Prof. Dr. H. Mohammad Yamin lahir di Talawi, Sawahlunto, Sumatera Barat, pada 24 Agustus 1903 dan dikenal sebagai seorang sastrawan, sejarawan, ahli hukum, serta politikus yang dihormati sebagai pahlawan Indonesia. Ayahnya bernama Oesman Bagindo Khatib, merupakan seorang pegawai, dan ibunya berasal dari keluarga Minangkabau yang religius.
Mohammad Yamin memulai pendidikannya di Sekolah Melayu atau Sekolah Dasar Bumiputra Angka II yang berlangsung selama lima tahun tanpa ada pembelajaran mengenai Bahasa Belanda. Kemudian beliau dipindahkan ke Hollandsch-Inlandsche School (HIS) dan berhasil menyelesaikan pendidikan dasar pada tahun 1918 di umur lima belas tahun. Setelah lulus HIS, Mohammad Yamin melanjutkan pendidikan ke Meer Uitgebreid Lager Onderwijs (MULO) di Yogyakarta. Tidak berhenti disitu, beliau sempat melanjutkan studi ke Algemene Middelbare School (AMS) bagian Sastra Timur di Yogyakarta, dimana minatnya pada sastra dan sejarah mulai berkembang. Ketertarikannya ini membentuk cara pandangnya yang kuat tentang bangsa, identitas, dan keadilan sosial. Pada tahun 1932, melanjutkan pendidikan hukum di Rechts Hoge School (RHS) Batavia dan berhasil meraih gelar Meester in de Rechten (Mr).
Ketika masih menjadi mahasiswa di Jakarta, Mohammad Yamin bergabung dengan sebuah organisasi Jong Sumatranen Bond dan menulis sebuah ikrar mengenai Bahasa Persatuan yaitu bahasa Indonesia berasal dari Bahasa Melayu Riau yang dibacakan pada Kongres Pemuda II. Pada tahun 1942, beliau menjadi anggota Partindo, namun setelah Partindo bubar, Mohammad Yamin bersama Adnan Kapau Gani dan Amir Sjarifoeddin, mendirikan Gerakan Rakyat Indonesia (Gerindo). Pada 1939, Mohammad Yamin dikeluarkan dari organisasi akibat melanggar peraturan, namun disaat yang sama, beliau bergabung menjadi anggota Volksraad, yaitu sebuah badan penasihat yang dibentuk oleh Belanda di Hindia Belanda.
Pada tahun 1945, Mohammad Yamin terpilih sebagai anggota Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI). Berkaitan dengan perumusan dasar negara yang dilaksanakan pada sidang BPUPKI tanggal 29 Mei sampai 1 Juni 1945, beliau menjadi salah satu orang yang mengusulkan ide mengenai lima dasar negara. Ide pokok yang disampaikan oleh Mohammad Yamin adalah peri kebangsaan, peri kemanusiaan, peri ketuhanan, peri kerakyatan, dan kesejahteraan rakyat. Selain itu, sebagai anggota panitia Sembilan, beliau juga berkontribusi secara aktif untuk merancang Undang-Undang Dasar 1945, penyumbang ide dan gagasan yang digabungkan menjadi Piagam Jakarta, serta orang yang menyebut hasil rumusan Panitia Sembilan tersebut sebagai "Piagam Jakarta" pada 22 Juni 1945. Sehingga dapat disimpulkan bahwa Mohammad Yamin merupakan visioner, produktif, dan nasionalis, mampu berpikir jauh ke depan mengenai bangsa Indonesia, mengutamakan kepentingan negara di atas kepentingan pribadi dan juga golongan, serta kemampuan berpikir kritis, solutif, dan reflektif dalam menghadapi permasalahan.
Mohammad Yamin merupakan seorang tokoh yang menjadi contoh nyata karakter pancasialis dikarenakan pemikiran, sikap, kontribusi, dan aksi yang diberikan sesuai dengan nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila. Beliau bukan hanya sekedar sastrawan, sejarawan, ahli hukum, dan politikus, tetapi sebagai intelektual berjiwa nasionalis serta negarawan yang aktif merumuskan dasar negara sebagai upaya memperjuangkan kemerdekaan. Mohammad Yamin dikenal memiliki semangat juang nasionalis yang menekankan pentingnya persatuan Indonesia tanpa memandang suku, agama, ras, dan antar golongan. Sikap ini mencerminkan sila ketiga Pancasila yaitu Persatuan Indonesia. Beliau berusaha mengangkat derajat dan martabat rakyat serta menolak ketidakadilan, dimana hal ini sesuai dengan sila kedua Pancasila yaitu Kemanusiaan yang Adil dan Beradab. Menjunjung tinggi musyawarah dan demokrasi untuk mencari jalan tengah dari permasalahan yang ada, terbukti ketika Mohammad Yamin bergabung menjadi anggota BPUPKI dan Panitia Sembilan, hal ini sesuai dengan Pancasila sila keempat. Konsep keadilan sosial berkaitan dengan Pembangunan bangsa secara merata, sesuai dengan sila kelima Pancasila.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI