Dahi saya berkerut saat mendengar nama kopi Gunung Karang dan nasi Gonjleng, senyum tanda ketidaktahuan menghiasi bibir saya tatkala seorang kawan bercerita betapa nikmat dan sedap rasa kopi Gunung Karang serta lezatnya nasi Gonjleng yang keduanya ternyata berasal dari tanah Banten, tanah leluhur saya dari garis ibu.
Saya memang pecinta kopi dari kopi instan, hingga beralih pada aneka kopi khas nusantara. Ketepatan saya berkawan dengan mereka yang juga maniak kopi. Jadi, tak heran jika rasa penasaran selalu menyelimuti hati dan terngiang-ngiang di telinga jika mendengar nama kopi yang belum saya kenal.
Beberapa kali, kawan saya bersemangat membagi kisahnya tentang dua kuliner khas Banten tersebut, saya diminta untuk mencicipi kopi Gunung Karang dan nasi Gonjleng yang paling enak di pinggiran Jakarta.
Walhasil, suatu hari ketika kami berdua mengatur waktu untuk bertemu, saya iyakan ajakannya untuk memburu kopi dan nasi yang diceritakan dengan berapi-api. Ya, saya paham maksudnya, tak lain agar saya juga sepakat bahwa kopi dan nasi itu membuat kita merasa gembira, bahagia, menjadi favorit, dan seterusnya.
Harus diakui bahwa saya bukan penggila kuliner seperti kebanyakan orang yang rela berkunjung dari satu restoran ke restoran lain, atau dari kafe ke kafe demi melakukan petualangan di dunia kuliner yang mereka cintai dan bisa bahagia di dalamnya. Ya, saya bukan tipe yang demikian, karena saya termasuk orang yang malas makan.
Singkat cerita, kami pun tiba di "Banten Resto" begitu nama yang tertera di pintu kaca berwarna coklat, yakni sebuah restoran yang berlokasi di daerah Pamulang II Plaza Gaido, ada 3 deret gedung, Banten resto terletak diantara kedua gedung tersebut. Kami masuk ke dalam disambut dengan keramahan stafnya.
Pertama-tama, saya memesan kopi Gunung Karang yang populer di telinga saya akhir-akhir ini, berikutnya nasi Gonjleng, dan terakhir belut bancakan. Makanan dan minuman yang dipesan terhidang dalam waktu yang relatif cepat, karena kesigapan para kru bisa menciptakan dinamisasi suatu pekerjaan.
Pelan-pelan saya cicip rasa kopi Gunung Karang penuh hasrat, ya.. betul, nikmat tiada tara! Faktanya, kopi Gunung Karang memang terlahir dari pohon kopi yang berada di kaki Gunung Karang, letaknya di daerah Serang Pandeglang kabupaten Banten.
Saya membandingkan dengan rasa-rasa kopi yang saya cicip seperti kopi Lanang dari Banyuwangi, Gayo - Aceh, Sidikalang - Sumatera Utara, Toraja, Bali, Lelet - Rembang, Flores, Selir - Bojonegoro, juga kopi "utara" Bengkulu.
Tapi akhirnya, setiap rasa dari kopi-kopi yang saya sebutkan tadi memang tak layak dibandingkan. Ya, alasannya adalah karena cita rasa kopi yang dihasilkan merupakan anugerah dari alam semesta yang diciptakan Tuhan untuk umat manusia seperti kita.
Tak ingin menghabiskan dengan cepat, sesekali saya selingi dengan minum air putih, disamping itu karena nasi Gonjleng yang saya pesan juga sudah tiba di meja. Kini saya beralih untuk mendeskripsikan keistimewaan dari nasi Gonjleng yang fenomenal di daerah asalnya.
Nasi Gonjleng sebenarnya tak berbeda dari nasi liwet di tanah Pasundan atau nasi Megono di Wonosobo, Magelang dan Kebumen. Nasi Gonjleng merupakan beras yang dinanak menjadi nasi namun prosesnya cukup unik dan sederhana, warisan nenek moyang!
Oh ya, saya juga diperkenalkan ole kawan dengan operator manager Resto Banten, mba Afifah. Dirinya menjelaskan bagaimana proses memasak nasi Gonjleng. Mba Afifah juga dengan senang hati memberitahu tentang bumbu dan rempah yang dipakai untuk membuat nasi Gonjleng, seperti: daun salam, bawang merah, bawang putih, serai, garam, dan lain-lain.
Macam-macam kata bisa saja digunakan untuk mendeskripsikan nasi Gonjleng, misalnya nasi goyang lidah, karena rasanya yang benar-benar lezat dan sedap. Begitu kayanya bangsa Indonesia yang memiliki banyak warisan dari nenek moyang, tak terkecuali warisan resep aneka masakan. Maka tak heran jika Indonesia semakin gemilang di mata dunia karena memiliki kearifan lokal yang terus dirawat dari waktu ke waktu.
Banten resto tidak hanya menyajikan masakan khas Banten, namun menu-menu lain yang berasal dari nusantara dan negeri barat seperti aneka sop, sayur asam, aneka tumisan dan lalap, spagheti, dan masih banyak lagi
Tak lengkap rasanya jika tak menceritakan tentang belut cobek, memang hanya belut biasa namun yang istimewa belut-belut yang digoreng berbalut tepung ini disajikan dengan sambal hijau yang berbeda dari sambal hijau di rumah makan padang, disamping itu belut-belut ini juga ditemani oleh beberapa jenis lalapan, seperti daun selada air, serta irisan tomat dan mentimun, terbayang renyah dan nikmatnya kan?
Untuk memesan menu-menu tersebut saya merogoh uang senilai Rp.140.000,- namun saya beruntung karena mendapatkan potongan 20% jadi hanya membayar Rp.110.400,- cukup murah kan? Nah, bilamana anda berminat untuk mencicipi masakan khas Banten, bisa datang langsung atau pesan melalui aplikasi ojek online juga.
Selamat berkunjung dan menikmati aneka menu pilihan!