Mohon tunggu...
Verina Putri Rasendriya
Verina Putri Rasendriya Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Mahasiswa Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Selanjutnya

Tutup

Beauty

Drama Korea True Beauty: Beauty Privilege dan Standar Kecantikan Membentuk Adanya Diskriminatif di Kalangan Perempuan

8 Januari 2024   22:23 Diperbarui: 8 Januari 2024   22:45 294
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Beauty. Sumber ilustrasi: Unsplash

Sejak dahulu kala hingga saat ini, wanita selalu diidentikkan dengan kecantikan dan keindahan. Beberapa wanita bahkan merasa dirinya akan lebih dihormati. Kata "cantik" selalu mengacu pada penampilan seorang wanita, baik dari segi wajah maupun bentuk tubuh. Maka tak heran jika para wanita seakan berlomba-lomba untuk menjadi cantik dengan melakukan berbagai hal, seperti merawat tubuh yang terlihat. dari luar tetapi mengesampingkan kualitas-kualitas lainnya, seperti kecerdasan, kepribadian dan kemampuan lainnya.

Kamu cantik, kamu aman! Statement tersebut dikeluarkan karena adanya beauty privilege dimana mana, bahkan banyak orang yg bilang bahwa beauty privilege itu nyata. Konsep standar kecantikan yang dianut oleh mereka  menjadikan fenomena beauty privilege ini benar adanya dan menjadikan hal ini sebagai tolak ukur kehidupan yang sempurna. Perbedaan sikap yang diperoleh perempuan karena kecantikan kerap mengacu pada tindak diskriminasi. Salah satu bentuk diskriminasi tersebut yaitu adanya perilaku beauty privilege. Beauty privilege merupakan hak istimewa yang dimiliki oleh manusia yang mendapatkan kecantikan dari baru lahir sampai dewasa yang akan mempengaruhi dalam hal pekerjaan dan bagaimana pandangan seseorang terhadap individu tersebut (Judhita dalam Ardhiarisa, 2021).

Tak hanya di dunia nyata, dalam drama korea pun topik dan tema beauty privilege kerap diperbincangkan. Dalam konteks ini, ada beberapa judul drama korea yang mengangkat tema  kecantikan dan sikap terhadap beauty privilege, seperti serial drama Korea "True Beauty". True Beauty adalah serial drama korea  berdasarkan  webtoon dan sangat populer di kalangan gadis remaja di Korea bahkan Indonesia. Serial drama ini bercerita tentang seorang gadis SMA bernama Im Ju-kyung (Moon Ga-young) Ia mempunyai masalah dengan penampilannya yang tidak memenuhi standar kecantikan wanita Korea karena penampilannya, ia sering ditolak oleh orang-orang di sekitarnya, termasuk keluarga, teman, dan sekolah. Sejak kecil, ia dikritik dan dihina oleh orang-orang di sekitarnya karena penampilannya.

Dari drama korea tersebut bisa kita lihat bahwa penampilan adalah sesuatu hal yang sangat penting dan hal yang sangat diperhatikan oleh banyak orang apalagi seorang perempuan. Preferensi terhadap 'standar' kecantikan bisa menimbulkan kesenjangan dalam masyarakat, sehingga individu yang tidak memenuhi standar tersebut atau 'gagal' dalam memenuhi standar tersebut dapat merasakan diskriminasi hingga stigmatisasi yang merugikan bagi mereka.

Media massa membuat sebuah standar kecantikan baku yang seolah-olah perlu dicapai oleh perempuan. Standar kecantikan ini terkonstruksi di dalam benak perempuan sebagai sebuah konsep ideal mengenai kecantikan yang seharusnya dimiliki oleh perempuan. Konsep seperti bentuk tubuh yang  langsing,  warna  kulit  yang  putih,  dan  sebagainya  seakan-akan  menjadi sebuahtarget  yang harus dicapai oleh perempuan. Penggambaran wanita cantik yang dibangun oleh media massa di Korea Selatan pundirepresentasikan melalui tokoh-tokoh perempuan yang telah memiliki kategori-kategori  yang  telah ditetapkan  tersebut.

Pada  dasarnya  konsep  kecantikan  itu  sendiri  memiliki  standar  yang  berbeda-beda  atau bersifat sangat subyektif antara suatu negara dengan negara yang lainnya. Standar ini bersifat sangat relatif  dan  tidak  bisa  diukur.  Namun  seiring  dengan  arus informasi yang  semakin  berkembang, transfer  budaya  dari  negara-negara  Asia  yang  maju  juga  marak  dan semakindigemari  oleh masyarakat Indonesia yang mana salah satunya adalah budaya Korea Selatan ini (Arsitowati, 2017). Adanya budaya dari luar Indonesia yang diadopsi tersebut, membuat sebuah aktivitas perawatan tubuhserta usaha untuk mempercantik diri ini menjadi sebuah gaya hidup (lifestyle) khususnya di kalangan  perempuan.

Sebuah jurnal beauty privilege yang dilakukan oleh Daniel Hamermesh dan Jeff Biddle menunjukkan bahwa orang dengan visual memukau cenderung mendapat penghasilan yang lebih tinggi, memperoleh banyak kesempatan untuk mendapatkan pekerjaan, dan mendapat perlakuan yang lebih baik dalam interaksi sosial dibandingkan dengan orang yang dianggap kurang menarik. Dari penjelasan jurnal tersebut benar adanya ketika Anda ingin melamar pekerjaan, pasti Anda pernah mendengar bahwa ada perusahaan yang mensyaratkan kandidatnya harus "menarik", atau dengan kata lain "tampan". Nah, secara tidak langsung hal ini bisa jadi membuktikan bahwa penampilan fisik dianggap lebih penting dibandingkan kecerdasan. Selain itu, di Indonesia, masyarakat yang tidak memenuhi standar kecantikan cenderung menciptakan ketidakseimbangan dalam hubungan sosial serta kesenjangan dalam peluang dan akses di banyak bidang kehidupan lainnya.

Seseorang yang tidak dapat merasakan sisi positif dari beauty privilege kemungkinan besar akan merasa tidak aman. Hal ini dikarenakan mereka merasa belum bisa memenuhi standar kecantikan tersebut sehingga merasa tidak puas dengan penampilan fisiknya. Hal ini tentu berdampak besar pada kesehatan mental nya sendiri, semakin dia tidak puas dengan dirinya maka semakin dia tertekan akan hal itu. Karena itulah, banyak perempuan di zaman sekarang yang berlomba-lomba untuk menjadi cantik karena mereka harus memenuhi standar kecantikan nya. Meski setiap orang mempunyai kecantikannya masing-masing, namun kecantikan itu tidak hanya terlihat dari luar saja, tapi kecantikan dari dalam juga harus seperti kepribadian. Kita bisa menunjukkan keindahan batin atau inner beauty  dengan cara menghargai diri sendiri, menyayangi diri sendiri, berdamai dengan diri sendiri, mensyukuri apa yang telah kita ciptakan, selalu menjaga diri  dan fokus pada diri sendiri, selalu berperilaku baik dan sopan dihadapan orang. dan kita mengembangkan keterampilan kita dan aura  dalam diri kita  terpancar.

Meskipun  masih ada perdebatan sejauh mana beauty privilege mempengaruhi individu terus diperdebatkan, penting untuk meningkatkan kesadaran akan masalah ini. Pendidikan tentang pentingnya penilaian yang adil berdasarkan kualitas internal seperti kepribadian dan keterampilan dapat membantu mengurangi dampak negatif dari hak istimewa kecantikan. Peran media sosial dalam membentuk persepsi  kecantikan tidak bisa diabaikan. Platform seperti Instagram, TikTok, dan Snapchat sering kali dipenuhi dengan gambar orang-orang yang sangat menarik. Hal ini dapat menimbulkan tekanan sosial pada individu untuk memenuhi standar kecantikan yang tidak realistis. Padahal sejati nya cantik itu relatif, kita semua cantik dengan ciri khas diri kita masing-masing. Kita tidak perlu mengikuti standar kecantikan yang ada, kita mempunyai kapasitasnya masing-masing. Selama kita bisa menerima diri sendiri dengan baik dan bahagia dengan diri kita yang apa adanya, maka kita akan menjadi yang tercantik sepanjang masa.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Beauty Selengkapnya
Lihat Beauty Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun