Begitu turun dari sepeda motor seketika kata-kata tak etis meluncur deras dari mulut istrinya, Munarti. Kuding kaget. Tak puas hanya bicara, diambilnya bongkot bambu lalu dilemparnya dengan kuat. Kuding spontan mengelak. Jika tidak, bisa bocos kepalanya. Menyadari istrinya sedang kalap, Kuding meningkatkan kewaspadaan.
Seketika itu pula istrinya mengacungkan golok. "Mampus, pergi!"
"Mun..." Kuding panik.
"Tidak ada kompromi. Sekarang juga kamu pergi. Jangan lagi kembali ke rumahku! Ini rumahku. Pergi kalau mau selamat!"
"Ini apa masalahnya Mun?"
"Halah, pura-pura kamu! Menyebalkan. Dasar suami tidak tahu diuntung. Pergi, golok nih!"
Kuding bergegas kabur.
Ini kali ketiga dia diusir dari rumah. Namun seberat apapun kesalahan istrinya tidak bakalan dia mengusirnya karena rumah dan lahannya milik mertuanya. Hampir tidak ada biaya yang dikeluarkan Kuding untuk membangunnya. Semula dia merasa bangga, juga ibunya, mendapat istri anak orang berada. Namun itulah salah satu konsekuensinya, dia diusir. Dia tidak begitu dihargai. Segala sesuatu harus menuruti istrinya.
"Ada apa lagi Ding? Berantem sama istrimu?"
"Biasa Mak, Munarti ngamuk."
"Dan kamu diusirnya?"