Mohon tunggu...
Veronika tampubolon
Veronika tampubolon Mohon Tunggu... Lainnya - Melodi tertulis

Pendidik

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Pembelajaran Jarak Jauh Vs Penyuguhan Tumpukan Tugas

30 Agustus 2020   09:13 Diperbarui: 30 Agustus 2020   09:57 192
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
cargocollective.com

Pembelajaran jarak jauh yang dilakukan dengan online menjadi salah satu solusi yang dibuat oleh pemerintah ditengah kondisi covid 19. Namun, persoalan baru pun muncul di lapangan, banyak siswa yang merasa stres dengan kondisi ini. Bagaimana tidak? Karena bagi sebagian sekolah, pembelajaran jarak jauh jadi lebih identik dengan menganti pertemuan di ruang kelas menjadi tumpukan tugas ke tugas dari semua bidang pelajaran bagi tiap siswa dengan deadline yang harus dikejar segera.

Tiap hari siswa disuguhkan tugas dan mereka harus berjuang keras sampai kelelahan dan ada yang tertekan hingga stres. Pengalaman berhadapan dengan perjuangan keras, kelelahan dan menghadapi tekanan itu tidak salah. Siswa justru perlu dilatih dalam hal-hal tersebut karena dunia yang mereka hadapi ini bukan dunia yang penuh dengan kemudahan melainkan penuh tantangan apalagi jika mereka mau menjadi orang yang maju dan hidup benar.

Namun, yang jadi pertanyaan adalah apakah tujuan dari tekanan dan jerih lelah ini? Saya menemukan banyak siswa mengerjakan tugas bukan supaya paham pembelajarannya dan bukan karena ia tahu itu dibutuhkan dalam hidupnya melainkan lebih untuk memenuhi syarat naik kelas dan dapat nilai rapor yang bagus. 

Tidak masalah mereka paham atau tidak paham dengan pembelajaran tersebut, yang penting tugas dikumpulkan. Dan nyatanya mereka sering kesulitan dalam memahami suatu tugas tapi harus segera dituntaskan karena antrian tugas berikutnya sudah menunggu. Tidak dipungkiri juga tugas yang dikumpulkan kadang diselesaikan dengan melihat jawaban di google, dikerjakan oleh orang tua atau saudara.

Hari-hari mereka dilalap habis oleh pengerjaan tugas, ntah kapan lagi mereka punya kesempatan untuk pengalaman dan eksperimen lain, ntah kapan lagi mereka bisa istrahat dan merefleksikan apa yang sedang terjadi dalam dirinya, sekitar dan dunia. Padahal orang-orang jenius dunia adalah orang-orang yang punya waktu berefleksi, membaca yg diminati, bereksperimen dan mengalami hal-hal yang bisa membentuknya menjadi tangguh, bijaksana, berpikir jernih, melihat masalah dan menemukan solusi.

Tentu ini menjadi suatu perhatian yang perlu dikaji dan diperbaharui. Menjadi pertanyaan penting ;


 Apakah generasi bangsa ini mau kita latih dan didik menjadi orang yang berkarakter kuat dan mulia, mampu menyelesaikan masalah dalam kehidupan serta punya kemampuan untuk berkarya lewat bidang masing-masing ? Atau apakah mereka mau kita latih untuk mengejar nilai angka dan menjawab soal-soal pertanyaan di buku yang sebenarnya jawabannya pun bisa ditemukan di google?
 
Dan bukankah suatu hal yang naif jika kita membiarkan hari-hari siswa tersebut habis untuk mengerjakan soal dari semua bidang pelajaran dan berharap mereka akan menjadi generasi tangguh dan pintar di semua bidang? Mari kita jujur, bahwa tidak semua pelajaran itu dibutuhkan oleh tiap siswa karena masing-masing mereka punya kemampuan atau potensi unggul, cita-cita dan tujuan yang berbeda dalam kehidupan ini.  Alangkah tidak adil dan naifnya kita memaksa mereka semua jadi sama dan serba bisa semuanya.

Hari-hari mereka kini habis memikirkan tugas ke tugas sampai banyak yang bingung bahkan lupa akan apa sebenarnya yang dibutuhkan untuk tumbuh menjadi insan yang terdidik. Banyak potensi unggul dari masing-masing siswa kita yang akhirnya terpendam dan mungkin hilang karena tidak pernah diberi perhatian, diasah dan dilatih dikarenakan hari-hari sudah habis fokus mengejar nilai angka melalui pengumpulan tugas-tugas untuk semua bidang pelajaran.

Masa covid ini sebenarnya bisa menjadi momen bagi kita untuk memperbaharui carut marut persoalan ini. Kita perlu menolong siswa bisa merdeka dan bahagia dalam belajar,  bisa juga berlelah tapi untuk sesuatu yang mereka butuhkan sebagai tujuan dari pendidikan itu sendiri. Kurikulum yang dipaksakan sama untuk semua anak mestinya bisa dikaji ulang. 

Kurikulum yang padat untuk mengejar hasil yang nanti ditunjukkan lewat nilai angka mestinya perlu disederhanakan dengan orientasinya yang menunjang akan tercapainya tujuan pendidikan bagi tiap siswa bukan untuk sekedar kelengkapan administrasi, kejar target pemangku kebijakan maupun nilai-nilai angka.

Jika generasi sekarang kita biarkan jadi orang-orang stress, hanya ahli menjawab soal dibuku yang jawabannya bahkan sering sudah ada di google, mengejar nilai angka dan tidak mengenal ataupun mengembangkan kemampuan masing-masing yang unik maka, jangan heran jika sepuluh atau dua pulah tahun ke depan para pemimpin bangsa akan muncul orang-orang yang tidak tahu mencari solusi bagi permasalahan kehidupan, yang hanya kejar untung buat kepentingan pribadi dan mengalami kerapuhan serta kebingungan dengan dirinya sendiri.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun