Mohon tunggu...
Abdisita Sandhyasosi
Abdisita Sandhyasosi Mohon Tunggu... Psikolog - Penulis buku solo "5 Kunci Sukses Hidup" dan sekitar 25 buku antologi

Alumni psikologi Unair Surabaya. Ibu lima anak. Tinggal di Bondowoso. Pernah menjadi guru di Pesantren Al Ishlah, konsultan psikologi dan terapis bekam di Bondowoso. Hobi membaca dan menulis dengan konten motivasi Islam, kesehatan dan tanaman serta psikologi terutama psikologi pendidikan dan perkembangan. Juga hobi berkebun seperti alpukat, pisang, jambu kristal, kacang tanah, jagung manis dan aneka jenis buah dan sayur yang lain. Motto: Rumahku Mihrabku Kantorku. Quote: "Sesungguhnya hidup di dunia ini adalah kesibukan untuk memantaskan diri menjadi hamba yang dicintai-Nya".

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Terjerat Tali Pusat

5 Januari 2023   07:00 Diperbarui: 7 Januari 2023   06:01 426
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Terjerat Tali Pusat

Desa Kabuaran. Sekian tahun silam. Pagi. Burung-burung yang bertengger di atas pohon jambu merah di depan rumah  Ana berkicau riang. Saat itulah Ana--seorang perempuan berusia tiga puluh tahunan--merasakan tanda-tanda menjelang persalinan. Syukurlah belum sampai membuatnya tegang. Sehingga   Ana bisa  melakukan beberapa aktivitas rutin sehari-hari  seperti menyiram tanaman,  mengisi tempayan sampai airnya penuh, membersihkan rumah dan memasak. Setelah itu Ana menyiapkan kain panjang untuk persalinan dan perlengkapan bayi sambil mengemil Kurma. Lalu   menyapu halaman dengan santai agar tetangga yang melihat Ana tak curiga bahwa  Ana akan melahirkan. Jika ada yang tahu maka para tetangga akan berdatangan dan hal itu tentu mengusik privasinya.

Malam itu , seusai menidurkan anak pertama  Ana  yang bernama Dani  di balai-balai, Ana  menemani suami Ana  menemui tamunya yang baru pulang dari Jepang. Mereka  mengobrol sampai larut malam.

Usai tamu pulang, Ana  mengambil uang tabungan Ana yang sudah  terkumpul sebanyak Rp.35.000. Uang itu cukup untuk biaya persalinan Ana  di desanya. Setelah menaruhnya di amplop, Ana   merebahkan tubuh lelahnya di ranjang tua rumahmya.

Ingin rasanya Ana tidur. Namun kontraksi otot "uterin" menghalanginya untuk tidur. Ketika jam di dinding menunjukkan pukul sepuluh malam, Ana  mengalami nyeri  akibat kejang di perut. Mungkin hal itu merupakan indikasi awal persalinan.  

Dugaan Ana  tak meleset. Tak lama kemudian hal itu terjadi secara berkala. Ana meminta suaminya untuk menghubungi bidan. Suami Ana pun segera pergi ke rumah bidan naik ojek. Lokasi rumah bidan ada  di desa sebelah.

Setengah jam kemudian suami Ana pulang. Begitu memasuki rumah, suami Ana  berkata: "Bu Bidan menyusul. Diantar suaminya."

"Iya,  mas.  Tak mengapa !" sahut Ana.
"Apa kupanggilkan adikku?" tanya suami Ana  sambil berdiri dekat pintu.

"Nanti saja. Tolong sekarang pijat  punggungku, ya mas !"  pinta Ana sambil  meringis  menahan sakit.

Suami Ana  pun mendekati ranjang Ana. Memijat lembut  punggung Ana yang terasa nyeri akibat kontraksi. "Duh, nikmat sekali!" seru Ana.  Namun,  Ana tak bisa berlama- lama menikmati pijatan suaminya karena dikejar "dead line" melahirkan. Artinya, sebelum waktu persalinan tiba, Ana  harus meminta tolong suaminya merebus air untuk keperluan persalinan. Dan suami Ana  pun segera menyalakan tungku, merebus air di panci besar.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun