Mohon tunggu...
Umi Habibah
Umi Habibah Mohon Tunggu... Guru

Guru BK SMA Al-Hasra Depok.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Sinergi Empatik dalam Mendukung Perkembangan Murid

27 Agustus 2025   10:43 Diperbarui: 27 Agustus 2025   10:43 36
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Setiap remaja yang duduk di bangku SMA sesungguhnya sedang berada dalam perjalanan panjang menuju kedewasaan. Mereka bukan hanya berjuang dengan tugas-tugas sekolah, tetapi juga menghadapi pergolakan batin, pencarian jati diri, pertemanan, bahkan tekanan dari lingkungan sekitar. Pada titik inilah, peran berbagai pihak di sekolah menjadi sangat penting dalam menghadirkan dukungan yang nyata, bukan hanya melalui bentuk kata-kata, tetapi juga dibangunnya sinergi empatik yang tulus.

Guru BK sering dianggap sebagai "tempat berlabuh" bagi murid yang lelah, bingung, atau bahkan tidak tahu harus bercerita pada siapa. Namun, peran Guru BK tidak bisa berdiri sendiri. Murid berkembang optimal ketika semua pihak di sekolah bergerak bersama. Tugas Guru BK adalah merangkul, memfasilitasi, dan menghubungkan kepedulian berbagai pihak, agar setiap murid merasa dilihat, didengar, dan dipahami.

Di sisi lain, orang tua adalah guru pertama bagi anak. Akan tetapi, sering kali jarak komunikasi antara rumah dan sekolah membuat pemahaman terhadap kondisi anak menjadi terputus. Melalui komunikasi yang empatik, bukan saling menyalahkan, melainkan saling mendengar. Guru BK dapat menjembatani kebutuhan murid. Misalnya, seorang murid yang menurun prestasinya bukan selalu karena malas, bisa jadi ia sedang menghadapi tekanan di rumah. Dengan komunikasi terbuka bersama orang tua, solusi empatik bisa ditemukan. Pihak sekolah dan orang tua bukan sekadar menuntut nilai naik, melainkan mendukung kesehatan emosional anak itu sendiri. Peran lain yang juga begitu penting bagi perkembangan murid adalah wali kelas yang menjadi sosok terdekat murid sehari-hari. Ia tahu bagaimana suasana hati murid saat hadir di kelas, siapa yang murung, siapa yang tiba-tiba sering absen, atau siapa yang diam-diam kehilangan semangat. Ketika wali kelas dan Guru BK saling berbagi informasi, pendampingan yang diberikan pun lebih menyentuh akar persoalan. Murid tidak merasa sendirian, karena ada guru yang peduli sejak dari kelas, hingga ruang konseling.

Pada prosesnya di sekolah, tidak jarang murid merasa kesulitan dalam memahami pelajaran tertentu. Alih-alih hanya memberi label "tidak mampu", guru mata pelajaran yang bersinergi dengan Guru BK bisa menemukan pola belajar yang lebih sesuai. Misalnya, seorang murid yang kesulitan pada mata pelajaran matematika, bisa jadi bukan karena tidak mampu, melainkan karena akar penyebab atau permasalahan yang belum terselesaikan. Melalui pendekatan empatik, dukungan akademik tidak hanya berupa tambahan jam belajar, melainkan juga pendampingan sosial-emosional agar murid lebih percaya diri. Hal lain yang sangat berarti namun seringkali terabaikan adalah adanya dukungan antar teman sebaya. Murid lebih sering berbagi cerita dengan temannya dibanding dengan orang dewasa (guru atau orang tua). Di sinilah peran Guru BK dalam membangun budaya empati antar murid. Mereka dapat dilatih dan dibiasakan mengembangkan hubungan saling mendukung, bukan merendahkan; saling menguatkan, bukan menertawakan. Melalui program peer counseling atau kegiatan kelas yang menumbuhkan kerja sama dan keterlibatan aktif setiap murid, iklim sekolah menjadi lebih sehat dan ramah bagi perkembangan remaja.

Perkembangan murid tidak bisa diukur hanya dari nilai rapor. Keberanian berbicara di depan umum, kemampuan mengelola emosi, kepedulian sosial, hingga ketahanan menghadapi kegagalan, semua itu adalah bagian penting dari perkembangan. Ketika sinergi empatik hadir antara orang tua, wali kelas, guru mata pelajaran, murid, dan Guru BK, maka dukungan akademik maupun non akademik akan terwujud dengan seimbang. Murid pun tumbuh dengan utuh, bukan hanya pandai di atas kertas, tetapi juga kuat secara mental dan hangat secara sosial.

Oleh karena itu, sinergi empatik bukan sekadar kerja sama formal, tetapi keterhubungan hati antara pihak-pihak yang peduli pada murid. Guru BK adalah penggerak, tetapi keberhasilan sejati lahir dari keterlibatan semua pihak. Dengan empati, setiap murid akan merasa bahwa sekolah adalah rumah kedua, tempat ia tidak hanya belajar ilmu, tetapi juga belajar dimengerti dan dicintai.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun