"Ah masa sih cukup minum collagen terus jadi putih?" Pertanyaan seperti ini mungkin pernah terlintas di pikiranmu. Atau bisa jadi kamu juga sempat percaya. Tapi yuk kita berhenti sejenak dari janji-janji instan yang dibungkus dalam kemasan cantik dan mulai berpikir lebih jernih. Kenyataannya, banyak orang keliru memahami fungsi collagen dan glutathione. Dan salah kaprah ini sudah menyebar luas, perlahan tapi pasti.
Pemahaman soal "kulit cerah" sering kali datang bukan dari pengetahuan, tapi dari persepsi yang dibentuk oleh iklan, sosial media, dan testimoni yang tak lengkap. Maka, tak heran jika banyak yang menganggap dua zat populer ini adalah kunci utama menuju kulit putih impian. Padahal, benarkah demikian?
Ketika Kandungan Populer Disalahartikan Sejak Awal
Sebenarnya, collagen adalah protein yang memang dibutuhkan tubuh, terutama untuk menjaga elastisitas kulit, memperkuat sendi, serta menjaga struktur jaringan. Glutathione sendiri adalah antioksidan yang membantu melawan radikal bebas dalam tubuh. Jadi, keduanya memang baik untuk kesehatan, tapi bukan untuk "memutihkan".
Lalu dari mana asal mitosnya? Glutathione memang punya efek samping yang bisa menghambat produksi melanin dalam beberapa kondisi tubuh. Inilah yang membuat sebagian orang terlihat lebih cerah. Sebuah penelitian yang diterbitkan dalam jurnal dermatologi mengungkapkan bahwa suplementasi glutathione dapat menurunkan sintesis melanin sehingga menghasilkan efek pencerahan pada kulit. Namun, efek ini bersifat sementara dan berbeda-beda tergantung pada kondisi tubuh setiap individu. Selain itu, glutathione yang diminum secara oral juga memiliki tingkat penyerapan yang terbatas, sehingga hasilnya tidak selalu maksimal.
Sementara itu, collagen tidak punya kaitan langsung dengan warna kulit. Collagen berperan menjaga kekencangan dan elastisitas kulit, sehingga kulit tampak lebih sehat dan kenyal. Namun, banyak orang keliru mengira bahwa kulit yang lebih lembap dan halus akibat konsumsi collagen otomatis menjadi lebih putih. Ini adalah kesalahan persepsi yang sering diperkuat oleh tren beauty influencer dan testimoni yang hanya menampilkan hasil akhir tanpa menjelaskan prosesnya.
Data riset dari berbagai studi juga menunjukkan bahwa collagen tidak mempengaruhi produksi melanin ataupun pigmentasi kulit secara signifikan. Fungsi collagen lebih ke memperbaiki struktur kulit dan meningkatkan hidrasi, bukan mengubah warna kulit. Dengan kata lain, collagen membantu memperbaiki tekstur dan kesehatan kulit, tapi bukan untuk mencerahkan atau memutihkan kulit.
Mari kita lihat beberapa area yang sering kali jadi tempat beredarnya asumsi keliru ini:
- Media Sosial: Banyak konten promosi menyamakan kulit cerah dengan kulit sehat. Padahal, dua hal itu tidak selalu sejalan. Filter, pencahayaan, dan editing sering membuat hasil terlihat jauh dari kenyataan. Efek glowing bisa jadi hanya trik visual, bukan bukti ilmiah.
- Testimoni Pribadi: Teman atau kerabat yang merasa kulitnya lebih cerah setelah konsumsi suplemen, seringkali tanpa sadar mengabaikan faktor lain seperti pola makan, skincare rutin, atau bahkan pencahayaan kamar mandi saat selfie.
- Produk Pasaran: Iklan-iklan yang menyisipkan klaim "mencerahkan dalam 7 hari" tanpa penjelasan ilmiah justru memperkuat mitos ini. Sering kali, istilah "mencerahkan" digunakan ambigu agar tidak melanggar aturan iklan, namun tetap menanamkan harapan palsu di benak konsumen.
Akhirnya muncul fenomena: mereka yang terlihat glowing dianggap lebih sehat, lebih terawat, bahkan lebih waw. Sebaliknya, mereka yang kulitnya tidak cerah seolah belum cukup berusaha. Ini menciptakan standar yang tidak adil dan sulit dijelaskan secara logis, namun nyata terasa.
Selain itu, penting untuk menyadari bahwa faktor genetik, lingkungan, dan gaya hidup berperan besar dalam menentukan warna dan kondisi kulit. Paparan sinar matahari, pola makan, kualitas tidur, hingga stres dapat memengaruhi penampilan kulit. Jadi, mengandalkan suplemen saja tanpa memperhatikan aspek-aspek lain tidak akan memberikan hasil maksimal.