Oleh: Liong Vincent Christian
Jakarta, 29 Oktober 2020
[disebarluaskan pertama kali di:
https://www.kompasiana.com/vincentcliong/5f9c0e55d541df418c5bccd4/jika-ide-usaha-masuk-akal-maka-modal-dapat-tersedia https://m.facebook.com/story.php?story_fbid=10158169096568052&id=721668051 ]
PENDAHULUAN
Dahulu ada istilah "Banyak anak banyak rejeki" istilah itu sudah tidak cocok dengan jaman sekarang dimana "Banyak anak maka besar biayanya." Keluarga jaman dahulu adalah satu kesatuan kerja: bapak, ibu dan tiap anak memiliki fungsi dan tugasnya masing-masing dalam keluarga. Keluarga yang harmonis adalah keluarga yang tiap anggotanya sadar akan peran dan kewajiban masing-masing dalam kesatuan kerja keluarga, menjalankan kewajiban tanpa mengintervensi (sok tahu sok kenal sok intim) wilayah kerja satu dengan yang lain.
Dalam cerita Kain Habel (anak Adam dan Hawa) pun sudah tampak jelas yang satu petani dan yang satu penggembala ternak. Bangsa Israel terbagi ke dalam dua belas suku (berdasarkan anak laki-laki Yakub), yang jelas berkerabat, tetapi masing-masing mempunyai ciri khusus, berhubung dengan pengalaman migrasinya, dengan perang, dan dengan keberuntungan ekonomisnya. Tiap suku dibiasakan memiliki keahlian tertentu yang sempit yang keahliannya diwariskan turun temurun.
Dalam film-film koboi barat tampak bahwa sebuah kota kecil memiliki sebuah kantor polisi, sebuah bar, sebuah losmen, seorang pandai besi, sebuah rumah bordil, dlsb setiap fungsi diwakili oleh sebuah bagunan dan orang-orang yang bekerja di dalamnya. Mereka bersama-sama patungan mengupah Sherif (petugas keamanan) dan mengupah koboi (biasanya buruh migran) untuk menternakkan sapi (sebagai sumber daging) dan kuda (untuk transportasi). Dengan pola itu kesejahtraan kota bisa tumbuh.
Keluarga bisa berarti keluarga kecil (bapak, ibu dan anak-anak), keluarga besar (om, tante, sepupu, kakek, nenek, dlsb), seperti keluarga karena bertetangga, karena memiliki profesi yang sama, dlsb. Manusia yang lahir pasca Refolusi Industri dan Modernisasi sudah melupakan "keluarga sebagai unit kerja", kita anggap itu sesuatu yang kuno. Masing-masing orang merasa sendiri di tengah dunia yang kejam, antar keluarga mustahil bisa kerjasama, untuk diri sendiri saja sulit.
Konsep bekerja kepada majikan bukan keluarga sendiri sebelum revolusi industri belum ada dalam pikiran manusia. Yang ada hanyalah bekerja bersama sebagai keluarga. Ide usaha bukanlah hal yang terlalu hebat, semua orang punya ide usaha dan berani memulai usaha dengan modal seadanya bahkan kecil sekali.
Penanaman konsep bahwa manusia harus sekolah setinggi mungkin agar bisa mendapat ijasah yang menjadi pintu pembuka untuk bekerja kepada orang lain (bukan keluarga), diupah berdasarkan jam kerja seperti mesin, menjadi budak orang lain. Ini telah mematikan insting dasar manusia yang memiliki banyak ide usaha demi bertahan hidup.