Dalam pidato resminya kepada korps diplomatik Vatikan baru-baru ini, Paus Leo XIV menegaskan kembali pandangan konservatif Gereja Katolik mengenai pernikahan sesama jenis dan aborsi. Momen ini berlangsung tak lama setelah misa inaugurasi resminya pada Minggu, 18 Mei, yang menjadi bagian dari tradisi protokoler Tahta Suci setelah seorang paus baru terpilih.
Paus Leo XIV menyoroti definisi keluarga menurut ajaran Gereja, yakni sebagai "ikatan stabil antara seorang pria dan seorang wanita." Selain itu, ia juga menyampaikan bahwa bayi yang belum lahir serta para lansia, sebagai ciptaan Tuhan, memiliki martabat yang melekat sejak awal kehidupan.
Pernyataan tersebut bukanlah pandangan baru, melainkan bentuk penegasan kembali ajaran yang telah lama dipegang oleh Gereja Katolik. Sejak lama, Gereja mengajarkan bahwa kehidupan manusia dimulai sejak konsepsi, dan oleh karena itu, aborsi dianggap sebagai pelanggaran serius terhadap hak hidup. Sikap ini berpijak pada prinsip bahwa setiap kehidupan, termasuk janin, memiliki nilai yang tak ternilai dan hak untuk hidup yang harus dihormati sepenuhnya. Dalam konteks moral, aborsi dipandang sebagai tindakan yang secara fundamental salah.
Sikap Paus Leo XIV yang tampak konservatif dalam isu-isu ini sebenarnya mencerminkan konsistensi doktrin Gereja selama berabad-abad. Namun, di tengah diskursus global yang semakin inklusif dan progresif, penegasan tersebut menjadi sangat relevan. Dunia berubah, tetapi Gereja tetap merasa perlu menegaskan nilai-nilai dasarnya.
Meski demikian, kepemimpinan Paus Leo XIV juga menunjukkan nuansa yang menarik. Sebelum terpilih sebagai paus, ia pernah memimpin komite Vatikan yang bertugas meninjau nominasi uskup, di mana ia mendorong reformasi penting dengan mengikutsertakan perempuan dalam proses tersebut, langkah yang pada masa itu dianggap progresif. Namun, dalam pidato barunya, ia tetap menegaskan bahwa perempuan tidak dapat diangkat menjadi imam, sejalan dengan ajaran tradisional Gereja.
Paus Leo XIV memiliki pengalaman panjang melayani di Peru, wilayah yang banyak komunitas gerejanya dipimpin oleh perempuan. Meskipun ia belum secara eksplisit menyatakan sikap terhadap posisi pastoral lain bagi perempuan, sejumlah perempuan yang pernah bekerja dekat dengannya menggambarkan dirinya sebagai pemimpin yang mendengarkan, terbuka, dan menghormati pendapat perempuan.
Salah satunya adalah Maria Lia Zervino, anggota komite penunjukan uskup yang ditunjuk oleh Paus Fransiskus pada tahun 2022. Ia menyatakan bahwa Paus Leo XIV (saat itu masih kardinal) adalah sosok yang tidak hanya menghargai suara perempuan, tetapi juga benar-benar melibatkan mereka dalam proses pengambilan keputusan.
"Saya yakin beliau tidak perlu diajari bagaimana bekerja dengan perempuan, bagaimana mendengarkan mereka, memberi ruang bagi pendapat mereka, dan melibatkan mereka dalam pengambilan keputusan, karena itulah yang memang telah ia lakukan selama ini," ujar Zervino.
Melalui kombinasi antara sikap tegas terhadap ajaran inti dan keterbukaan terhadap partisipasi perempuan dalam struktur kepemimpinan Gereja, Paus Leo XIV memperlihatkan arah kebijakan yang memadukan konservatisme moral dengan langkah reformis terbatas. Bukan sebuah revolusi, melainkan penegasan kembali dan mungkin, sebuah pembukaan ruang dialog yang lebih luas di masa depan.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI