Mohon tunggu...
Victor Hasiholan
Victor Hasiholan Mohon Tunggu... lainnya -

Introvert. Detil. Kadang dianggap perfeksionis. Suka mengamati orang, tapi gak suka dekat sama orang. Sering menganggap dirinya sebagai duta merek McDonald's. Ya, gitu aja.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Politik BBM

2 November 2011   10:21 Diperbarui: 26 Juni 2015   00:09 186
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_139724" align="alignleft" width="300" caption="Penyelundupan BBM Yang Kasat Mata"][/caption] Dua orang mahasiswa berhenti di sebuah warung dekat kosnya, mampir untuk membeli bensin untuk motor mereka, yang dipakai untuk melakukan demonstrasi kepada pemerintah agar menunda kenaikan harga BBM. "Pak, bensin 2 botol." "Perasaan tadi pagi baru isi, kok udah ngisi lagi, Mas?" "Biasa Pak, tadi demo sama teman-teman. Lumayan, cari pengalaman di lapangan. Bosan kuliah terus-terusan." Lalu disambut tawa cekikikan temannya yang kemudian menyalakan sebatang rokok eceran. "Berapa Pak?" Tanya si mahasiswa setelah cairan mudah terbakar itu pindah tempat. "Masih sama kayak tadi pagi. Sepuluh ribu." Lalu dua mahasiswa itu berlalu. ********/******* "Pemerintah tidak mau menaikkan harga BBM bersubsidi karena khawatir akan menimbulkan inflasi serta menekan daya beli masyarakat." Begitulah tulisan di sebuah portal media beberapa hari lalu. Media lain mengatakan ini adalah alasan politik. Pemerintah tetap memertahankan harga BBM, walaupun APBN sudah membengkak akibat membesarnya anggaran subsidi premium. Sementara itu, kata seorang pengusaha SPBU di sebuah kota kecil di Kalimantan Barat yang saya temui beberapa waktu lalu, ia sangatmendukung jika pemerintah menaikkan harga premium dan solar sebesar seribu rupiah per liter. "Masih wajar naik segitu. Daripada langka kayak sekarang." katanya. Saya pribadi setuju dengan usulan kenaikan premium dan solar di kisaran 500-1000 rupiah per liter. Selain karena harga minyak dunia sudah naik, faktor penyelundupan BBM bersubsidi paling tidak bisa dikurangi. Juga mengurangi kelangkaan BBM bersubsidi di beberapa wilayah di negeri ini. Dan jika berbicara soal penyelundupan BBM bersubsidi, cerita fiktif di awal tadi sudah jelas menggambarkan siapa penyelundup dan siapa yang mau dibodohi. Saya tinggal di Jogja. Sangat sering melihat orang-orang membawa jerigen besar untuk menampung bensin yang dibelinya dengan harga subsidi dari pemerintah. Anehnya, petugas SPBU sepertinya biasa saja melihat orang-orang itu mengisi jerigen-jerigennya, yang mereka tahu akan dijual lagi dengan harga yang lebih tinggi di warung mereka. Dan lebih anehnya lagi, masih ada saja orang yang mau membeli bensin seharga lima ribu rupiah per liter untuk konsumsi sehari-sehari. Ini berarti kalau pemerintah menurunkan subsidi premium dan solar sebesar Rp500 per liter, pasti ada kan yang mau (mampu) membeli? Lalu jika di kemudian hari ada penyelundup menjual bensin seharga Rp5500 per liter, dan masih ada masyarakat yang mau membeli... Salahkah jika pemerintah menaikkan harga BBM bersubsidi, sebesar Rp1000 per liternya, di saat ini? Kekhawatiran saya, mengenai penundaan kenaikan BBM bersubsidi, bukan sebatas pada daya beli masyarakat. Hal itu terbukti bukan masalah pokok jika pemerintah menaikkan harga BBM. Toh, sudah beberapa kali pemerintah menaikkan harga solar dan premium (pernah Rp6000/liter), masyarakat tetap bisa membelinya. Bahkan dengan harga Rp6000/liter, masih saja ada geng motor dan komunitas motor yang melakukan pawai atau kegiatan tak berguna lainnya dengan menggunakan BBM bersubsidi. Menurut hemat saya, kenaikan harga BBM akan membuat konsumennya lebih bijak menggunakan kendaraan pribadinya. Walaupun diiringi kenaikan harga barang lainnya. Tetapi setelah harga premium dan solar (saat itu) diturunkan, apakah harga barang komoditas lainnya menjadi turun seperti harga sebelumnya? Kenaikan harga BBM bersubsidi juga otomatis akan menambah anggaran subsidi negara. Padahal penurunan APBN untuk pos subsidi BBM, sesungguhnya bisa digunakan untuk menambah anggaran pendidikan, kesehatan dan anggaran untuk memerbaiki kesejahteraan masyarakat lainnya. Daripada menguap tak terlihat bekasnya. Berita pagi ini: Dana Subsidi BBM Harusnya Untuk Kembangkan Energi Matahari. Kekhawatiran lainnya tentu saja pada masalah penyelundupan BBM bersubsidi. Penyelundupan ke luar negeri dimanfaatkan oleh para penyelundup kelas kakap yang mempunyai pengaruh dan kuasa, sehingga bisa membawa truk tangki yang "tak terlihat" hingga ke negara tetangga. Mereka pintar memanfaatkan kebijakan subsidi untuk mengeruk keuntungan yang lebih besar lagi di luar negeri. Penyelundupan ke dalam negeri (seperti contoh kisah di awal tadi) malah lebih mengerikan lagi. Para penyelundup jenis ini, tega mengambil keuntungan dari rakyat negeri sendiri, meskipun terlihat "kecil-kecilan" karena "hanya" untung Rp500 per liternya. Saya jadi berpikir: "Jangan-jangan mereka inilah yang ngotot dan membayar orang-orang untuk memakai almamater mahasiswa, mengatasnamakan rakyat Indonesia, agar pemerintah tidak menaikkan harga BBM, dengan mengurangi subsidi dari anggaran negara." Ini bukan masalah daya beli. Atau soal politisasi. Ini hanya soal hitung-hitungan ekonomi. Karena saat menambah anggaran subsidi BBM di APBN, pemerintah akan berpikir seribu cara untuk mengurangi jatah subsidi di pos anggaran lainnya. Atau berpikir seribu satu cara untuk menambah pemasukan negara dengan menambah hutang luar negeri atau menaikkan pajak. Jadi tak heran jika Dirjen Pajak akhir-akhir ini sangat rajin melakukan sensus wajib pajak. Atau menaikkan persentase pajak. Hmm... Hal ini sama seperti saat sebuah perusahaan menaikkan tunjangan karyawan, tetapi di saat bersamaan, perusahaan membuat kebijakan agar menambah beban kerja para karyawan. Sah-sah saja kan? Toh tidak ada ada pihak yang mau dirugikan. Melihat kenyataan tadi, bukankah membatasi konsumsi BBM bersubsidi, hanya sebuah mimpi bolong di siang hari? Lalu masihkah para "mahasiswa" itu berteriak-teriak lagi, jika tahu semuanya hanya soal ilmu dagang yang melibatkan hitung-hitungan ekonomi? Atau mereka berdemonstrasi karena tidak mengerti? ********/******* Sudahlah... Cukup jadi mahasiswa yang berwawasan luas dan mempunyai pola pikir yang cerdas. Pertahankan idealisme kalian hingga menjadi pejabat negara atau pengusaha yang anti korupsi. Tidak ada proses instan untuk mengubah jaman. Jangan harap berdemonstrasi dengan mengatasnamakan rakyat Indonesia, langsung bisa mengubah segala-galanya di republik yang sudah 66 tahun merdeka. Lakukan cara yang berbeda. Harus ada yang memulai untuk berbuat sesuatu yang lebih nyata hasilnya ketimbang menggelar demonstrasi, apalagi diwarnai tindakan anarki dan berbuntut digelandang polisi. *) untuk (mahasiswa) Indonesia agar berpikir lebih baik.

Mohon tunggu...

Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun