Mohon tunggu...
Vioretha alya
Vioretha alya Mohon Tunggu... Universitas Airlangga

Mahasiswi, Anak Rumahan, Crocheting, and Cats!

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Power of Listening: Membangun Diri dan Hubungan yang Lebih Kuat

16 April 2025   17:41 Diperbarui: 16 April 2025   18:25 88
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dalam dunia yang serba cepat, kemampuan untuk mendengar baik kepada orang lain maupun kepada diri sendiri sering kali terabaikan. Padahal, mendengarkan secara aktif dan empatik adalah kunci dalam membangun konsep diri yang sehat dan hubungan interpersonal yang berkualitas.

Artikel ini membahas bagaimana mendengarkan orang lain dengan penuh perhatian dapat membangun rasa empati, memperkuat hubungan sosial, dan mengurangi kesalahpahaman. Di sisi lain, mendengarkan diri sendiri melalui refleksi, self-talk yang positif, dan kesadaran emosi membantu seseorang memahami siapa dirinya, serta menerima kelebihan dan kekurangannya. Dengan menggabungkan kemampuan mendengarkan, seseorang tidak hanya mampu menjalin hubungan yang lebih harmonis dengan orang lain, tetapi juga membangun konsep diri yang lebih positif.

Namun, di era digital ini, kebiasaan untuk mendengarkan secara mendalam semakin jarang dilakukan. Media sosial menjadi salah satu faktor yang mendorong komunikasi instan dan respons singkat, seperti komentar cepat, emoji, atau opini singkat yang sering kali muncul tanpa pemahaman mendalam terhadap konteks atau isi pesan yang disampaikan. Penelitian oleh Gearhart dan Maben (2019) menunjukkan bahwa dalam komunikasi digital, harapan terhadap kemampuan mendengarkan secara aktif dan empatik (Active-Empathic Listening/AEL) sangat tinggi, namun sering kali tidak terpenuhi, yang dapat mengurangi kualitas interaksi dan pemahaman antar individu.

Konsep diri adalah bagaimana cara seseorang melihat, menilai, dan memahami dirinya. Secara umum, konsep diri terdiri dari empat komponen yaitu citra diri (bagaimana memandang fisik dan kepribadian diri), harga diri (pandangan atau penilaian seseorang terhadap dirinya sendiri), diri ideal (gambaran tentang diri yang diinginkan), dan diri sosial (pandangan diri sendiri berdasarkan hubungan dengan orang lain). Konsep diri bukan hanya memengaruhi cara menjalani hidup tetapi juga membentuk cara berkomunikasi. Seseorang dengan konsep diri yang positif cenderung lebih percaya diri, mampu berkomunikasi interpersonal dengan baik. Sebaliknya, konsep diri yang negatif sering kali membuat seseorang menjadi sensitif atau bahkan menarik diri dari interaksi sosial.

Mendengarkan bukan sekadar membiarkan orang lain berbicara, namun memberikan perhatian penuh terhadap apa yang disampaikan. Cara mendengarkan orang lain mencerminkan konsep diri yang dimiliki. Dalam komunikasi interpersonal, kemampuan untuk mendengarkan secara aktif dengan niat untuk memahami menjadi kunci terciptanya hubungan yang sehat dan harmonis. Saat seseorang didengarkan, ia merasa dihargai dan diterima, yang dapat membangun rasa kepercayaan emosional. Apapun yang disampaikan orang lain akan berpengaruh baik secara langsung maupun tersirat terhadap pembentukan konsep diri. Pendengar yang baik tidak hanya memperdalam koneksi emosional, tetapi juga berperan dalam mengenal dan mengembangkan diri.

Mendengarkan diri sendiri menjadi cara membangun fondasi internal dari konsep diri. Self-talk berperan penting dalam mengenali pikiran, emosi, dan kebutuhan dalam diri. Ketika seseorang mampu berbicara dengan diri sendiri secara lembut, realistis, dan penuh dukungan, hal tersebut membentuk citra diri dan harga diri yang sehat. Namun sebaliknya, self-talk yang burukseperti menyalahkan diri dan menaruh diri sendiri dalam keraguan dapat merusak kepercayaan diri dan menciptakan pola pikir negatif yang berbahaya. Menurut Pradnyani (2020), self-talk dapat meningkatkan harga diri melalui tahapan pemaparan teori, identifikasi self-talk positif dan negatif, praktik, serta evaluasi. Hasil uji statistik menunjukkan nilai p < 0,05, yang berarti terdapat pengaruh signifikan self-talk terhadap harga diri. Mendengar dan memahami diri secara mendalam memberi kesempatan untuk menerima ketidaksempurnaan dan mendukung proses pertumbuhan. Sebaliknya, menghakimi diri hanya akan mempersempit kesempatan untuk menerima dan mencintai diri sendiri. Menurut penelitian Effendi & Jannah (2019) yang menguji tentang pengaruh pelatihan self-talk terhadap kepercayaan diri atlet lari 100 meter, hasil penelitian menunjukkan bahwa pelatihan self-talk dapat meningkatkan kepercayaan diri atlet lari 100 meter.

Mendengarkan diri sendiri memberikan pemahaman tentang tujuan hidup dan kebutuhan, sementara mendengarkan orang lain membantu untuk meningkatkan rasa empati, memahami perbedaan perspektif, dan menjaga hubungan tetap harmonis. Tanpa mendengarkan diri sendiri, seseorang bisa kehilangan arah hidupnya, sementara tanpa mendengarkan orang lain, rasa empati terhadap orang lain berkurang dan sering terjadi kesalahpahaman dalam berinteraksi. Menyeimbangkan mendengarkan diri sendiri dan orang lain bukanlah hal yang saling bertentangan, tetapi justru saling melengkapi.

Pada akhirnya, kemampuan untuk mendengar baik kepada orang lain maupun diri sendiri adalah jalan menuju konsep diri yang sehat dan hubungan yang harmonis. Dengan mendengarkan orang lain, kita membangun koneksi dan kepercayaan. Dengan mendengarkan diri sendiri, kita merawat batin dan memperkuat fondasi pribadi. Mulailah dengan hadir sepenuhnya dalam percakapan sehari-hari, lalu lanjutkan dengan memberi waktu untuk mendengar suara hati sendiri melalui refleksi dan self-talk yang positif.

Daftar Pustaka:

Effendi, A., & Jannah, H. (2019). Pelatihan self-talk untuk meningkatkan kepercayaan diri atlet lari 100 meter. Jurnal Psikologi Olahraga, 7(2), 101–110.

Gearhart, C. C., & Maben, S. K. (2019). Active-empathic listening and communicator competence: Predicting Facebook social interaction. Atlantic Journal of Communication, 27(1), 36–47. https://doi.org/10.1080/15456870.2019.1572650

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun