Mohon tunggu...
Umi SaidatunNisa
Umi SaidatunNisa Mohon Tunggu... Mahasiswa

Hobi masak

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Dakwah Digital dan Literasi Algoritmik di Era Media Sosial

13 Oktober 2025   23:49 Diperbarui: 13 Oktober 2025   23:48 11
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Di era digital saat ini, dakwah Islam memasuki fase baru yang sangat signifikan untuk kemajuan umat. Media sosial seperti TikTok, YouTube, Instagram, dan beragam platform online lainnya telah menjadi tempat utama bagi para da'i dan aktivis dakwah dalam menyebarkan pesan-pesan kebaikan. Dengan perkembangan teknologi ini, pesan dakwah sekarang dapat menjangkau jutaan orang, termasuk generasi muda yang sangat dekat dengan dunia digital dan internet. Fenomena "Ustadz Youtuber" yang dapat menarik minat ribuan hingga jutaan pengikut melalui video pendek adalah bukti konkret bahwa dakwah kini tidak terbatasi oleh jarak, waktu, maupun ruang.

Namun, di balik banyaknya peluang yang ditawarkan oleh era digital, dakwah juga menghadapi tantangan yang tidak kalah signifikan. Tidak semua informasi yang beredar di media sosial memberikan keuntungan dan keakuratan. Dalam gelombang informasi yang cepat dan tanpa penyaringan yang cukup, kita bisa menemukan banyak konten dakwah yang berpotensi keliru, bahkan ada yang justru menyebarkan permusuhan atau perpecahan. Di samping itu, algoritma mengatur media sosial yang menentukan konten mana yang tampil di layar pengguna. Algoritma ini sangat berpengaruh pada pesan dakwah kita akan dilihat oleh banyak orang atau justru tenggelam di lautan konten lainnya.

Oleh karena itu, untuk para pegiat dakwah, khususnya generasi muda, pengetahuan tentang literasi algoritma menjadi sangat krusial. Literasi algoritmik merupakan kemampuan untuk memahami bagaimana platform media sosial menampilkan, menyebarkan, dan memilih konten. Dengan memahami algoritma, dai dapat merancang taktik agar pesan dakwah mereka tidak hanya mencapai audiens yang tepat, tetapi juga bisa menarik perhatian dan menggerakkan emosi mereka. Tidak hanya sebatas strategi teknis, literasi algoritmik perlu disertai dengan sikap dan etika yang berlandaskan pada nilai-nilai profetik Islam. Dalam Al-Qur'an Surat Ali Imran ayat 104, Allah SWT mengarahkan kita untuk menyerukan kepada yang baik, mendorong perbuatan makruf dan menghindari kemungkaran. Ini bukan sekadar panggilan spiritual, tetapi juga pedoman moral dalam berkomunikasi dakwah di mana saja, termasuk di ranah digital. 

Dakwah digital yang paling baik adalah yang mengedepankan humanisasi, menyebarluaskan kasih sayang, serta memperkuat persaudaraan dan pembebasan, membebaskan umat dari jebakan kebohongan dan fitnah yang sering beredar di dunia maya. Dengan cara sederhana, literasi algoritmik merujuk pada pemahaman cara kerja sistem di belakang platform media sosial dalam menampilkan konten. Algoritma akan memilih konten yang dinilai cocok dengan minat dan perilaku pengguna, sehingga semakin sering pengguna berinteraksi dengan suatu jenis konten, semakin besar kemungkinan munculnya konten serupa di umpan mereka.

Para da'i dan pembuat konten dakwah harus menyadari hal ini supaya dapat memanfaatkan fitur dan trik yang tersedia secara optimal. Contohnya, menerapkan hashtag yang tepat, menyajikan pesan dalam format video yang menarik, dan mengoptimalkan waktu posting untuk mendapatkan reaksi positif dari audiens. Dengan memahami literasi algoritmik, dakwah digital bukan hanya tentang konten pesan, tetapi juga tentang strategi agar pesan tersebut diterima di hati dan pikiran masyarakat.
Namun, literasi algoritmik lebih dari sekadar keahlian teknis. Ini juga berkaitan dengan kewajiban etis. Dalam Islam, komunikasi yang dilakukan harus mencerminkan nilai-nilai profetik seperti amar ma'ruf (mengajak kepada kebaikan), nahi munkar (menghindari kemungkaran), dan tu'minuna billah (percaya kepada Allah). 

Dakwah digital harus dapat meningkatkan nilai humanisasi, yaitu memperlakukan manusia sebagai makhluk yang mulia dan berhak atas informasi yang benar serta bermanfaat. Dakwah yang hanya mencari ketenaran tanpa memikirkan manfaatnya dapat menjerumuskan dan merugikan. Pendekatan profetik dalam dakwah digital harus menyampaikan pesan-pesan pembebasan dari berbagai jenis kebohongan dan informasi yang keliru yang sering beredar di internet. Pendakwah perlu memperkuat nilai-nilai spiritual dan moral agar dakwah tidak hanya mengenai pemikiran, tetapi juga mampu menyentuh hati dan jiwa. Penting agar penyebaran agama di era digital benar-benar memberikan dampak positif dalam kehidupan masyarakat. Selain humanisasi dan pembebasan, nilai transendensi dalam komunikasi profetik juga sangat krusial. Pesan dakwah tidak hanya berpengaruh pada aspek sosial dan budaya, tetapi juga perlu memperkuat iman dan moral pendengar. Hal ini mengharuskan para da'i digital untuk bisa menyeimbangkan antara konten yang menarik secara visual dan komunikatif dengan kedalaman nilai-nilai spiritual yang disampaikan. Tantangan algoritma yang cenderung mengutamakan konten viral atau sensasional perlu diatasi dengan ketahanan dakwah yang kokoh dan kemampuan literasi digital yang memadai.

Lebih dalam lagi, literasi algoritmik memungkinkan kita untuk mengidentifikasi potensi jebakan seperti sebarnya informasi negatif, konten viral yang mengandung kebencian, serta komersialisasi dakwah yang dapat mengurangi nilai keikhlasan. Dengan cara ini, dakwah digital tidak hanya berfungsi sebagai media untuk menyampaikan ajaran, tetapi juga berperan sebagai sarana edukasi moral dan etika bermedia bagi masyarakat secara umum.
Dalam konteks ini, komunikasi profetik berperan sebagai paradigma yang bukan hanya memfasilitasi penyusunan strategi dakwah secara teknis, tetapi juga menanamkan landasan moral dan spiritual yang kuat. Etika verifikasi, meningkatkan kesadaran sosial, dan melindungi kemurnian pesan ajaran Islam harus tetap menjadi inti dari setiap konten dakwah yang disampaikan. Dengan demikian, dakwah digital akan menjadi daya transformatif yang mengarahkan umat menuju peradaban yang kaya akan rahmat dan keadilan.
Mengamati pertumbuhan cepat dakwah digital dan berbagai tantangannya, kini saatnya para da'i, lembaga keagamaan, dan masyarakat bersinergi dalam mengembangkan pemahaman algoritmik yang berlandaskan nilai-nilai profetik. Tidak hanya cukup memahami agama dan menjadi penceramah yang baik, tetapi juga harus menguasai teknik komunikasi yang efektif di media sosial masa kini.

Mari gunakan literasi algoritmik sebagai alat dakwah supaya pesan kebaikan yang kita sampaikan dapat mencapai lebih banyak individu dan memberikan dampak yang nyata. Dakwah digital yang disusun dengan pengetahuan, norma, dan keyakinan ini akan mengarahkan masyarakat menuju sebuah peradaban yang lebih beretika, toleran, dan harmonis walaupun hidup di zaman teknologi yang cepat dan berubah- ubah. Dengan meningkatkan pemahaman dan keterampilan literasi ini, kita bukan hanya menjadi konsumen atau pengguna media sosial, melainkan juga menjadi agen perubahan dakwah yang efektif dan profetik. Dakwah perlu selalu beradaptasi dengan perkembangan zaman tanpa mengorbankan identitasnya, menyebarkan rahmat, kasih, dan kebaikan bagi seluruh umat manusia.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun