Mohon tunggu...
Vika Kurniawati
Vika Kurniawati Mohon Tunggu... Wiraswasta - Freelancer

| Content Writer

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup Pilihan

Tharid vs Kufteh: Dua Godaan Setelah Belly Dance

10 Mei 2017   09:21 Diperbarui: 10 Mei 2017   09:38 345
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Badan saya menghangat saat satu potong Tharid berhasil menghampiri indera pencecap. Aha, memang olahan daging selalu memberikan efek yang saya harapkan, dan sukai. Maklum, tekanan  saya darah  termasuk  rendah, maka kuliner berbahan daging kambing selalu menjadi incaran. Saya memang beruntung mendapat undangan makan malam pada Sahara Middle East Food Festival dari Swiss Café Belhotel.

Tharid. Doc Pribadi
Tharid. Doc Pribadi

Sekilas Tharid berpenampilan mirip bistik berukuran 3 cm x 3 cm, dan begitulah yang saya pikirkan pertama saat melihatnya. Limpahan Kentang Kecil yang memang berukuran kecil semakin membuat saya penasaran untuk mencoba Tharid. Kentang Kecil yang kuning keemasan memberi perpaduan warna yang menarik menurut saya, dan ternyata empuk namun tidak hancur saat disentuh gigi. Sejauh yang saya tahu, salah satu kuliner benua Arab tersebut, terdiri dari perpaduan Chapati ( roti khas Arab), dan potongan Tharid dengan lumuran Lada Hitam. Bumbu yang kental khas kuliner benua Arab terasa lebih lembut saat saya mencicipi Tharid. Jika susunan bahan diganti, maka tentu untuk menyesuaikan dengan selera Indonesia. Sama seperti yang Chef Satrio Sulistiono utarakan saat perbincangan singkat.

Chef Satrio Sulistiono. Doc Pribadi
Chef Satrio Sulistiono. Doc Pribadi

Jika Bistik berpenampilan coklat, maka Tharid di meja buffet tersebut, lebih condong abu kehitaman, sudah pasti karena penggunaan bahan Lada Hitam serta Ketumbar.  Olahan daging kambing dengan mudah dinikmati, tentu tanpa bantuan pisau makan yang tersedia.  Daging kambing memang membutuhkan perlakuan khusus agar sesuai harapan, dan syukurlah tidak berbau sama sekali.

LCD info negara asal masakan. Doc Pribadi
LCD info negara asal masakan. Doc Pribadi

Godaan kedua dari hidangan Buffet yang bisa dinikmati setelah penampilan tarian Belly Dance adalah Kufteh.  Bola-bola daging sapi kecoklatan berbumbu pala, dan merica dengan siraman saos tomat alami, membuat tiga di antaranya berpindah cepat ke piring saya. Ukuran yang sebesar tiga gundu menemani puluhan butir Shirih Polo, yang sekilas mirip Nasi Kuning di  menu kuliner Asia. Baru pertama kali saya merasakan kombinasi nasi dengan Almond, dan ternyata kuliner Persia tersebut sedap.

Kufteh. Doc Pribadi
Kufteh. Doc Pribadi

Kufteh sendiri bisa terbuat dari berbagai bahan lain, misalnya campuran nasi dengan daging sapi giling tanpa lemak, berbumbu khusus serta berkuah kare kental. Kufteh demikian biasanya dinikmati warga Iran sebagai kuliner khas, saat merayakan hari Sezdah Bedar atau hari Alam yang diperingati secara turun temurun.  Sekali, perubahan bahan dasar tentu atas pertimbangan penyesuaian selera Indonesia.

Falafel. Doc Pribadi
Falafel. Doc Pribadi

 

Selain dua godaan yang menarik perhatian saya tersebut, tentu saja kesempatan mencicipi kuliner khas Negara Sahara lain sama sekali tak terlewatkan. Falafel yang mirip Bakwan Daging tepung berbumbu merica juga saya jemput. Tak lupa bergandengan dengan Batata Barral dan Fish Harah yang tersaji lengkap dengan saos. Andai saja semua menu tersebut boleh di take away, sungguh keberuntungan berganda dalam satu malam.

Pisang Turki. Doc Pribadi
Pisang Turki. Doc Pribadi


Pisang Turki yang padat berisi dan coklat matang, masuk dalam daftar dessert saya. Tak lupa Tahiri Bukeges yang manis, berbentuk lucu dan berwarna memikat. Babaqhahous yang berwarna abu-abu, sebenarnya menu utama, namun berhubung saya menikmati setelah terpisah dari piring utama, maka disebutlah desert. Babaqhahous sendiri membutuhkan Roti Pita untuk menyedoknya juga terambil untuk memuaskan rasa penasaran, ternyata seperti bubur Terung segar

Babaqhahous. Doc Pribadi
Babaqhahous. Doc Pribadi

Swiss-Belhotel Yogyakarta memang selalu berhasil dengan cara khusus untuk memanjakan tamu. Tema Food festival yang berbeda setiap minggunya tentu membutuhkan persiapan, dan keahlian dari chef. Begitu juga dengan tampilan tarian khas yang sesuai dengan tema, contohnya adalah Belly Dance yang memang menarik perhatian para tamu. Saya semakin tak sabar menikmati godaan dari  makan malam tematis dari hotel terbaik di pusat kota Yogyakarta tersebut selanjutnya.


Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun