Mohon tunggu...
Valerie Josephine
Valerie Josephine Mohon Tunggu... Ilmuwan - FKUI '19

Integritas

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Isu Kedokteran (Kloning)

19 Agustus 2019   20:08 Diperbarui: 19 Agustus 2019   21:09 610
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

Oleh Valerie Josephine Dirjayanto

Kloning, suatu proses pembentukan organisme baru secara aseksual melalui proses pemindahan materi genetik, merupakan salah satu terobosan yang paling besar, tetapi juga paling kontroversial dalam dunia sains dan medis. 

Sejak pertama dilakukannya semi-kloning pada salamander newt pada tahun 1914 hingga percobaan domba Dolly oleh Wilmut yang terkenal pada 1996 serta pencetusan kloning manusia pada era 2000an, kini proses kloning telah berkembang menjadi salah satu riset tercanggih dalam sejarah  - namun, di antara semuanya itu, masih tinggal satu pertanyaan yang paling penting: apakah kloning itu memang hal yang benar untuk dilakukan?

Dalam menganalisis pro dan kontra dalam kloning, perlu diketahui bahwa kloning yang sudah berkembang saat ini dapat dibedakan menjadi tiga kategori, yakni kloning hewan, yaitu proses pembuatan individu hewan baru melalui teknik pemindahan materi genetika ke dalam ovum hewan yang bersangkutan, kloning sel manusia untuk terapi, yakni kloning yang menghasilkan embrio sumber sel induk yang akan kemudian dikembangkan, misalnya untuk pengobatan atau pembuatan organ, dan yang terakhir yang paling banyak menuai kritisi, yakni kloning manusia untuk reproduksi, yakni kloning yang menciptakan individu manusia yang sama persis, dengan tujuan untuk mengganti proses reproduksi secara alami.(1)

Jika dilihat dari keuntungannya, kloning memiliki berbagai manfaat. Kloning hewan, memiliki fungsi yang sangat berguna karena dapat menghasilkan keturunan yang sama persis sehingga berguna dalam pengembangan ras yang baik, misalnya pada hewan ternak ataupun jenis anjing.

Selain itu, kloning juga dapat mencegah kepunahan dan menjaga keseimbangan dan keragaman ekosistem, misalnya pada kloning badak, yang masih berpotensi dikembangkan. Bahkan, ada kemungkinan menciptakan kloning dari hewan-hewan yang sudah punah, seperti dinosaurus, asal ditemukan spesimennya yang mengandung materi genetik (DNA) lengkap serta ovum yang cocok untuk ditransplantasinya, walau sekarang masih belum mungkin.(1)

Kloning tipe kedua, yakni kloning terapi sel manusia, yang memiliki keterkaitan lebih banyak dengan dunia medis, banyak berhubungan dengan sel induk yang digandakan dari embrio. 

Secara teori, sel induk tersebut akan sama persis dengan asalnya, sehingga jika seketika orang tersebut mengalami masalah medis dan membutuhkan terapi sel induk, kemungkinan penolakan imun terhadap sel induk tersebut akan lebih kecil. Dengan demikian, proses penyembuhan akan berlangsung jauh lebih cepat dan efektif. Selain itu, sel induk tersebut akan sangat berguna dalam perkembangan ilmiah dan riset ke depannya.(1)

Kloning manusia untuk reproduksi memiliki potensi besar menyelesaikan masalah kemandulan dan menyeleksi sifat-sifat genetika pada manusia sehingga dapat menghasilkan keturunan yang unggul, serta mengurangi kejadian penyakit genetika. Selain itu, klon hasil proses tersebut dapat sangat berguna untuk terapi donor organ jika sewaktu-waktu induknya menderita penyakit serius.(1)

Namun, dari sudut pandang lain, kloning juga memiliki berbagai kerugian yang menyangkut aspek fisik maupun moral. Secara fisik, kloning hewan bisa memengaruhi makanan serta obat-obatan yang kita konsumsi dan berasal dari hewan tersebut. 

Efek organisme hasil kloning masih belum diketahui seluruhnya dan berpotensi memunculkan permasalahan baru secara tiba-tiba, seperti kelainan dalam materi genetik bagi yang mengonsumsinya, atau kemunculan organisme baru yang malah merusak keseimbangan ekosistem yang ada sekarang. 

Jika dilakukan secara besar-besaran, baik terhadap hewan maupun manusia, kloning dapat menurunkan biodiversitas sehingga ekosistem tidak seimbang dan seluruh organisme lebih rentan terkena penyakit. 

Secara moral dan dari perspektif agama, kloning merupakan sebuah proses yang menentang Sang Pencipta dan menurunkan martabat manusia.(2) Hasil kloning seperti embrio, maupun organisme seutuhnya, memiliki kecenderungan besar untuk diperlakukan secara tidak sepantasnya untuk keperluan riset. 

Bisa dipertanyakan, apakah hasil klon itu berguna hanya untuk keperluan riset, atau harus diperlakukan sebagai manusia sama seperti kita. Malpraktik yang membunuh hasil kloning juga bisa saja tidak dianggap besar. Pembuatan bayi unggul yang telah didesain sebelumnya melalui seleksi gen dan kloning bisa menimbulkan perpecahan dalam masyarakat dan konflik yang luas.(3)

Banyak mitos yang beredar di masyarakat bahwa kloning dapat dilakukan secara cepat dan langsung menghasilkan organisme baru sehingga dapat membuat sebuah populasi massal hasil klon. 

Padahal, proses kloning yang menghasilkan sebuah organisme yang sama secara genetis dengan induknya dilakukan melalui 3 tahap yang kompleks, yakni persiapan, peleburan, dan implantasi. Persiapan dilakukan melalui menyeleksi dan mengekstraksi sel yang akan digunakan sebagai induk kloning, misalnya berasal dari kulit. 

Sel ini akan disimpan dengan perlakuan tertentu sehingga berkembang. Selain itu, diekstraksi juga sel ovum yang intinya dibuang terlebih dahulu supaya siap untuk proses kloning. Kemudian, dalam tahap peleburan, energi listrik dipakai untuk memasukkan materi genetik dari sel kulit ke sel telur. Terakhir, ovum dimasukkan ke dalam rahim sehingga organisme baru dapat berkembang.(4) Tahap-tahap ini membutuhkan waktu yang lama serta masih harus dikembangkan lagi.

Secara medis, kloning sangat berguna dalam mengatasi masalah infertilitas, mengurangi insiden penyakit genetis, serta menyediakan sel induk (stem cell) ataupun organ yang cocok untuk terapi induknya. Namun, seperti yang telah dipaparkan di bagian pro dan kontra, perlu juga diperhatikan risiko-risiko yang membayangi serta juga aspek etis dan moral. 

Dengan demikian, masih selalu ada ruang untuk pengembangan kloning melalui riset untuk pengobatan, namun semuanya itu harus dilakukan melalui perilaku etis yang diatur dan dibuat undang-undangnya serta juga menjunjung tinggi martabat manusia.

Referensi:

1. Campbell K. The biotechnology revolution cloning. New York: Britannica Educational Publishing; 2015. Available from: https://www.kobo.com/us/en/ebook/cloning
2. Terec-Vlad L, Terec-Vlad D. Ethical aspects within human cloning. Procedia-Social and Behavioral Sciences. 2013 Oct 10;92:920-4.
3. James. Embryonic stem cells: advance in medical human cloning. BBC News UK. London; 2013May15;
4. Jones M, Fosbery R, Gregory J, Taylor D. Cambridge international AS and A level biology coursebook. 4th rev. Cambridge; 2014. 93-106p.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun