Oleh: UMI MIRATUN NISA
Selama bertahun-tahun, istilah supervisi akademik di sekolah dasar seringkali diasosiasikan dengan kegiatan pengawasan yang menegangkan bagi para guru. Banyak dari mereka menganggap supervisi sebagai proses “penilaian” terhadap kinerja mereka di kelas momen di mana kesalahan kecil bisa berujung pada teguran formal atau catatan negatif. Akibatnya, tidak sedikit guru yang merasa tertekan, tidak nyaman, bahkan cenderung menghindar ketika dijadwalkan untuk disupervisi. Namun kini, paradigma itu mulai berubah. Dunia pendidikan perlahan-lahan menyadari bahwa pendekatan supervisi yang bersifat kontrol dan evaluatif tidak lagi relevan untuk menjawab tantangan abad ke-21. Dibutuhkan pendekatan baru yang lebih humanis, kolaboratif, dan berorientasi pada pengembangan profesional guru secara menyeluruh.
Mengapa Supervisi Harus Bertransformasi?
Tantangan pembelajaran masa kini semakin kompleks. Guru tidak hanya dituntut untuk menguasai materi, tetapi juga harus mampu mengelola kelas secara kreatif, mengintegrasikan teknologi, serta memahami kebutuhan belajar individual siswa. Semua itu tidak dapat dicapai hanya dengan pendekatan pembinaan yang bersifat satu arah. Supervisi akademik bukan lagi tentang menilai guru, tetapi menemani guru dalam perjalanan profesional mereka. Pendekatan ini menempatkan guru sebagai subjek aktif dalam pengembangan diri, bukan sekadar objek penilaian administratif. Transformasi supervisi juga menyesuaikan dengan visi Merdeka Belajar yang digaungkan pemerintah. Dalam kerangka ini, guru perlu dimerdekakan untuk belajar, mengevaluasi diri, dan terus berkembang. Maka, peran kepala sekolah atau pengawas berubah dari “penegak aturan” menjadi “fasilitator pertumbuhan profesional”.
Karakteristik Supervisi Akademik yang Reflektif dan Humanis
Ada beberapa prinsip utama dalam pendekatan supervisi akademik yang berfokus pada pendampingan, antara lain:
- Dialogis, bukan instruktif
Supervisi tidak dilakukan secara searah, tetapi melalui dialog terbuka antara guru dan supervisor. Mereka bersama-sama mendiskusikan kekuatan dan tantangan dalam proses pembelajaran.
- Reflektif, bukan evaluatif
Fokus utama adalah membantu guru melakukan refleksi terhadap praktik mengajarnya. Misalnya, setelah observasi kelas, supervisor tidak langsung memberikan penilaian, tetapi mengajak guru merefleksikan: “Apa yang sudah berjalan baik? Apa yang bisa ditingkatkan?”
- Individualisasi pembinaan
Setiap guru memiliki keunikan dalam gaya mengajar dan tantangan masing-masing. Supervisi akademik yang efektif menyesuaikan pendekatannya dengan kebutuhan perkembangan guru secara personal.
- Berorientasi pada pertumbuhan, bukan hukuman
Tujuan supervisi bukan untuk memberi sanksi atas kekurangan guru, melainkan untuk membuka ruang pembelajaran berkelanjutan melalui pelatihan, mentoring, dan pendampingan yang relevan.
Praktik Baik di Lapangan