Mohon tunggu...
Vania Suherman
Vania Suherman Mohon Tunggu... Alumni Fakultas Ekonomi UNPAR dan Mahasiswa PPaK UNTAR

Saya adalah seorang akuntan yang bekerja pada perusahaan swasta dan sedang menempuh Pendidikan Profesi Akuntansi di UNTAR.

Selanjutnya

Tutup

Financial

Investasi Saham: Untung atau Buntung?

9 Juli 2025   15:48 Diperbarui: 9 Juli 2025   16:16 197
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Finansial. Sumber ilustrasi: PEXELS/Stevepb

Oleh Vania Suherman dan Sarwo Edy Handoyo

 

"Saya kasih tahu, ya! Main-main saham itu, kalau orang kecil, pasti kalah. Itu untuk orang kecil biasanya sama dengan judi." ujar Presiden RI ke-8 Prabowo Subianto pada Sidang Tanwir dan Resepsi Milad ke-22 Muhammadiyah di Kupang, Nusa Tenggara Timur, pada Rabu, 4 Desember 2024 lalu. Penyataan tersebut sejatinya menggambarkan tingkat literasi keuangan di Indonesia yang relatif rendah yaitu sebesar 65,43% berdasarkan Survey Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan (SNLIK) yang dilakukan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pada tahun 2024. Angka tersebut sebetulnya sudah menunjukkan peningkatan dari SNLIK 2016 yang menunjukkan tingkat literasi keuangan yang hanya sebesar 29,66% dan merupakan buah dari upaya yang dilakukan oleh OJK sejak tahun 2013 untuk meningkatkan literasi keuangan di Indonesia.

Memangnya apasih hubungannya literasi keuangan dalam "bermain" saham? 

Ini berhubungan dengan perilaku pemegang saham domestik di pasar modal saat ini yang alih-alih membeli saham berdasarkan prospek suatu perusahaan dan dengan tujuan untuk investasi, perilaku pemegang saham domestik malah sangat terpengaruh oleh perilaku pemegang saham asing sebagai pemilik modal mayoritas. Menurut data dari Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), realisasi investasi di Indonesia pada tahun 2024 masih didominasi oleh Penanaman Modal Asing (PMA) sebesar Rp 900,2 triliun (52,5%) dari total pencapaian realisasi sebesar Rp 1,714.2 triliun. Dominasi PMA ini membuat sikap pemegang saham asing menjadi acuan bagi pemegang saham domestik, terutama investor kecil. Banyak pemegang saham domestik yang berbondong-bondong membeli suatu saham hanya karena pemegang saham asing menanam modal pada perusahaan tersebut. Tidak jarang pembelian saham yang mengikuti pemegang saham asing ini dilakukan saat harga saham perusahaan sedang melambung tinggi tanpa alasan yang jelas. Kemudian saat pemegang saham asing melepas kepemilikannya, pemegang saham domestik akan berebut untuk keluar dari saham perusahaan tersebut, mengakibatkan penurunan drastis pada harga saham perusahaan dan para pemegang saham lokal yang membeli di harga tinggi berakhir menjual kepemilikannya dengan merugi. Perilaku inilah yang menyebabkan bermain saham seperti bermain judi, membeli dengan ikut-ikutan tanpa tahu alasan dan titik dimana harga saham terlalu tinggi, lalu merugi karena harus menjual saat terjadi koreksi harga saham.

Kebergantungan keuangan di Indonesia kepada pemegang saham asing mengakibatkan ketidakstabilan pada keuangan negeri kita ini. Oleh karena itu, sejak tahun 2015 Pemerintah Indonesia melalui Bursa Efek Indonesia (BEI) telah meluncurkan kampanye "Yuk Nabung Saham" untuk menggeser perilaku masyarakat Indonesia dari saving society menjadi investing society. Hal ini selain dapat menciptakan kestabilan keuangan di Indonesia karena dominasi pemegang modal domestik, juga dapat mengupayakan keutuhan nilai aset yang dimiliki oleh masyarakat sehingga tidak tergerus oleh inflasi. Maka dari itu, menjadi penting untuk masyarakat sebagai investor dapat meningkatkan literasi keuangannya dan membeli saham untuk investasi, bukan karena terbawa arus pemegang modal besar.

Kalau gitu, mulainya darimana? 

Ini yang mungkin menjadi pertanyaan banyak orang yang mau mulai berinvestasi saham. 

Yuk kita bahas di artikel ini!

Modal utama untuk investasi saham sebetulnya bukan uangnya, tetapi mentalitas. Sentimen Presiden Prabowo adalah investor dengan modal kecil (orang kecil) cenderung membeli saham karena ikut arus yang diciptakan pemodal besar, sehingga keputusan yang diambil menjadi tidak berdasar dan dapat disamakan dengan berjudi. Oleh karena itu, hal pertama yang perlu diingat adalah investasi bukan bertujuan untuk mendapatkan keuntungan, tetapi untuk menjaga keutuhan aset yang kita punya supaya tidak tergerus inflasi. Analoginya, uang dua puluh ribu rupiah yang kita miliki saat ini yang setara dengan seporsi makan siang di warteg, dapat tetap berharga seporsi makan siang di warteg di masa yang akan datang, bukan menjadi hanya cukup untuk membeli secangkir kopi susu starling di masa yang akan datang. Cara menjaga keutuhan aset adalah dengan membuat uang kita "bekerja" dan memberikan imbal hasil yang setidaknya setara dengan tingkat inflasi sampai saat uang tersebut akan digunakan di kemudian hari. Kalau tingkat pengembaliannya lebih tinggi daripada tingkat inflasi, maka itu adalah tambahan keuntungan tapi bukan merupakan tujuan utama. Hal ini menjadi penting supaya kita sebagai investor tidak "kalap" dengan mempertaruhkan semua uang kita untuk investasi saham. Pun supaya tidak terbawa arus saat melihat pemegang saham mayoritas membeli ataupun melepas kepemilikan suatu saham, karena bukan lagi berpikir untung rugi, tetapi apakah saham yang kita miliki dapat memberikan imbal hasil yang kita harapkan di masa yang akan datang dalam jangka waktu yang panjang.

Penting untuk dicatat bahwa yang kita jaga keutuhannya adalah aset yang kita miliki. Secara umum, khalayak ramai menyebut aset ini sebagai "uang dingin", dengan karakteristik tidak akan digunakan dalam jangka pendek dan baru akan digunakan di masa yang akan datang. Dengan melakukan investasi, kita membuat uang kita "bekerja" sehingga nilai uang tersebut di masa yang akan datang akan tetap sesuai. Oleh karena itu, lakukanlah investasi sesuai dengan kemampuan kita sendiri, sebesar aset yang kita miliki saat ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun