Satwa-satwa endemik Indonesia tidak hanya harus berjuang melawan tekanan kehilangan habitat aslinya, juga harus menghindari dari kejaran perburuan liar.
Orangutan, Harimau, Gajah, Badak dan Penyu terus bertempur melawan musuh-musuh yang mengancam keberlangsungan hidup mereka. Semakin menyusutnya habitat asli dan kurangnya makanan mendorong satwa-satwa ini untuk memasuki area penduduk -- yang memancing konflik langsung antara satwa dengan manusia dan berakhir dengan pembunuhan.
Mereka diburu untuk dijual dan dimakan. Orangutan diburu, betina ditangkap dan anak-anaknya dijadikan hewan peliharaan. Cula badak dan gading gajah diambil sedang sisa bagian tubuh lainnya dibiarkan membusuk di lokasi.Â
Seluruh bagian tubuh Harimau mulai kumis hingga ekornya menjadi komoditas yang diminati pasar dunia -- mulai sebagai obat hingga penentu standar status sosial.
What can we do? -- Apa yang dapat kita lakukan?
Manusia sebagai makhluk paling berpengaruh: memberi dampak negatif atau memulihkan bumi?
Manusia adalah makhluk paling berpengaruh dan paling adidaya di bumi. Kita bisa menciptakan teknologi, membangun peradaban dan beradaptasi dengan berbagai situasi alam. Dan kita jugalah yang bertanggung jawab atas kerusakakan bumi.
Konsumi sumber daya alam dan gaya hidup kita, 7 miliar penduduk dunia saat ini telah melampaui kemampuan bumi untuk memulihkan diri secara alami.Â
Bumi telah sampai pada batas ekologi dan kemampuannya. Apabila tidak ada upaya untuk mengurangi konsumsi dan eksploitasi sumber daya alam -- bumi dan segala isinya akan mengalami kehancuran dan kelangkaan sumber daya alam.
Dalam kampanye #BeliYangBaik oleh WWF-Indonesia, dipaparkan bahwa kegiatan konsumsi manusia dimulai dari pemilihan produk, dilanjutkan dengan penggunaan dan proses pembuangannya.Â
Manusia -- dalam aktivitas  konsumsinya -- dapat mengurangi dampak negatifnya terhadap lingkungan dengan memperhatikan 3 tahap dalam proses konsumsi.
Dalam tahap awal: pemilihan. Kita dapat memaksimalkan efektivitas penggunaan barang dengan memilih barang yang kita perlukan saja, juga barang yang awet -- sehingga tidak perlu membeli lagi, dan juga barang yang lokal -- karena tidak memakan waktu dan tenaga yang banyak dalam proses produksi hingga sampai ke tangan konsumen.Â