Mohon tunggu...
Ajie Marzuki Adnan
Ajie Marzuki Adnan Mohon Tunggu... profesional -

Manusia biasa, suka tidur, suka browsing internet, suka baca komik Doraemon juga. Getting older but still a youth!

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Wacana Revitalisasi Aneka Sumber Bahan Makanan Pokok

19 Oktober 2010   06:10 Diperbarui: 26 Juni 2015   12:18 459
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Beberapa waktu lalu beberapa kelompok penduduk Indonesia merasa was-was atas rencana pemerintah melakukan revitalisasi keanekaragaman bahan makanan pokok. Penyeragaman makanan pokok penduduk negeri ini berupa nasi (beras) akan dirombak dan diarahkan kepada diversitas sumber bahan pangan.

Reaksinya beragam, namun yang diangkat oleh media kebanyakan adalah yang menolak rencana ini. Menurut mereka pemerintah sudah keterlaluan karena bertujuan mengurangi tingkat konsumsi makanan rakyat atas beras (nasi) dengan alasan penganekaragaman sumber pangan. Namun tahukah anda ternyata negara maju pun yang tidak mengalami kesulitan ekonomi samasekali juga telah melakukan langkah ini?

Contoh paling jelas adalah di Cina. Cina yang 10 tahun ada jauh dibelakang Indonesia dan kini telah menjadi salah satu pesaing terdekat Amerika Serikat juga telah memberlakukan kebijakan diversifikasi makanan pokok rakyat. Dulu Cina hanya mengandalkan dari beras, sama seperti Indonesia. Namun kini pemerintah Cina mulai berani memberlakukan Gandum dan ubi-ubian sebagai bahan makanan pokoknya. Kemudian Amerika Serikat, Jerman, Inggris dan Prancis pun mulai mencoba untuk tidak menggantungkan pangannya pada gandum semata, dan mulai mengakrabkan dirinya dengan nasi.

Mengapa?

Jawabannya ternyata bukan karena faktor internal negara tersebut seperti kondisi politik, ekonomi, sosial atau budaya. Faktornya adalah kejadian yang terjadi diseluruh dunia yaitu Global Warming dan Ledakan penduduk dunia.

Global Warming, tidak perduli itu teori konspirasi atau bukan (dan tidak perduli anda pendukung teori konspirasi itu atau bukan), yang pasti hal itu telah membawa dampak signifikan pada hasil-hasil pertanian. Seperti yang baru-baru ini terjadi di Indonesia yang mengakibatkan harga cabai mencapai rekor tertinggi mengalahkan harga daging sapi. Semua itu adalah dampak dari instabilitas cuaca dan iklim. Bukan hanya cabai, hampir seluruh komoditas pertanian di berbagai penjuru dunia terpengaruh dengan perubahan iklim ini.

Produksi komoditas pertanian pun menurun drastis di seluruh dunia. Imbasnya, alokasi distribusi produksinya pun menjadi tidak seimbang dan menghasilkan bencana kelaparan. Untuk itu, pemerintah sebagai pihak yang bertanggung jawab atas masalah pangan negaranya mengeluarkan kebijakan untuk mengurangi imbas dari ketidak seimbangan distribusi ini, salah satunya ialah dengan mengeluarkan kebijakan revitalisasi sumber daya pangan yang belum dimaanfaatkan secara optimal.

Justru adalah suatu kesalahan besar para pemimpin-pemimpin dunia zaman dahulu yang menyeragamkan makanan pokok suatu negara atau wilayah regional tertentu. Seperti Suharto yang berusaha menyeragamkan makanan pokok Indonesia menjadi beras saja, tentu ini adalah suatu kesalahan besar. Begitu juga seperti yang terjadi di hampir seluruh negara-negara Eropa pada masa zaman pertengahan (abad ke 15-18) yang berusaha menyeragamkan gandum untuk dijadikan makanan pokoknya.

Faktor kedua adalah ledakan penduduk dunia. Tidak bisa dibantah lagi bahwa penduduk dunia saat ini telah mengalami ledakan penduduk yang cukup signifikan. Bila pada pada tahun 1 hingga tahun 1000 masehi penduduk dunia hanya mengalami pertambahan penduduk kurang dari 100 juta , maka pada tahun 1000 sampai 2000 masehi penduduk dunia mengalami pertambahan sekitar 5,7 Milyar! (lihat gambar dibawah):

Kalau anda minimal pernah belajar matematika statistik pada masa SMA tentu anda tahu bahwa bagan tersebut (dalam konteks pertumbuhan penduduk) sangat tidak beres. Dari tahun 10.000 SM – 1000 SM jumlah populasi dunia relatif stabil (kurang dari 500 juta), kemudian mulai terlihat peningkatan pada tahun 1000 SM – 1500 M. Baru pada 1500 M sampai tahun 2000 M terjadi lonjakan drastis dan hampir menjadi garis lurus vertikal.

Pada hakikatnya hubungan antara pertambahan cadangan pangan dan pertumbuhan penduduk adalah seperti yang dikemukakan dalam Teori Malthus. Teori Malthus menyebutkan bahwa pertumbuhan pangan adalah seperti deret deret hitung (1,2,4,5,6,7 dst) sedangkan pertumbuhan populasi dunia adalah seperti deret ukur (1,2,4,8,16,32 dst). Ketidakseimbangan antara jumlah pangan dan jumlah penduduk telah membawa dunia kepada bencana kelaparan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun