Mohon tunggu...
Umi Sahaja
Umi Sahaja Mohon Tunggu... Tenaga Kesehatan - Ibu bekerja yang ingin sukses dunia akhirat

Selalu berusaha membuat segalanya menjadi mudah, meski kadang sulit. 😄

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Pengasuh

19 Mei 2022   16:10 Diperbarui: 19 Mei 2022   16:30 143
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Impian semua pasangan muda adalah membina rumah tangga, memiliki anak-anak yang lucu, sehat dan cerdas. Dan memiliki kehidupan yang mapan, terpenuhi semua kebutuhan.


Awal menikah, aku tinggal dirumah mertua. Kami , pasangan suami istri yang sama-sama bekerja. Ibu mertua tidak pernah membedakan anak dan menantu. Meskipun satu rumah dengan adik ipar, aku diperlakukan sama. Segala kebutuhan terpenuhi. Untuk beberapa lama tinggal di rumah mertua dengan segala kenyamanannya, tidak menyurutkan niat kami untuk memiliki rumah sendiri.


Akhirnya saat yang kami nantikan tiba. Adik perempuan suami menikah. Kami punya alasan untuk pindah ke rumah kami. Meskipun kecil, masih beralaskan tanah dan dinding bambu, kami bertekad akan berjuang untuk kehidupan kami selanjutnya. Tidak apa-apa kekurangan yang terpenting adalah hasil keringat sendiri. 

Dan jadilah, kami disini. Aku, suami dan kakak , anak pertamaku yang berusia 6 tahun. Sengaja aku pindah bertepatan dengan kakak masuk ke sekolah dasar. Sehingga tidak perlu ribet dengan urusan administrasi perpindahan sekolah.


Awal kehidupan dirumah baru membuat kami harus bekerja keras. Hanya bermodalkan kasur, kompor, rak perkakas, kipas angin dan kulkas. Rumah yang kami beli adalah rumah 'klonengan' rumah lama dengan lantai tanah dan dinding bambu. Kalau malam hari terasa dingin menusuk karena angin bertiup dari sela-sela bambu. Sedangkan siang hari panas karena atap yang rendah. Lantai dari tanah kami tutup dengan perlak bermotif. Meja kursi tamu warisan dari mertua. Sederhana tapi aku bahagia.


Lingkungan di rumah baru ini masih pedesaan. Masyarakat nya guyub rukun. Jika ada tetangga yang punya hajat, tidak segan tetangga berbondong-bondong untuk datang membantu. Kakak yang awalnya tidak punya banyak teman karena jarang keluar rumah, di rumah baru merasa bebas bermain bersama teman sebayanya. Tanah pekarangan yang masih luas memungkinkan kakak untuk bermain bola, bersepeda dan bermain sepuasnya.
Hingga saat tahun kedua kakak merasa kesepian. 

" Bu, aku pengen punya adek.." kata kakak suatu hari.
" Mas Rizki sudah punya adek Bu, kapan aku punya adek?" Tanyanya lagi dilain hari.
Saat akhirnya aku hamil, kakak merasa paling bahagia. Sepulang sekolah selalu menanyakan kapan adeknya lahir. Bertanya adeknya laki-laki atau perempuan. Dan selalu ikut saat kontrol kandungan ke klinik.


Saat hamil, sebenarnya ada kegelisahan yang selalu muncul dibenak ku. Aku dan suami sama-sama bekerja. Bagaimana dengan adek nanti? Siapa yang akan mengasuhnya. Tidak mungkin aku berhenti bekerja. Sementara mencari pengasuh yang bisa dipercaya dan penyayang ibarat mencari jarum dalam tumpukan jerami. Terlebih untuk orang baru seperti kami.

Untunglah ada tetangga yang baik hati, yang menyarankan untuk meminta Bude Nani menjadi pengasuh adek. Bude Nani pernah bekerja diluar negeri, sebagai pengasuh. Dan selama menjadi TKW bude Nani tidak pernah pindah majikan. Bahkan sampai sekarang hubungan pembantu majikan itu masih terjalin baik. Bude juga penyayang. Alasan kembali ke Indonesia karena sakit dan usia. Tidak mungkin terus bekerja diluar negeri. Akhirnya dengan tekad bulat aku dan suami menemui Bude Nani dan memintanya menjadi pengasuh adek yang akan lahir nanti.


Pertama kali bertemu, kesan pertama adalah bude murah senyum dan 'blater' ramah. Aku yang cenderung introvert sudah langsung merasa cocok. Begitu adek lahir, mudah bagiku untuk meminta Bude Nani untuk menemani. Tapi karena aku ingin menghabiskan cuti hamil bersama adek, aku memutuskan untuk mulai meminta Bude Nani bekerja setelah adek berusia 2 bulan. Saat aku sudah masuk kerja.


Waktu itu karena keterbatasan, aku berupaya untuk berhemat. Adek tidak pakai pampers, melainkan popok kain yang tiap kali adek pipis harus selalu diganti. Dalam benak ku aku takut, anakku kulitnya lecet akibat pampers. Ternyata sering ganti popok kain membuat dia lebih sering bangun. Betapa tidak, selesai menyusui adek sudah mulai tidur, tiba-tiba pipis. Popok harus diganti. Adek jadi bangun. Hal ini pun ternyata membuat ku kelelahan. Menjadi ibu dengan dua anak, meskipun kebutuhan kakak sudah diserahkan sepenuhnya kepada suami, tetap saja melelahkan. Apalagi aku melahirkan dengan Caesar karena ketuban pecah duluan.  Mengurus adek, menyusuinya dan merawat luka bekas operasi bagiku sungguh sangat menguras emosi. Saat makan, takut tiba-tiba adek bangun pup. Saat ke kamar mandi untuk pipis atau mandi sekonyong-konyong mendengar tangisan bayi. Saat tidur pun kadang terbangun karena adek haus, pipis atau pup. Ketika Bude Nani datang ibarat dewa penolong. Bude Nani menjaga adek, sementara aku bisa istirahat untuk sekedar makan dan ke kamar mandi dengan tenang. Benar-benar menyelamatkan jiwa dan ragaku.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun