Mohon tunggu...
Um Fitrotil Untsa
Um Fitrotil Untsa Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswi Teknik Industri

you can do it

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Benar-benar Open Minded atau Hanya Berlindung di Bawah Kata Open Minded?

28 November 2021   22:00 Diperbarui: 28 November 2021   22:17 672
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Sebenarnya open minded  adalah istilah yang mudah dimengerti. Namun, tidak bisa digunakan dengan asal-asalan, jangan beranggapan jika berpikir sebebas-bebasnya tanpa batas adalah cerminan open minded  dan jangan sampai mengesesampingkan makna utama dari open minded  ini sendiri.

Dalam Islam juga mengajarkan pentingnya memiliki pola pikir open minded  dapat kita lihat dari Rasulullah SAW. sebagai manusia terbaik dan manusia tanpa dosa tidak membuat Rasulullah merasa dirinya paling benar. Beliau tidak merasa setiap pendapat yang 

Beliau sampaikan adalah pendapat  yang paling benar. Rasulullah selalu mempertimbangkan pendapat yang lain serta tidak hanya memihak disatu sisi.

Dijelaskan jupa bahwa Islam itu berada di tengah-tengah, tidak berada di ekstrim kanan maupun ekstrim kiri. Ekstrim kanan bisa disebut dengan orang yang secara berlebihan dalam menggunakan nilai-nilai agama untuk menyikapi berbagai persoalan di kehidupan, sementara ekstrim kiri adalah mereka yang memudahkan nilai-nilai agama dan jauh akan ajaran agama. maka dari itu, Islam mengajarkan kita untuk tidak membenarkan semua sudut pandang, kita dianjurkan berada di tengah-tengah melihat sesuatu secara adil dan tidak memberatkan di satu sisi.

Dalam Al-Qur’an juga menjelaskan tentang hal tersebut 

وَكَذٰلِكَ جَعَلْنٰكُمْ اُمَّةً وَّسَطًا لِّتَكُوْنُوْا شُهَدَاۤءَ عَلَى النَّاسِ وَيَكُوْنَ الرَّسُوْلُ  عَلَيْكُمْ شَهِيْدًا

“Dan demikian pula Kami telah menjadikan kamu (umat Islam) ”umat pertengahan” agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan) manusia dan agar Rasul (Muhammad) menjadi saksi atas (perbuatan) kamu.”(QS: Al Baqarah:143)

Pada saat memberikan pendapatpun semua orang bisa berargumen secara bebas dan tidak ada batasan, walaupun terkadang dalam penyampaian pendapatnya kurang etis. Perbedaan pendapat adalah hal yang sangat wajar karena berasal dari bebagai macam pandangan seseorang, kita harus saling menghargai setiap pendapat seseorang walaupun bebeda dari kita seperti yang tercermin dalam Pancasila sila ke-4 yaitu Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam puermusyawaratan perwakilan.

Cara berpendapat yang baikpun sudah dicontohkan oleh Rasulullah SAW. sehingga kita tidak bisa asal-asalan dalam menyampaikan pendapat. 

Ada beberapa hal yang dianjurkan pada saat kita menyampaikan suatu pendapat, yaitu dengan memberika pendapat atau argumen dengan cara yang baik, berpendapat sesuai kapasitas dan kemampuan kita dan jangan sampai kita merasa tau segalanya, dan apabila pendapat yang kita sampaikan ternyata kurang pas dengan hal yang terjadi maka jangan sungkan-sungkan untuk segera meminta maaf.

Adapula dalil yang menguatkan agar kita bisa berpendapat sesuai dengan kapasitas kita dan jangan sampai merasa tau segalanya

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun