Mohon tunggu...
valentini aprilia gracia
valentini aprilia gracia Mohon Tunggu... Mahasiswa

Mahasiswa S1 Pendidikan Masyarakat

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Hak Asasi Manusia dan Etnis Minoritas di Indonesia

24 Juni 2025   08:20 Diperbarui: 24 Juni 2025   08:16 79
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Indonesia dikenal sebagai negara yang kaya akan keragaman budaya dan etnis, dengan lebih dari 1.300 kelompok etnis yang tersebar dari Sabang sampai Merauke. Namun, di tengah semangat persatuan dalam keberagaman yang selalu digaungkan, perlindungan terhadap hak asasi manusia (HAM) bagi kelompok minoritas etnis masih menyisakan persoalan serius. Berbagai kasus diskriminasi, pelanggaran hak, serta marginalisasi sosial terhadap kelompok-kelompok ini masih kerap terjadi, menunjukkan bahwa janji konstitusi belum sepenuhnya menjadi kenyataan.

Secara hukum, Indonesia telah memiliki kerangka normatif yang cukup kuat untuk menjamin kesetaraan dan perlindungan HAM. UUD 1945 secara eksplisit mengatur bahwa semua warga negara memiliki kedudukan yang sama di mata hukum dan pemerintahan. Pasal 27 menyatakan bahwa tidak boleh ada perlakuan yang berbeda tanpa dasar hukum yang sah, sedangkan Pasal 28D dan Pasal 29 menjamin hak atas perlakuan yang adil, kebebasan beragama, dan perlindungan hukum bagi setiap warga negara. Selain itu, Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia dan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2008 tentang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis telah memberikan dasar hukum khusus untuk mencegah dan menindak segala bentuk perlakuan diskriminatif. Di tingkat kebijakan, pemerintah juga mengeluarkan Peraturan Presiden Nomor 53 Tahun 2021 tentang Rencana Aksi Nasional HAM sebagai bentuk komitmen dalam memajukan agenda HAM, termasuk bagi kelompok rentan dan minoritas.

Sayangnya, realitas di lapangan masih jauh dari harapan. Kelompok minoritas etnis di Indonesia masih kerap menghadapi diskriminasi dalam berbagai aspek kehidupan, mulai dari sosial, ekonomi, hingga politik. Hambatan dalam mengakses pendidikan yang layak, layanan kesehatan, dan lapangan kerja yang setara masih dialami oleh banyak komunitas minoritas. Di ranah sosial, penyebaran ujaran kebencian dan stereotip negatif melalui media maupun ruang publik terus berlangsung, memperkuat stigma dan memicu konflik horizontal. Tidak sedikit pula anggota kelompok minoritas yang menjadi korban kekerasan fisik, intimidasi, bahkan penyiksaan, baik oleh kelompok masyarakat maupun aparat negara. Kebebasan berpendapat, berkumpul, berorganisasi, serta menjalankan kepercayaan dan budaya mereka juga kerap dibatasi dengan dalih menjaga harmoni sosial, padahal harmonisasi tidak boleh mengorbankan hak dasar manusia.

Salah satu contoh paling mencolok dari kegagalan perlindungan HAM terhadap kelompok minoritas adalah yang terjadi di Papua. Masyarakat asli Papua selama bertahun-tahun menjadi korban diskriminasi sistemik dan pendekatan represif oleh negara. Dalam laporan Human Rights Watch (HRW) tahun 2024–2025, disebutkan bahwa rasisme dan pelanggaran HAM terhadap orang asli Papua tidak hanya terus berlangsung, tetapi bahkan semakin meningkat. Penangkapan massal terhadap demonstran damai, pembatasan kebebasan berekspresi, serta intimidasi terhadap aktivis dan tokoh adat merupakan pola pelanggaran yang berulang. Sejak insiden rasisme di Surabaya tahun 2019, yang memicu gelombang protes di Papua, ratusan orang ditahan, sebagian besar tanpa proses hukum yang adil. HRW bahkan menyebut bahwa negara lebih mengutamakan pendekatan keamanan dan eksploitasi sumber daya alam ketimbang dialog damai dan penghormatan atas martabat manusia Papua.

Peneliti HRW, Andreas Harsono, menyatakan bahwa pemerintah Indonesia harus mulai mengakui bahwa hukum HAM internasional berlaku di Papua dan memenuhi kewajiban untuk melindungi rakyatnya. Komnas HAM mencatat sedikitnya 22 kasus pelanggaran HAM di Papua hanya dalam enam bulan pertama tahun 2025, mencakup konflik agraria, pengabaian hak masyarakat adat, dan penggunaan kekuatan berlebihan oleh aparat. Situasi ini mencerminkan bukan hanya kegagalan perlindungan, tetapi juga pembiaran yang berujung pada impunitas dan hilangnya kepercayaan masyarakat terhadap negara.

Untuk itu, diperlukan langkah-langkah konkret dan menyeluruh dalam menjamin perlindungan HAM bagi kelompok minoritas. Pemerintah Indonesia harus menunjukkan komitmen serius dengan mereformasi kebijakan yang diskriminatif, baik dalam bentuk regulasi maupun praktik institusional. Aparat yang terbukti melakukan pelanggaran HAM, terutama di Papua, harus diadili secara transparan dan adil, bukan dilindungi oleh kekebalan hukum. Para tahanan politik Papua yang ditahan karena menyuarakan aspirasi damai perlu dibebaskan dan dipulihkan hak-haknya. Selain itu, pendidikan toleransi dan kampanye inklusi sosial harus digalakkan secara luas untuk membongkar prasangka dan membangun masyarakat yang saling menghargai perbedaan. Yang tak kalah penting, kelompok minoritas harus dilibatkan dalam proses perumusan kebijakan agar suara mereka benar-benar terdengar dan kebutuhan mereka terpenuhi secara bermartabat.

Melindungi HAM kelompok minoritas etnis bukan sekadar kewajiban hukum negara, melainkan juga cerminan kematangan demokrasi dan peradaban suatu bangsa. Indonesia hanya akan benar-benar disebut besar jika mampu menjamin keadilan dan kesetaraan bagi semua warganya, tanpa memandang etnis, agama, atau latar belakang sosial. Merawat keberagaman berarti menjaga keutuhan bangsa, dan itu hanya bisa dicapai jika setiap anak bangsa mendapat tempat yang setara dalam kehidupan bernegara.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun