunuh, saling hantam, saling serang, saling caci maki, saling curiga, saling memata-matai dan lain sebagainya.

Waduh, ada apa dengan negara tetangga ini, kok bisa-bisanya para orang gila tersebut berkeliaran dan mencari sasasaran para ustadz, yang membuat miris bila yang dibunuh adalah ustadz atau yang dianiaya ulama, yang ditangkap atau dituduh adalah orang gila, sehingga bisa terbebas dari hukum. Namun bila yang terkena dari agama sebelah langsung yang menuju kata teroris dan kaum radikalis.  Ada apa di negara tetangga ini?

Lalu para tokoh di negara tetangga ini membuat tiori dan berbagai macam tiori dikeluarkan, salah satunya adalah memang ada scenario? Lalu siapa dalangnya? Lagi-lagi semuanya hanya bicara tiori, karena memang susah membuktikannya, karena ujung-ujungnya bisa terkena delik aduan. Tiorinya bisa dibantah, resikonya bisa terkena pasal pencemaran nama baik atau pasal kebencian atau juga terkena pasal penghinaan pada lembaga di negara tetangga ini. Repot bukan?

Lalu solusinya bagaimana? Ya tentu saja negara tetangga ini harus bisa memecahkan masalahnya sendiri, jangan mengundang negara lain untuk ikut campur, perbaiki  ranah hukum, keadilan , kesehjateraan rakyat dan lain sebagainya. Memang aneh, negara tetangga ini dalam soal keadilan dan hukum. Katanya banyak Bandar narkoba atau orang yang terkena hukum mati karena narkoba, tapi ga mati-mati setelah bertahaun-tahun di penjara, dihukum mati tapi ga mati-mati, memang aneh negara tetangga ini.

Lalu bagaimana dengan teror yang sedang terjadi ini? Negara tetangga ini benar-benar dibuat kusut para tokohnya. Jangankan rakyat, tokohnya juga sampai bingung, mau berbuat apa? Mau menuduh siapa dalangnya? Kok bisa terjadi teror muncul saat sedang ada Pilkada di negaranya, buatan siapa terror ini? Masa seperti serentak para orang gila bermunculan di tahun ini, tahun-tahun sebelumnya kok biasa-biasa saja. Ada apa dengan negara tetangga ini? Mengapa harus menggunakan teror untuk membuat rakyatnya takut?

Sampai tokoh sekaliber wakil ketua dewanpun tak berani mengutip pernyataan Presidennya, yang begitu normative, biasa saja, seperti tak terjadi apa-apa. Begitu kata wakil dewan negara tetangga di sebuah acara TV mereka, yang kebetulan acara tersebut sangat digandrungi oleh pemirsa di negara tetangga. Sehingga hampir setiap pekan acara ini ditunggu-tunggu pemirsa yang peduli pada masalah nasionalnya. Karena memang dibahas isu-isu yang terjadi pekan tersebut, dan acara tersebut mengundang para tokoh yang benar-benar menguasai bidang masing-masing.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun