فَاَقِمْ وَجْهَكَ لِلدِّيْنِ حَنِيْفًاۗ فِطْرَتَ اللّٰهِ الَّتِيْ فَطَرَ النَّاسَ عَلَيْهَاۗ لَا تَبْدِيْلَ لِخَلْقِ اللّٰهِۗ ذٰلِكَ الدِّيْنُ الْقَيِّمُۙ وَلٰكِنَّ اَكْثَرَ النَّاسِ لَا يَعْلَمُوْنَۙ ٣
fa aqim waj-haka lid-dni anf, fithratallhillat fatharan-nsa 'alaih, l tabdla likhalqillh, dzlikad-dnul qayyimu wa lkinna aktsaran-nsi l ya'lamn.
Artinya: "Maka, hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (Islam sesuai) fitrah (dari) Allah yang telah menciptakan manusia menurut (fitrah) itu. Tidak ada perubahan pada ciptaan Allah (tersebut). Itulah agama yang lurus, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui."
Arti Fitrah
Ibnu Taymiyah menjelaskan tentang fitrah ini ke dalam tiga aspek penting sebagai berikut:
Pertama, kecenderungan kepada Tauhid, bahwa manusia secara fitrah memiliki kesadaran tentang keberadaan Allah dan kecenderungan untuk menyembah-Nya.
Ini adalah keyakinan dasar yang ada dalam diri setiap manusia, meskipun bisa dipengaruhi oleh lingkungan atau pendidikan yang menjauhkan mereka dari tauhid.
Kedua, kecenderungan kepada kebaikan dan kebenaran, manusia juga mendorong mereka untuk mencari dan menerima kebaikan serta kebenaran.
Manusia secara alami cenderung kepada akhlak yang baik, seperti kejujuran, kasih sayang, dan keadilan, kecuali jika pengaruh luar merusak sifat dasar ini.
Ketiga, kebebasan dari dosa asal. Yakni manusia dilahirkan dalam keadaan suci, bebas dari dosa.
Fitrah mereka adalah kesucian, dan mereka hanya akan bertanggung jawab atas dosa-dosa yang mereka lakukan setelah mencapai usia baligh dan memiliki tanggung jawab moral.