Ageman dalam bahasa jawa sering ditafsirkan sebagai seperangkat pakaian yang menutupi tubuh berikut "asesorisnya"yang bertujuan melindungi tubuh,membikin indah,dan mampu sebagai alat bantu bagi ybs sesuai peruntukannya,semisal :kerja,berolahraga,berkesenian,berperang dsb.
Akibatnya penggunaan "Ageman"disesuaikan dengan kebutuhannya dan tujuannya "Ageman"tsb dipakai.
Ageman untuk berolahraga jelas beda dengan Ageman untuk mendatangi pesta,atau bekerja ataupun beristirahat.
Ukuran "Ageman"bagi tiap orang juga tidak sama,harus disesuaikan dengan tubuhnya,ketrampilan yang dimilikinya dsb.
Membahasakan istilah "agama"dengan istilah "Ageman"bertujuan agar orang lebih mudah memahami agama sekaligus mengamalkannya.
Ada semacam "relativisme"dalam beragama,yang artinya pas untuk saya belum tentu pas untuk orang lain,halal untuk saya belum tentu halal untuk orang lain.
Dalam implementasinya dalam kehidupan sehari hari beragam,sebagai contoh sederhana,sebagai seorang musafir seseorang diberi keringanan untuk meringkus sekaligus menggabungkan waktu sholat wajib,tapi bagi bukan musafir jelas tindakan tersebut tidak dibenarkan.
Demikian juga seorang karena kemiskinannya dibolehkan makan "daging bangkai",tapi bagi orang yang punya makanan lain yang "halal",jelas makan daging bangkai diharamkan.
Disaat kemajuan ilmu dan tehnologi sedemikian pesat,sehingga dalam berkebun pakai peralatan dan tehnologi canggih,tapi masih ada juga yang berkebun seadanya ,cuma pakai parang dan cangkul,maka dalam konteks "Ageman" penggunaan parang dan cangkul bisa dibenarkan cuma sudah ketinggalan jaman,akibatnya jadi kurang efisien dan efektif bila kebunnya sangat luas.
Pesan moralnya ,bila AGAMA dikaitkan dengan "Ageman" adalah:mengikuti perkembangan ilmu dan tehnologi adalah bagian tidak terpisahkan dari pengamalan AGAMA,agar AGAMA bisa jadi "Ageman" yang mampu membikin nyaman,terlindungi,mudah dan murah dalam beraktivitas.