Hal tersebut, lanjut Dr Rifqi, bakal semakin memperparah dwifungsi yang menurutnya telah terjadi secara 'sirri' alias rahasia atau tidak resmi, yang sudah mulai tampak dalam praktik tata kelola pemerintahan Indonesia belakangan ini.
"Hal ini tanpa menutup mata atas realitas dwifungsi yang secara 'sirri' Sejatinya sudah berjalan di Indonesia. Selama ini dengan batasan dwifungsi kita masih resah dengan kata 'bekingan tentara, bekingan polisi' yang digunakan oknum dalam mengamankan proyek dan usahanya," ungkapnya.
Menurutnya, realisasi pembentukan batalyon Teritorial Pembangunan tersebut lebih banyak mengandung mudharat atau dampak buruknya, dibandingkan dampak positif atau dampak baiknya.
Lihat juga: Pakar Hukum Tata Negara Umsida Beberkan 5 Alasan Presidential Threshold Inkonstitusional
"Untuk masyarakat Indonesia yang masih feodalistik, praktik dwifungsi akan lebih banyak membawa dampak mudharatnya dibanding manfaatnya. Pola hubungan patron klien yang selama ini coba kita kikis terancam akan menebal kembali, dan itu berbahaya bagi masa depan demokrasi kita," pungkas Dr Rifqi.
Artikel ini telah tayang di maklumat.id dengan judul Soroti Batalyon Teritorial Pembangunan, Pakar Hukum: Kita Punya Pengalaman Buruk Orba.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI