Mohon tunggu...
Umi Sakdiyah Sodwijo
Umi Sakdiyah Sodwijo Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Pengelana kata yang riang gembira

Pengelana kata yang riang gembira

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Misteri Surat Wasiat Eyang Trenggono

16 Mei 2021   02:38 Diperbarui: 16 Mei 2021   04:58 223
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Surat Wasiat /https://www.naviri.org/

Aku pun menghitung jumlah baris dalam bait puisi itu. Jumlahnya ada enam baris. Baris pertama terdiri dari lima kata, baris kedua enam kata, baris ketiga enam kata, baris keempat lima kata, baris kelima enam kata, dan baris keenam enam kata.

"Enam lima enam enam lima enam enam!" teriakku terlonjak girang.

"Tapi, pin atm atau kode safe deposit box harus enam angka, bukannya tujuh angka," keluh Nawang lunglai.

"Kita hilangkan jumlah bait. Jadi hanya 566566!" Aku memandang wajah pewaris tunggal Eyang Trenggono itu, mencoba meyakinkan. Tak ada salahnya mencoba bukan?

Dengan langkah gembira dan penuh harapan, kami pun masuk ke ruang kerja kakek Nawang. Di samping kanan meja kerja oval dari kayu jati berwarna hitam, berdiri gagah meja kecil. Di atas meja itu bertengger sebuah kotak besi mengkilap berwarna silver. Bentuknya mengingatkanku pada kulkas mini di rumah.

"Bagaimana cara membukanya?" Aku berbisik antusias di belakang tubuh Nawang yang sedang berusaha menekan-nekan kotak besi di depannya.

"Bismillahirrahmanirrahiim. Lima enam enam lima enam enam!" Nawang bergumam sambil memasukkan pin brankas. Tiba-tiba terdengar bunyi beep dan kotak penyimpanan harta karun keluarga Trenggono itu pun terbuka.

Mata dan mulutku membulat. Nawang menari-nari gembira dan memelukku erat. Di dalam sana, dalam dekapan gua bernama brankas yang hangat tersimpan rapi harta karun tak ternilai harganya. Total semua ada lima amplop tebal berwarna cokelat, sepuluh buah sertifikat, emas batangan, dan sebuah buku tabungan beserta ATM. Semua atas nama R.R. Nawangwulan Kinasih.

Nawang mengambil sebuah benda yang menurutnya paling berharga. Sebuah agenda bersampul kulit warna cokelat tua. Di halaman pertama tertempel foto Nawang kecil bersama ayah, ibu, dan kakek neneknya semasa masih hidup. Ia mendekapnya erat-erat dengan bercucuran air mata.

 

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun