Kita tentu pernah mendengar ungkapan dari Virginia Wolf bahwa "Language is wine upon the lips".
Ungkapan di atas tentu memiliki makna yang jelas, di mana bahasa merupakan sebuah anggur di bibir.
Tentu warga Rusia tidak akan mencicipi minuman yang sama dengan yang dikonsumsi oleh orang lain.
Oleh karenanya, bahasa menjadi faktor yang patut diperhatikan oleh pemerintah Rusia. Pasalnya bahasa menjadi kendala terbesar pada pagelaran Piala Dunia 2018.
Berdasarkan studi yang dilakukan oleh Gazeta pada tahun 2003, hanya terdapat 16 persen warga dewasa yang mengaku dapat berbicara dalam bahasa Inggris. Kemudian angka tersebut berkembang menjadi 30 persen di tahun 2015.
Kendala dalam berbahasa ini umumnya terjadi di berbagai daerah utamanya di tempat-tempat umum yang berhubungan dengan gelaran Piala Dunia.
Area fan fest, misalnya, di tempat ini panitia penyelenggara dengan mudahnya dapat memberikan jasa volunteer dengan keahlian bahasa Inggris.
Namun, menjauh dari area fan fest Piala Dunia, situasi ini tidak terjadi. Tempat-tempat umum, jasa transportasi, restoran dan supermarket menjadi tempat yang menakutkan kala satu pihak dengan pihak lainnya terkendala dalam berbahasa.
Terlebih lagi, janji dari pemerintah Moscow untuk menambahkan bahasa Inggris di sudut-sudut jalan sekitar Moscow juga tidak kunjung terealisasi. Akibatnya, supporter kontestan Piala Dunia 2018 menjadi kesulitan dalam berkomunikasi.
Faktanya, di berbagai sudut kota di negara Rusia masih menggunakan bahasa Cyrill. Dengan adanya masalah seperti ini tentu menyulitkan mereka yang akan tinggal sementara guna menyaksikan negara mereka bertanding.Â
Akibat bahasa yang kurang familiar ini, beberapa fans terpaksa harus menggunakan Google Translate guna menangani masalah yang terjadi.