DENPASAR - (31/7/2015) Untuk kedua kali, buruh WFI Denpasar mengadukan ancaman PHK kepada LBH Himpunan Advokat Muda Indonesia (HAMI) Bali yang dilayangkan perusahannya.
WFI merupakan perusahan yang bekerja di bidang finance berkantor pusat di Jakarta dan memiliki cabang di Denpasar. Buruh berinisial PC, mengaku, jika pekan lalu ia dipanggil ke ruangan pimpinan WFI Denpasar.
Dalam pembicaraan, pihak WFI menyatakan, jika managemen telah merugi karena buruknya kinerja (perfomance), sehingga atas koordinasi dengan kantor WFI Jakarta, segera akan dilakukan pemecatan (PHK).
“ Saya terkejut sekali, lalu meminta alasan-alasan yang akurat, namun pimpinan bersikeras tetap akan memecat, tanpa menyodorkan surat pemecatan. Kejadian itu membuat saya bingung, bukankah mesti ada peringatan lisan, peringatan tertulis, skorsing kerja atau rolling yang menjadi aturan perusahan? ” keluh pria asal Buleleng ini.
Sosok yang pernah menggondol penghargaan karyawan terbaik di WFI ini menambahkan, “ Saat itu juga pimpinan menyatakan jika saya tetap akan memperoleh hak pesangon (3 kali gaji), sesuai aturan masa kerja saya di WFI selama 8 tahun. Setelah diberitahu jika pimpinan WFI Jakarta akan ke Denpasar guna memproses kasus ini, maka saya putuskan untuk minta Bantuan Hukum LBH HAMI Bali yang telah dikenal luas selalu membela hak-hak rakyat kecil seperti saya ini ”
Tim LBH HAMI Bali, Benni Hariyono yang didampingi Nengah Sukardika, Alfred Dengah, Made Varuni, Deyong dan Agus Nahak menyatakan telah menerima pengaduan langsung PC di Denpasar, Jumat (31/7/2015).
“ Ini kali kedua buruh WFI meminta pendampingan hukum dari HAMI. Kasus sebelumnya, pernah terjadi menjelang akhir tahun 2014 lalu dan telah diselesaikan secara mufakat ”, Ungkap Hariyono.
Menurutnya tindakan menebar ancaman PHK ini, sepertinya menjadi modus untuk mengganggu "psikologi buruh", sehingga dalam proses bipartit, akan terjadi kompromi yang lebih menguntungkan perusahan.
“Buruh diancam PHK tanpa terlebih dulu diberikan surat pemecatan, dengan dalih sedang diproses. Status buruhpun menjadi tidak jelas, satu sisi ia masih terdata sebagai pekerja, sisi lain secara lisan pihak perusahan sudah tidak lagi menginginkannya. Yang dihajar khan psikologi pekerja, membuatnya tidak nyaman lalu (mungkin) akan memilih atau diminta mengundurkan diri. Jika ini terjadi maka hak-haknya akan dihitung sebagai pekerja yang mengundurkan diri, bukan di PHK ” Ujar advokat yang juga staf pengajar di salah satu perguruan tinggi di Bali ini.
Sekjen HAMI Bali Valerian Libert Wangge menyatakan, HAMI Bali selalu terbuka terhadap permohonan bantuan hukum dari masyarakat yang merasa hak-hak hukumnya dirugikan.
“ Kami akan segera menemui otoritas WFI untuk meminta klarifikasi. Tidak ada akibat tanpa sebab, tidak ada kasus tanpa solusi. Kalau merujuk aturan ketenagakerjaaan (UU No.13/2003), maka hak yang mestinya diterima PC, jika akhirnya di PHK, tidak seperti yang dinyatakan pimpinan WFI itu. Buruh yang sudah bekerja 8 tahun, berhak menerima pesangon (9 x gaji pokok), UPMK (3 kali gaji pokok), serta hak-hak lain seperti Jamsostek “ tegas alumnus YLBHI Bali ini.
Keberadaan Himpunan Advokat Muda Indonesia (HAMI) Bali, mulai terlihat sejak dideklarasikan tahun 2013 di Denpasar. HAMI merupakan gabungan advokat muda dari Peradi dan KAI.
Selain melakukan advokasi hukum bagi kaum marginal, HAMI juga intens melakukan edukasi hukum yang didedikasikan bagi upaya pencerahan dan penguatan hukum bagi masyarakat umum. Saat ini HAMI intens melakukan advokasi hukum bersama P2TP2A untuk kasus tewasnya Engeline Megawe di Denpasar (*)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H