Mohon tunggu...
Widya Saraswati
Widya Saraswati Mohon Tunggu... -

Berkarya sebagai dosen. Berupaya memberikan kontribusi bagi pengembangan (1)masyarakat Indonesia yang siap berkiprah di era globalisasi tanpa kehilangan jati diri, (2) hubungan yang harmonis dan serasi antara wanita dan pria.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Saran untuk Pemilihan Cawapres

17 Mei 2014   22:46 Diperbarui: 23 Juni 2015   22:25 42
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Saran untuk Pemilihan Cawapres

Menjelang pesta demokrasi Pilpres 2014, izinkanlah saya menyampaikan saran menyangkut pemilihan Cawapres. Ada dua capres definitif, yaitu, Bapak Ir. Joko Widodo, dari tim koalisi Banteng, dan Bapak Letjen purnawirawanPrabowo Subianto, dari tim koalisi Garuda; sementara Bapak Ir. Aburizal Bakrie nampaknya belum positif. Maka, untuk sementara saran saya sampaikan kepada kedua Capres dan tim pendukung. Saya dengar tim Garuda memiliki tim Pilpres yang sudah eksis selama beberapa tahun, sehingga segala sesuatunya mungkin sudah disiapkan, sementara tim Pilpres tim Banteng baru saja terbentuk. Oleh karena itu, saran saya akan lebih rinci kepada tim Banteng.

Saran untuk Tim Koalisi Banteng

Saya dengar ada beberapa Cawapres, yakni, Pak Abraham Samad (AS), Pak Jusuf Kalla (JK), Pak Mahfud MD (MMD), dan Cawapres internal PDIP, yang mungkin saja salah satu dari Bu Puan Maharani (PM), Pak Prananda Prabowo (PP), atau Bu Rini Soemarmo (RS). Demi kemenangan Pilpres dan efektivitas pemerintahan ke depan (jika terpilih), kiranya perlu diperhatikan berbagai kriteria berikut:

1.   Cawapres perlu menambah elektabilitas Capres

Persaingan Pilpres akan sangat ketat. Jadi, Cawapres wajib memiliki elektabilitas setinggi mungkin, agar dapat menambah elektabilitas capres. Dari hasil survei, nampaknya Pak JK memiliki elektabilitas tertinggi. Menyusul Pak Mahmud dan Pak Abraham. Berikutnya Bu Puan. Elektabilitas Pak Prananda dan Bu Rini belum pernah diukur.

2.   Cawapres perlu dipersepsi sebagai representasi kelompok religius

Dalam perpolitikan Indonesia, dipersepsi bahwa pasangan capres-cawapres perlu memiliki komposisi ‘nasionalis’ (non-santri) dan ‘religius’ (santri). Pak Jokowi merupakan representasi ‘nasionalis’ sehingga wakilnya perlu mewakili kelompok ‘religius.’ Pak JK memenuhi syarat, sebagai tokoh NU dan Dewan Masjid Indonesia. Pak Mahfud juga memenuhi, sebagai tokoh NU. Pak Abraham dan Bu Puan, Pak Prananda, serta Bu Rini sepertinya kurang memenuhi.

3.   Capres perlu dipersepsi sebagai calon luar Jawa dan mencerminkan perimbangan Indonesia Barat dan Indonesia Timur

Untuk aspek ini, Pak Abraham dan Pak JK sama-sama memenuhi, karena asal Sulawesi. Pak Mahmud secara geografis dari luar Jawa (Madura), namun secara geopolitis tetap dipersepsi sebagai wakil pulau Jawa.  Bu Puan, Pak Prandanda, dan Bu Rini juga kurang memenuhi karena berasal dari Pulau Jawa.

4.   Cawapres perlu memiliki pengalaman di pemerintahan pusat dan pengalaman memecahkan masalah besar

Pak Jokowi memiliki pengalaman di tingkat kota dan provinsi, namun beliau (jika terpilih) memerlukan mitra yang lebih berpengalaman dalam pemerintahan nasional. Pak Mahmud pernah menjabat sebagai menteri dan ketua MK. Namun, Pak JK memiliki pengalaman yang lebih luas, karena pernah menjabat sebagai Wapres dan Menko. Pak Abraham berpengalaman di KPK. Bu Puan memiliki pengalaman di DPR sementara Pak Prananda belum memenuhi. Bu Rini memiliki pengalaman sebagai Memperindag. Dalam penyelesaian masalah, Pak Abraham pernah menyelesaikan berbagai kasus korupsi, di ranah hukum. Namun, rentang pengalaman Pak JK lebih luas, karena mencakup berbagai ranah, seperti politik, misalnya  penyelesaian konflik Aceh, dan ekonomi, misalnya konversi minyak tanah ke LPG. Selain itu, masalah paling mendesak saat ini adalah pengentasan ekonomi, yang menjadi keahlian Pak JK dan Bu Rini.

5.   Cawapres perlu didukung oleh semua elemen koalisi dan piawai melakukan lobi di parlemen

Koalisi tim Banteng terdiri dari PDIP, Nasdem, PKB, (dan mungkin Golkar). PDIP sudah mengajukan Capres, yang diterima oleh anggota koalisi lainnya. Rasanya, demi etika dan kekompakan koalisi, baik dalam Pilpres maupun pemerintahan ke depan (jika terpilih), seyogyanya PDIP memperhatikan aspirasi para anggota koalisi. Mohon diingat juga bahwa kegagalan PDIP di tahun 2009, diantaranya karena PDIP dianggap kurang memperhatikan aspirasi partai lain. Kiranya hal ini jangan sampai terulang.

Bu Puan, Pak Prananda, atau Bu Rini didukung PDIP. Pak JK didukung oleh Nasdem, PKB, dan mungkin Golkar, serta memiliki hubungan baik dengan PDIP. Pak Mahfud didukung oleh PKB. Pak Abraham saya dengar didukung oleh Nasdem. Jadi, yang memililiki dukungan basis paling luas adalah Pak JK. Selain itu, jika terpilih, Pak Jokowi harus memperoleh dukungan, bagi program-program pemerintahan, dari DPR. Untuk itu diperlukan Wapres yang dapat melobi berbagai kekuatan di DPR. Dalam hal ini, Pak Abraham memiliki pengalaman di KPK. Bu Puan memiliki pengalaman di DPR. Sementara Bu Rini berpengalaman sebagai menteri. Pak Mahmud memiliki pengalaman di DPR dan kabinet. Pak JK memiliki pengalaman sebagai Menko dan menteri. Semua jabatan ini mmerlukan kemampuan melobi. Pak Prananda belum memiliki pengalaman. Kalau melihat basis dukungan dari berbagai parpol koalisi, yang juga memiliki wakil di DPR, serta rekam jejak dalam lobi DPR, dalam kapasitas sebagai anggota DPR atau anggota kabinet, sepertinya Pak JK paling memenuhi.

6.   Cawapres perlu saling melengkapi dengan capres

Kalau soal ini saya kurang tahu, namun kabarnya Pak Jokowi bisa bekerjasama dengan siapa pun para Cawapres di atas.

Berdasarkan berbagai kriteria tersebut, nampaknya Pak JK menduduki peringkat pertama. Memang, ada juga kekurangan beliau. Misalnya usia. Pak Jokowi pernah menyatakan bahwa beliau ingin Cawapres yang bisa diajak kebut-kebutan. Kalau ini masalahnya, bukankah tugas Presiden dan Wapres adalah merumuskan strategi besar, sementara implementasinya diserahkan kepada para menteri? Kalau begitu, Pak Jokowi perlu memiliki pendamping yang paling berpengalaman, sehingga dapat membantu menciptakan peta strategi besar untuk menata negara ini. Karena titik berat masalah ke depan adalah ekonomi, untuk implementasinya dapat dibentuk tim ekonomi yang kuat, mencakup Menko Ekuin dan menteri-menteri bidang Ekuin, seperti keuangan, bank sentral, perdagangan, perindustrian, UKM, pertanian, pertambangan, dsb). Untuk ini, jika terpilih, Pak Jokowi dapat menunjuk tokoh-tokoh seperti Pak Rizal Ramli, yang memiliki rekor menyiapkan APBN bervisi kerakyatan hanya dalam 3 hari dan langsung diterima oleh DPR! Ini baru namanya kebut-kebutan. Untuk melengkapi tim Ekuin, Anda dapat merekrut Bu Rini Soemarmo, Bu Sri Adiningsih, dan tokoh-tokoh lain semisal Pak Dahlan Iskan. Melihat rekam jejak para tokoh ini, beliau-beliau ini sangat pas untuk diajak kebut-kebutan. Masih ada lagi sektor UKM. Kalau melihat rekam jejak Pak Jokowi di Solo maupun Jakarta, yang menitikberatkan pengembangan sektor ekonomi rakyat kecil, sektor UKM perlu segera diberdayakan, karena menyangkut hajat hidup ratusan juta orang, padahal rawan menghadapi pasar bebas ASEAN.  Di sini, mungkin Pak Jokowi bisa menugaskan Pak Abraham. Tugas meningkatkan sektor UKM di semua sektor, dari Sabang sampai Merauke, bisa demikian padat, sehingga Pak Abraham akan lebih dapat berkonsentrasi mengembangkan sektor UKM jika menjabat sebagai  Menteri daripada sebagai Wapres. Atau, kalau aspek penegakan hukum perlu diperkuat, Pak Abraham bisa ditunjuk menjadi Jaksa Agung.

Untuk  para pendukung Bu Puan atau Pak Prananda di PDIP, izinkanlah saya menyampaikan pengalaman negeri tetangga, Singapura. Mr. Lee Kuan Yew sukses menjabat PM Singapura selama beberapa dasawarsa. Saat beliau turun panggung, apakah beliau langsung menyerahkan estafet kepada putra beliau, Brigjen Lee Hsien Loong? Tidak. Beliau menunjuk Mr Goh Chok Tong sebagai PM, sementara Mr. Hsien Loong menimba pengalaman di kabinet. Setelah Mr Hsien Loong matang, baru Mr Chok Tong menyerahkan estafet  kepada beliau. Nampaknya strategi ini sukes dan diterima oleh rakyat. Partai PAP, partainya Mr Lee Kuan Yew, kembali sukses meraih mayoritas, sehingga dapat mendudukkan Mr Lee Hsien Loong sebagai PM.

Kiranya, strategi yang sama dapat dipertimbangkan. Rasanya lebih baik memberikan kesempatan kepada Cawapres yang lebih berpengalaman untuk mendampingi Pak Jokowi. Kalau beliau terpilih, Bu Puan atau Pak Prananda dapat menimba pengalaman di kabinet seraya meningkatkan elektabilitas. Jika sudah meraih pengalaman dan elektabilitas telah meningkat, saya yakin semua kalangan akan menerima beliau sebagai Cawapres dalam Pilpres lima tahun lagi. Hemat saya, berkaca dari pengalaman Singapura, strategi ini bakal lebih efektif, daripada memasang beliau sekarang, namun dengan risiko kalah yang lebih besar. Ibu Megawati telah membuat pilihan yang sangat bijak, dengan milih Pak Jokowi sebagai capres. Mohon agar Ibu Megawati kembali membuat pilihan yang bijak dalam memilih Cawapres. Ibu Megawati  sudah menyatakan sendiri, bahwa kalau kali ini PDIP kembali gagal dalam Pilpres, akan sulit mendulang sukses di kemudian hari. Mohon agar pemilihan Cawapres dapat dipertimbangkan dengan sebaik-baiknya guna memaksimalkan peluang menang tim Koalisi Banteng.

Saran untuk Tim Koalisi Garuda

Karena tim Garuda memiliki tim pemenangan Pilpres, yang sudah eksis selama beberapa tahun, saya rasa dalam pemilihan Cawapres, tim ini sudah memiliki persiapan yang rinci. Bahkan saya pernah membaca, bahwa pemilihan Cawapres (mungkin juga komposisi kabinet) sudah disiapkan sejak tahun lalu. Namun demikian, inzinkanlah saya menyampaikan sedikit saran, dengan berpatokan pada kriteria yang sama seperti di atas. Selain itu, berbagai saran umum yang saya sampaikan untuk tim koalisi Banteng di atas juga dapat dipertimbangkan.

Saya dengar ada beberapa Cawapres, yang mencakup Pak Hatta Rajasa (HR) dari PAN, Pak Suryadharma Ali (SA) dari PPP, dan Pak Ahmad Heryawan (AH), Pak Anis Matta (AM), serta Pak Hidayat Nur Wahid (HNW) dari PKS. Demi kemenangan Pilpres dan efektivitas pemerintahan ke depan (jika terpilih), kiranya perlu diperhatikan berbagai kriteria berikut:

1.   Cawapres perlu menambah elektabilitas capres

Dari hasil survei, nampaknya Pak Hatta memiliki elektabilitas tertinggi dibandingkan dengan Pak Suryadarma, Pak Aher, Pak Anis, atau Pak Hidayat.

2.   Cawapres perlu dipersepsi sebagai representasi kelompok religius

Semua cawapres memenuhi syarat, karena diajukan oleh parpol kelompok religius. Namun demikian, dalam soal kebhinekaan, sepertinya partai pengusung Pak Hatta (PAN) lebih terbuka dibandingkan partai pengusung Pak Suryadarma (PPP) dan partai pengusung Pak Anis, Aher, dan Hidayat (PKS). Masalah keterbukaan ini penting diperhatikan, mengingat kontroversi asas partai Gerindra terkait ‘pemurnian agama.’

3.   Capres perlu dipersepsi sebagai calon luar Jawa dan mencerminkan perimbangan Indonesia Barat dan Indonesia Timur

Pak Anis, Pak Hatta, dan Pak Suryadarma memenuhi syarat, karena sama-sama berasal dari luar Jawa. Pak Anis memenuhi syarat tambahan sebagai wakil Indonesia timur. Pak Hidayat kurang memenuhi syarat karena berasal dari etnis Jawa. Pak Aher sebenarnya dari etnis Sunda, namun, karena etnis Sunda mayoritas tinggal di Pulau Jawa, apa boleh buat, beliau akan masih dianggap sebagai representasi Jawa.

4.   Cawapres perlu memiliki pengalaman di pemerintahan pusat dan pengalaman memecahkan masalah besar

Pak Prabowo memiliki pengalaman pengelolaan pemerintahan di lingkungan militer, namun beliau (jika terpiliah) perlu mitra yang memiliki pengalaman yang lebih luas dalam pemerintahan. Pak Hatta memiliki pengalaman sebagai Menko dan menteri selama satu dekade. Pak Suryadarma berpengalaman sebagai menteri. Pak Aher memiliki pengalaman sebagai gubernur. Pak Hidayat dan Pak Anis berpengalaman di lingkungan DPR-MPR. Dari kriteria ini, Pak Suryadrma dan Pak Anis dapat dipertimbangkan mengingat pengalaman beliau, masing-masing, sebagai menteri dan gubernur. Namun, sepertinya Pak Hatta lebih memenuhi syarat, karena memiliki pengalaman yang lebih luas dalam pemerintahan nasional, sebagai Menko dan menteri.

5. Cawapres perlu didukung oleh semua elemen koalisi dan piawai melakukan lobi di parlemen

Saya dengar masing-masing partai anggota koalisi ingin mengajukan calonnya sendiri. Jadi untuk ini, nampaknya belum ada yang memenuhi syarat. Saya kurang tahu mengenai rekam jejak lobi para Cawapres. Pak Suryadarma menjabat menteri. Pak Anis dan Hidayat memiliki pengalaman di DPR, sementara Pak Aher berpengalaman sebgai gubernur. Semua jabatan ini memerlukan kemampuan lobi. Namun, menilik Pak Hatta permah menjadi Menko dan menteri, sepertinya kemampuan melobi beliau lebih besar. Selain itu ada ‘bonus’, yaitu kedekatan personal beliau dengan Pak Ketum Demokrat, yang sedikit banyaknya bisa menambah kekuatan lobi.

6. Cawapres perlu saling melengkapi dengan capres

Kalau soal ini saya kurang tahu, karena hanya Pak Prabowo yang tahu siapa yang paling bisa bekerjasama dengan beliau.

Kalau menilik berbagai kriteria di atas, nampaknya Pak Hatta Rajasa yang paling memenuhi syarat. Jadi rencana menggandeng Pak Hatta sepertinya sudah tepat, tinggal bagaimana Pak Prabowo meyakinkan para mitra koalisi lainnya, lantaran posisi raihan suara dan kursi yang kurang lebih seimbang di antara PAN, PKS dan PPP. Agar dengan demikian dapat dimaksimalkan peluang menang tim Koalisi Garuda.

Akhir kata, dengan segala kerendahan hati, izinkanlah saya menyampaikan, seandainya saran saya dapat diterima, saya ucapkan banyak terima kasih. Namun, seandainya ada yang kurang/tidak berkenan dengan tulisan ini, dan juga seandainya ada kekeliruan dalam data dan analisa (mengingat saya bukan pengamat profesional), izinkanlah saya mohon maaf yang sebesar-besarnya.

Kepada tim Koalisi Banteng, tim Koalisi Garuda, dan tim Koalisi lainnya yang mungkin menyusul, perkenankanlah saya menyampaikan, Selamat Berkompetisi, demi kejayaan Nusa dan Bangsa.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun