Mohon tunggu...
Via Mardiana
Via Mardiana Mohon Tunggu... Human Resources - Freelance Writer

Penulis Novel | Freelance Writer | Blogger | Traveller | Instagram : @viamardiana | Twitter: @viamardianaaaaa | Blog pribadi : www.viamardiana.com | Email : engineersukasastra@gmail.com atau mardianavia@gmail.com |

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Keluarga, Mesin Pencetak Energi Positif dalam Kehidupan

22 Juli 2018   13:06 Diperbarui: 22 Juli 2018   13:14 608
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Si gajah bengkak, si gajah bengkak!"

Saya masih ingat ketika teman-teman saya meledek dengan kalimat seperti itu. Ingin rasanya melempar mereka dengan batu, tapi mereka adalah laki-laki sedangkan saya perempuan. Setiap hari, mereka tidak pernah lupa untuk meledek saya dengan sebutan gajah. Namun, saya tidak pernah menceritakannya kepada orangtua saya. Hingga, suatu hari Ibu saya sendiri yang mendengar hal tersebut. Bukan marah anaknya disebut gajah, Ibu saya hanya bilang,

"Jangan memulai, jangan mengadu, jika kamu berani, kamu lawan sendiri. Tapi kamu harus tahu, keburukan tidak akan menang jika dilawan dengan keburukan,"

Kalimat tersebut sebenarnya dengan kata lain menyuruh saya untuk tidak memperhatikan ledekan teman-teman saya. Saya tidak boleh terpengaruh oleh hal-hal negatif seperti itu. Ibu saya menyuruh saya untuk bersikap 'bodo amat' terhadap hal yang tidak penting. 

Kata Ibu, saya harus terbiasa fokus dengan hal-hal positif, seperti belajar agar saya bisa juara kelas. Hal itu pun menjadi stimulasi bagi saya untuk rajin belajar sehingga sejak kelas 1 sampai kelas 6 SD saya selalu juara kelas.

Ketika SMA saya memang sudah tinggal ditempat kos. Lokasi sekolah yang jauh dari lokasi rumah memang sedikit memaksa saya untuk tinggal ditempat kos. Rumah saya berada jauh dari pusat kota Subang, untuk kesana memerlukan waktu sekitar satu jam dari pusat kota. Sedangkan, SMA saya berada dipusat kota Subang. Itulah mengapa kedua orangtua saya memutuskan untuk menyewakan tempat kos sederhana untuk saya.

Awalnya setiap hari saya menangis, karena jauh dari orangtua. Tapi, kedua orangtua saya terus menyemangati. Saat itu, sebenarnya saya bisa saja sekolah di SMA yang dekat dengan rumah, namun kualitasnya tentu sangat jauh dari sekolah favorit yang ada di kota. 

Kedua orangtua saya sangat serius dalam hal pendidikan, sehingga menyuruh saya untuk mencoba mendaftar lewat jalur undangan siswa berprestasi ke sebuah sekolah favorit di kota Subang. Bak dayung bersambut, saya diterima disekolah favorit di kota Subang tanpa jalur tes.

Semacam kesempatan yang kebetulan, saya masuk ke kelas internasional dimana bahasa yang digunakan adalah bahasa inggris. Beruntung sekali, kedua orangtua saya pernah mengikutkan saya les bahasa inggris beberapa bulan sehingga saya tidak begitu kaget ketika pertama kali belajar. 

Awalnya saya mengalami kesulitan untuk mengikuti pembelajaran, lalu hampir setiap malam menelpon kedua orangtua saya dirumah dan mereka selalu memberikan energi positif bagi saya untuk terus berjuang ketika belajar. Sempat saya merasa kesal sendiri karena memang saya yang notabene dari desa sedangkan yang lain sudah sejak kecil bersekolah di kota.

Akhirnya, dengan energi positif yang selalu diberikan oleh keluarga saya, saya berhasil menyelesaikan sekolah di SMA favorit kota Subang. Selanjutnya, tantangan kembali menghampiri saya. Ibu saya menyuruh untuk kuliah dikebidanan, namun saya sekali tidak berminat. Hingga akhirnya saya mencoba untuk daftar ke Institut Pertanian Bogor lewat jalur PMDK (SNMPTN Undangan).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun