Mohon tunggu...
Nurhasanah Munir
Nurhasanah Munir Mohon Tunggu... Mahasiswa - Taruna

I'm a dreamer and wisdom seeker// Ailurophile// write to contemplate

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Kesenjangan Sosial di Dunia Kopi

26 Juli 2018   11:38 Diperbarui: 27 Juli 2018   09:27 1202
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dokumentasi Pribadi

Geliat industri kopi kian semarak, dari pedesaan hingga kota-kota besar di Indonesia. Beberapa tahun belakangan, baik pemerintah, pegiat, pelaku usaha, petani, hingga penikmat kopi mengekspresikan hal yang hampir sama untuk menggaungkan kopi-kopi yang "terlahir"dari tanah nusantara.

Tidak ada keresahan yang perlu dikhawatirkan lagi bagaimana masa depan industri kopi dalam kancah domestik maupun dunia internasional, toh kopi-kopi Indonesia semakin dimintai dimanapun ia berada.

Namun, yang menjadi kegundahan saya dalam dunia kopi adalah tentang klaim-klaim yang mengatasnamakan "kopi terbaik" menurut versi sekelompok orang, sehingga membuat stigma kualitas kopi lain tak sebaik kopi yang diminum, dihirup, dirasa, atau yang dijual.

Terus terang saja, saya penikmat kopi yang masih awam dimana saya keluar masuk dari satu warung kopi, kedai kopi, kafe, atau apapun nama yang disematkan pada tempat tersebut. Harga secangkir kopi yang pernah saya teguk berkisar pada 3 ribu -- 45 ribu rupiah.

Lalu dimana kesenjangan yang saya maksud itu? -- kesenjangan yang saya maksud adalah mereka yang mengklaim telah menikmati kopi terbaik dengan harga mahal, namun melupakan bahwa ada pula mereka yang menikmati kopi di pinggir jalan, bantaran kali,  atau taman umum, akan tetapi mereka bisa merasakan sebuah kenikmatan yang hanya mereka sendiri yang tahu rasanya.

Sangat disayangkan bahwa hanya orang-orang tertentu yang dapat menikmati kopi dengan "kualitas terbaik" nan mahal. Saya cukup sering menyaksikan sopir angkutan umum, ojek, penyapu jalan, dan lain-lain yang meneguk kopi disela-sela waktu istirahat mereka. Siapapun bisa menduga pendapatan yang mereka peroleh, dan kopi apa yang mereka teguk?!

Berbeda lagi, ketika saya menyaksikan anak-anak borjuis, kaum milenial, eksekutif muda, dan sebagainya yang kongkow-kongkow di gerai-gerai kopi prestisius demi mendapatkan sebuah pengakuan bahwa mereka telah mencicipi "kopi terbaik" dan diumumkan ke seluruh dunia melalui unggahan foto-foto ke media sosial.

Saat suara kerumunan di sekitar saya beri tanda "mute", suasana menjadi hening, muncul perbedaan-perbedaan yang sangat signifikan terhadap dua fenomena sosial yang saya saksikan itu. Dari mana kesenjangan ini bermula? Dimana kaki ini berpijak? Dimana pikiran ini berpihak?

Hakikatnya, kopi terbaik adalah kopi yang dinkimati dengan penuh rasa bahagia, cinta dan kasih sayang, kopi adalah tentang kejujuran. Dimana pun kita meneguk kopi dengan rasa jujur dan bahagia, maka itulah kopi terbaik.

Apa gunanya anda berpikir bahwa kopi yang anda teguk atau anda buat adalah kopi terbaik, jika terbesit dalam benak anda bahwa kopi yang lain atau dipinggir jalan bukan kopi yang terbaik?!

Tidak semua orang mampu menikmati kopi yang anda minum, atau yang anda buat dengan mesin kopi paling canggih. Namun yang perlu diingat adalah biji-biji kopi tersebut lahir dari petani-petani desa yang dengan sepenuh hati memberikan yang terbaik untuk tanah subur di seluruh nusantara.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun