Mimpi ..., ya, mimpi. Bukan ngimpi, sindiran buat para pecundang yang tak memahami makna terdalam maksud dari mimpi. Apalagi menganggap mimpi itu adalah cuma bagian dari bunga tidur, ah itu mah kerjanya ngorok doang. Bagi aku mimpi adalah impian. Impian adalah bagian dari cita-cita. Sedangkan cita-cita adalah tujuan yang akan ditempuh walau susah menemukan, mendapatkan atau meraihnya. Ya, namanya hidup, kudu ada yang namanya tengkurap, jongkok, duduk dan berdiri gagah atau kalo pepatah mengatakan bersakit-sakit dahulu, senang kemudian.
Kalo aku sudah memiliki mimpi, aku catat dalam list dalam ingatanku. Tidak hanya sekali aku memikirkan mimpi tersebut, tapi berkali-kali. Karena ketika aku memikirkan, ketika aku menyebutnya mimpiku itu dalam hati, maka bagiku adalah do’a. Aku percaya kekuatan kata-kata itu akan menjadi kenyataan. Maka itulah aku sebut mimpi adalah do’a.
Jika ada yang mengatakan, “Ahhh mimpi lo tuh mustahil,” sebut saja orang itu pecundang seperti kata aku di awal tulisan. Karena orang seperti itu enggak punya tujuan hidup dan menganggap semua hal harus selalu diraih dengan sesuatu yang realistis. Ingat enggak, kata Allah SWT, kalau tidak ada yang mustahil di dunia ini. Kalo kata Allah, kun fa yakuun, yang terjadi maka terjadilah, pasti Allah akan memberikan apa yang kita inginkan dan butuhkaan.
Ada beberapa contoh sederhana mimpiku, seperti keinginanku naik pesawat. Halaaahhh, kecil banget kan? Itu sih kecil bagi sebagian orang kaya. Maklumlah, aku cuma anak dari keluarga sederhana. Keinginan naik pesawat terbang itu selalu aku sebut dalam hati, kadang kubayangkan gimana rasanya dilayani oleh pramugara dan pramugari, duduk di kursi dekat jendela supaya bisa melihat awan lebih dekat. Hingga pada suatu saatnya tiba aku harus pulang kampung ke Bengkulu secara mendadak karena satu hal, akhirnya aku harus naik pesawat. Walau kepulanganku dalam keadaan sulit, tapi aku bahagia bisa naik pesawat dan melihat awan lebih dekat.
Nah mimpiku satu ini juga membawa satu mimpiku lagi yang pernah jadi kenyataan, yaitu bertemu dengan penulis novel dan cerpen idolaku semasa SMA dan ingin sekali berkunjung ke kota Bandung. Ceritanya begini, semasa SMA aku hobi baca majalah remaja. Pada tiap edisinya, ada rubrik cerpen. Nah aku kesengsem deh ceritanya sama salah satu cerpen milik Donatus A. Nugroho. Tiap baca majalah tersebut tiap edisinya, nama Donatus selalu ada tertera dalam cerpen sebagai penulis. Ahhh, makin penasaran dong dengan sosok Donatus, kok bisa bikin cerpen sekece itu.
Nah sekitar tahun 2011 lagi hapening banget dengan sosial media bernama facebook. Dari sekian ribu pertemanan ada satu pertemanan yang membuatku senang, yaitu berteman di facebook dengan sosok Donatus. Dari perkenalan itulah aku dibawa oleh beliau ke sebuah grup menulis yang membuatku makin cinta dengan dunia menulis. Di sana aku dikenalkan oleh penulis yang sudah tak diragukan lagi karyanya maupun penulis pemula yang sama sepertiku baru belajar. Karena sudah merasa betah, nyaman dan senang belajar di grup menulis tersebut, maka besar harapanku untuk bertemu mereka di dunia nyata. Para anggota yang terdiri dari penulis yang tersebar di seluruh Indonesia, membuat aku merasa bangga punya banyak teman di seluruh Indonesia. Di grup tersebut sering diadakan sebuah kegiatan yang bersifat edukatif maupun sosial. Namun, kegiatan tersebut selalu dipusatkan di pulau Jawa, maka dari itulah kami yang berada diluar pulau Jawa merasa sedih tak bisa bergabung.
Sebuah ucapan atau tulisan berupa mimpi, jika sudah kehendak Yang Maha Kuasa, maka berbahagialah yang memiliki mimpi itu. Seperti itulah yang terjadi pada diriku, manakala diumumkannya jadwal Kemah Sastra di Bandung pada tanggal 7 s/d 8 Juli 2012. Mendengar hal itu aku bahagia tapi sedih. Aku sedih karena tak punya biaya untuk ke Bandung. Namun impianku untuk bertemu penulis se-Indonesia dan merasakan bagaimana mengijakan kaki di Bandung begitu besar. Bukan aku kalo tak berani bermimpi, ada saja hal yang mungkin dirasa aneh kulakukan, yaitu mencatat mimpi. Ya, mencatat mimpi. Itu kulakukan empat bulan sebelum kemah sastra nasional. Isi tulisan tersebut adalah, “AKU AKAN BERANGKAT KE BANDUNG PADA TANGGAL 7 s/d 8 JULI UNTUK MENGIKUTI KEMAH SASTRA NASIONAL DAN BERTEMU PENULIS SE-INDONESIA.” Lembaran catatan mimpi tersebut aku taruh dibalik kasur kapuk di tempat tidurku. Satu bulan sebelum acara di Bandung, aku belum punya uang sepeserpun untuk beli tiket pesawat. Tapi aku tetap yakin, bahwa aku akan berangkat. Hingga pada suatu saat para petinggi grup menulis tersebut mengadakan kuis untuk memenangkan tiga tiket pesawat untuk pergi ke acara kemah sastra nasional. Dalam kuis tersebut, peserta diharuskan menjawab pertanyaan. Bagi peserta dengan jawaban yang menarik akan mendapatkan tiket pesawat gratis. Woooo ...., gak mau kehilangan kesempatan dong. Aku jawab sepanjang mungkin, detail dan menarik. Satu minggu kemudian pengumuman pemenang akhirnya diposting. Wauuuuh senangnya, namaku tertera di situ.