Mohon tunggu...
Vera Shinta
Vera Shinta Mohon Tunggu... Freelancer - Kompasianer Brebes Community' (KBC)

Menulis adalah pelarian emosi paling sexy

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Menembus Batas, Impian Petani Kopi Brebes Selatan

12 Maret 2020   10:48 Diperbarui: 12 Maret 2020   10:53 499
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kegiatan berkumpul ngobrolin kopi (Dok.Pri)

Acara pertemuan yang digagas oleh DR. H. Sutarmin, S. Si., M. Mi dosen Universitas Peradaban Paguyangan Kabupaten Brebes, Jawa Tengah selaku ketua tim peneliti kopi diwilayah Brebes dihadiri sekitar 30an orang. Mereka terdiri dari tim peneliti, petani kopi, pengepul, prosesor, barista dan pemerhati kopi.

Dalam sambutannya Sutarmin menyampaikan "kegiatan ini untuk menggali informasi tentang kopi tentang bagaimana proses kopi dari petani hingga menjadi ramuan ditangan barista". 

Setelah kegiatan ini nanti akan ada pertrmuan lanjutan dan mendatangi perkebunan kopi yang ada diwilayah Brebes Selatan ini, ungkap Sutarmin menambahkan.

Brebes selatan yang terdiri dari 6 kecamatan memang merupakan dataran tinggi yang cocok untuk tanaman kopi. Ada 4 kecamatan yang merupakan daerah penghasil kopi, yaitu Kecamatan Paguyangan ada di Desa Tretepan (Pandansari), Wanatirta, Cilibur, Wanaturta. Kecamatan Sirampog di Desa Dawuhan, Kecamatan Bantarkawung dan Kecamatan Salem.

Kopi Dawuhan Sirampog (Dok.pri)
Kopi Dawuhan Sirampog (Dok.pri)

Untuk wilayah Kecamatan Sirampog, Pagiyangan dan Bantarkawung menghasilkan kopi Arabica yang rasanya lebih asam, karena daerah ini berada di ketinggian 1000 mdpl. Sedangkan Salem lebih banyak kopi robusta, walau ada juga arabica yang tumbuh.

Kopi bisa dipanen setelah 1 tahun penanaman, untuk usia kecil bisa dipupuk sebulan sekali dan kalau sudah besar bisa 3 bulan sekali, jelas Nasam salah satu petani dari Dawuhan Sirampog.

Penyakit kopi juga sering mengganggu, seperti banci yaitu bintik-bintik hitam yang menempel didaun kopi. Ada juga semut dan ulat, kadang hasil kopi juga tidak maksimal karena saat tumbuhan itu besar malah diikat antar rantingnya keatas agar tidak meneduhi tanaman sayuran dibawahnya. Otomatis tindakan ini mempengaruhi juga hasil kopi.

Sementara ini memang tanaman kopi lebih banyak tumbuh ditanah perhutani, yang otomatis berdampingan dengan pohon pinus dan tanaman sayur yang saling menumpang. Belum ada berupa kebun kopi murni yang pasti akan menghasilkan biji kopi lebih bagus lagi karena tidak tercampur zat dari tanaman lain.

Kendala yang masih dihadapi oleh petani disini adalah pemasaran, karena mereka baru bisa menjual dalam bentuk green bean (masih mentah berupa biji). Mereka belum punya alat untuk roasting kopi yaitu proses pemanggangan biji kopi mentah dan masih belum punya produk kemasannya. Ada juga yang meroastingbkopi secara manual tapi resikonya lebih besar karena kalau terlalu matang jadinya gosong. Kopi yang terlalu gosong tidak berani mereka jual karena akan mempengaruhi pasaran, jadi akhirnya dikonsumsi sendiri.

Untuk Rasum sendiri sebagai petani kopi Daeuhan juga sekarang sudah mulai bisa memasarkan kopinya dalam bentuk green bean ataupun kemasan bubuk ke cafe-cafe disekitar Bumiayu. Kebetulan anaknya yang bernama Priyanto menyukai kopi dan bisa meroasting kopi tersebut dari bentuk ceri (masih merah asli) hingga menjadi bubuk, bahkan dirumahnya juga membuka kedai untuk oramg sekitar yang menyediakan kopi asli Dawuhan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun