Mohon tunggu...
Usep Saeful Kamal
Usep Saeful Kamal Mohon Tunggu... Human Resources - Mengalir seperti air

Peminat masalah sosial, politik dan keagamaan. Tinggal di Depok.

Selanjutnya

Tutup

Politik

PKB dan Daulat Pangan Melalui BUMDes

4 Mei 2020   17:27 Diperbarui: 5 Mei 2020   22:20 118
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Problem kemiskinan dan pangan di Indonesia sejak lepas dari cengkraman penjajah Belanda tahun 1945 hingga kini tidak pernah kunjung terpecahkan, sektor ini selalu saja ambruk. Meskipun diera orde baru pernah alami swa sembada beras, namum petani tidak pernah menikmati insentifnya.

Kelirunya kebijakan pangan menurut Prof. Murdijati Gardjito (ahli pangan UGM) paling tidak dimulai sejak tahun 1990 ketika kebijakan pemerintah diarahkan kepada konsumen, supllier dunia (kapilatis global) dan petani rugi berefek pada rendahnya nilai upah buruh. Akibatnya swasembada beras berubah menjadi pengimpor pangan hingga detik ini.

Negeri agraris yang kaya raya dan pengekspor pangan tiba-tiba berubah menjadi pengimpor. Salah satu indikator pendukungnya adalah karena stok pangan nasional hanya bertumpu kepada beras, ditambah mengabaikan keanekaragaman sumber pangan karbohidrat non beras.

Kebijakan pangan kita melulu inkonsisten, kedaulatan pangan hanya lipstik. Negara agraris, tanahnya subur bak tanah surga, tongkat kayu pun bisa berubah menjadi tanaman tetapi hasil pertaniannya tida bisa mencukupi penduduknya, tambah aneh bukan!

Yang lebih miris lagi, petani tidak memiliki lahan, hak sosial ekonominya dirampas, dipinggirkan oleh arus besar kapitalisme dengan aturan internasional perdagangan bebas (free trade) dan tekanan-tekanan lainnya. Semuanya hanya menambah panjang mimpi petani kaya raya saja, tidak lebih.

Perjanjian perdagangan multilateral selalu saja berjalan dengan tidak fair, dan hanya menguntungkan para pemburu rente kelas kakap hingga kelas teri sekalipun. Merekalah yang kemudian mengendalikan pasokan kebutuhan, ketersediaan komoditas pangan dan harganya.

Program kemandirian pangan yang digulirkan pemerintah dengan menekankan lima komoditas trategis seperti: padi, jagung, kedelai, gula, dan daging sapi tidak pernah menuai hasil. Selalu berujung pada impor.

Semetara itu, potensi jenis pangan unggulan seperti ubi kayu, sagu, pisang, ubi kuning, sukun dan umbi-umbian  tidak pernah menjadi program strategis pemerintah yang kemudian harus dikembangankan pemerintah daerah hingga pemerintah desa. Problemnya petani kita selalu miskin disebabkan: harga gabah yang selalu rendah, tingkat produktifitas yang rendah, rata-rata lahan yang sempit, dan tingginya biaya produksi.

Dari kekayaan sumber daya alam, ditambanh dengan keanekaragaman produk pangan yang dimiliki diperkuat dengan kebijakan pemerintah yang berorientasi utuh terhadap pengembangan kekayaan pangan sendiri sejatinya Indonesia sudah bisa lepas dari ketergantungan impor  produk pangan.

Cuitan Gus Muhaimin tadi adalah wujud ikhtiar kuat PKB wujudkan kedaulatan pangan untuk keluar dari jebakan yang menggiring bangsa ini senantiasa bergantung  kepada "ritual" impor pangan mulai dari beras, gandum, kedelai, gula, daging, buah-buahan dan lainnya sebagaimana tercamtum dalam RUU Cipta Kerja/Omnibus Law bidang pangan sedang dibahas DPR dan pemerintah yang "melawan" pasal 1 ayat 7 UU. Pangan No. 18 Tahun 2012.

BUMDes  Pangan

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun