Mendengar alasan itu saya paham betul bahwa tidak akan ada yang berani datang menggerebek. Di daerah tersebut saja ada beberapa tempat yang menyediakan mesin jackpot. Dan selama ini memang aman-aman saja.
Seperti halnya arena perjudian, di situ juga tumbuh subur praktek peminjaman dan pegadaian partikelir. Untuk peminjaman uang yang bunganya berkisar 10 -- 20 persen. Ada yang harus dicicil per hari, bisa juga per minggu. Biasanya tanpa perlu jaminan karena sudah saling kenal.
Orang juga bisa menggadaikan barang pribadi. Mulai dari handphone, perhiasan sampai sepeda motor. Bagi yang punya modal banyak tentu ini peluang yang menguntungkan. Uang bisa berputar dan menghasilkan.
Hari semakin malam, tawa dan umpatan di depan mesin jackpot terus bergema. Ada yang merasa senang walau pun hanya menang beberapa puluh ribu saja. Padahal modalnya sampai ratusan ribu. Mungkin hanya hiburan saja yang ia cari.
Bagaimana pun hukum judi berlaku di arena tersebut. Lebih banyak yang amsyong. Pokoknya apes, sampai-sampai isi dompet ludes. Siapa ungtung kalau bukan bandar.
Inilah fakta yang terjadi dalam masyarakat. Hampir tidak ada tempat yang betul-betul bebas dari berbagai bentuk perjuadian. Seperti halnya mesin-mesin jackpot yang sudah merambah hingga pelosok yang jauh dari pusat kota sekalipun. Menggoda siapa saja beradu peruntungan dengan cara yang mudah.
Harus diakui bahwa memang sulit untuk memberantas penyakit masyarakat yang satu ini. Ada supply and demand yang besar. Bahkan ada yang mengatakan keberadaan praktek perjudian sama tuanya dengan usia peradaban manusia di muka bumi ini. Seperti halnya prostitusi. Susah diberantas, walau Kitab-kitab Suci sudah dengan tegas melarang. Ya begitulah, memang judi tidak ada matinya.